Sukabumi Update

Dikejar Ayah Pakai Kayu, Kisah Peraih Medali Esports SEA Games untuk Indonesia

SUKABUMIUPDATE.com - Siapa sangka hobi main games yang seringkali dianggap kurang bermanfaat, mengantarkannya menjadi penyumbang medali untuk Indonesia pada ajang SEA Games Vietnam. Jangan oleh orang lain, atlet timnas esport ini mengaku pernah dikejar oleh ayahnya karena selalu nongkrong di warnet untuk bermain games.

Mengutip tempo.co, anggota timnas Esports Indonesia peraih medali SEA Games Vietnam lalu bercerita soal pengalaman masa kecil mereka bermain game yang tidak disetujui oleh orang tua.  Adalah Muhammad Fikri Alief Pratama, kapten Tim Rajawali, Timnas 2 untuk Free Fire, menceritakan pengalaman masa lalunya.

"Saat itu setelah ujian SMP sekitar jam 4 sore. Saya kaget dan segera kabur waktu melihat bapak bawa kayu ke warnet," ujarnya di kantor Garena, Jakarta, Rabu, 25 Mei 2022.

Kejadian itu membuatnya malu karena menjadi tontonan gratis orang di sekitar lokasi. "Saya akhirnya pindah main ke warnet lain karena malu," kata Fikri mengenang masa lalu. 

Untungnya, peristiwa dikejar dengan kayu tidak terulang di warnet yang baru. “Mungkin bapak sudah capek menegur saya,” kata Fikri.

Pada SEA Games 2021 ini, ia bersama timnya meraih medali perak setelah kalah di final dari tim Garuda, Timnas 1.  Ia mulai senang bermain game sekitar kelas 3 SD di Kendari, Sulawesi Tenggara. 

Diawali bermain PS2 dengan cara menyewa per jam Rp 3.000-5.000 sehabis pulang sekolah, ia sengaja membawa bekal dari rumah untuk persiapan cemilan bermain. Itulah kegiatannya sehari-hari.

Menurut pengakuannya, waktu bermain di warnet hanya sampai sebelum magrib. Ia belum pernah bermain sampai larut malam atau sampai menginap di warnet. 

Sebelum main Free Fire atas ajakan teman di SMA, ia bermain Mobile Legend. Dari awalnya bermain di warnet, kemudian berpindah ke ponsel dan bermain di rumah. Walau di dalam rumah, kegiatan bermain malah semakin menjadi-jadi karena tidak ada kegiatan lain.

Pada titik itu, ia memutuskan untuk menekuni menjadi pemain game apapun hasilnya. Ia rajin mengikuti berbagai pertandingan dan menjadi pemenang. Saat mengikuti PON di Papua, ia bersama tim membawa provinsi Sulawesi Tenggara meraih emas.

“Kemenangan di PON membuat mama bangga, memeluk saya dan menangis,” jelasnya. Sebelumnya, ia dilarang, tidak diizinkan bermain game. Selain itu, bermain game dianggap orang tuanya tidak memiliki masa depan. “Pokoknya pendidikan harus nomor satu,” Fikri mengulang kalimat orang tuanya.

Walaupun mempunyai kesenangan bermain, untungnya tidak sampai mengganggu pelajaran sekolah. Selama di SMA, ia mengaku berada di lima besar dan akhirnya kuliah di jurusan matematika murni di Universitas Halu Oleo.

Selama kuliah dua semester awal, ia mendapatkan nilai yang baik. Namun, setelah ikut pertandingan sampai ke luar pulau, kuliah jadi terbengkalai. Fikri tetap ingin menyelesaikan kuliah, “Kan keren dapat gelar Sarjana Matematika.”

Ia bercita-cita mempunyai warung kopi di kampung halamannya, Kendari. Ia mendambakan tempat tersebut memiliki nuansa yang menyenangkan untuk tempat nongkrong dan main bareng bagi para pemain game.

Senada dengan Fikri, masa kecil Richard William Manurung, Kapten Tim Garuda, Timnas 1 Free Fire juga tidak mendapat dukungan bermain dari orang tua. Richard mulai main di warnet sekitar kelas 4 SD dengan keadaan masih memakai baju seragam.

Pada saat SMP, ia pernah begadang di warnet yang membuat orang tuanya marah. Uang transport juga habis untuk bermain di warnet dan ia pun pulang hanya berjalan kaki. “Mau masuk rumah untuk ketok pintu saja takut,” kenang Richard yang membawa pulang medali medali emas SEA Games 2021.

Saat SMA di Pematang Siantar, ia juga kerap bolos sekolah karena main di warnet, namun ia mengaku nilai pelajarannya aman. Masa-masa diomeli orang tua akhirnya berakhir pada tahun 2018.  Hasil pertandingan yang membuatnya juara dan hanya merasa tertarik pada bidang tersebut membuat orang tuanya luluh. Ia mengaku sempat kuliah di Semarang, namun merasa terpaksa. “Nggak mood, buat apa,” jelas Richard.

Jika sudah tidak menjadi pemain, ia terpikir untuk menjadi pelatih atau sesuatu yang masih berhubungan dengan game. 

Sementara itu, Garena sebagai penerbit game Free Fire memberikan apresiasi berupa dana pendidikan dan pengembangan diri sebesar Rp 1 miliar bagi tim nasional Free Fire yang terdiri dari tim peraih emas, perak dan official.

Wijaya Nugroho, Head of Business Esports Garena memberi hadiah secara simbolis, “Terima kasih kepada pahlawan-pahlawan kita yang mendapatkan medali emas dan perak pertama untuk esport di Sea Games yang mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional.”

SUMBER: TEMPO.CO

Editor : Fitriansyah

Tags :
BERITA TERPOPULER
BERITA TERKINI