Sukabumi Update

Ip Man 4: Ip Man dan Konflik Rasisme Tionghoa di Amerika

SUKABUMIUPDATE.com - IP Man 4 menjadi salah satu film laga yang dinantikan tahun ini. Seri terakhir IP Man ini mengisahkan sosok IP Man (diperankan Donnie Yen) yang bertolak ke San Fransisco, Amerika Serikat, tempat di mana muridnya, Bruce Lee berada.

Film ini mengambil latar pada tahun 1964 dengan grandmaster Wing Chun, IP Man melakukan upaya terbaik untuk membesarkan putranya, Jing (Ye He), sendirian. Menjadi remaja, Jing cenderung berkelahi di sekolah dan tidak tertarik untuk belajar.

Undangan untuk mengunjungi muridnya Bruce Lee (Chan Kwok-kwan) di sebuah turnamen di San Francisco memberikan kesempatan bagi Ip, yang telah didiagnosis kanker, untuk mencarikan Jing sekolah yang bagus di sana.

Kemudian, setibanya Ip di sana, ia bertemu dengan Asosiasi Kebajikan China dan tai chi masternya Wan Zhong Hua (Wu Yue). Pada pertengahan 1960-an di Amerika, seorang siswa China tidak bisa masuk ke sekolah yang bagus tanpa penjamin biaya kuliah, juga dipandang sebagai kaum minoritas bawah, sehingga Ip terpaksa meminta surat rekomendasi dari CBA.

Tentu saja, Wan dan guru-guru sekolah tua lainnya jengkel karena Bruce Lee (Murid Ip Man) dianggap melampaui batas-batas komunitas China,  ia menulis panduan Kung Fu dalam bahasa Inggris, konflik antara Ip Man dan CBA pun dimulai lantaran Ip menolak menegur Bruce Lee.

Masalah tidak henti sampai di situ, hadir pula dua pelatih Angkatan Laut Amerika Serikat yang rasis, Geddes (Scott Adkins) dan Collin (Chris Collins). Geddes dan Collin yang sangat menyukai karate tidak senang ketika salah satu pelatih, Hartman (Vanness Wu), berupaya memasukkan unsur bela diri Tionghoa ke dalam kurikulum.

Konflik antara CBA dan Ip dan pemikiran Bruce Lee yang lebih maju mendominasi sisa cerita yang disinggung, yakni di isolasionisme versus integrasi, rasisme, hak istimewa, dan kekuasaan.

Melalui Ip Man 4: The Finale, sutradara Wilson Yip berhasil membuktikan diri mampu membuat film laga yang keren. Ia mampu membuat tokoh Ip Man yang kala itu diceritakan telah berusia 71 tahun nampak masih sangat jago dalam melakukan seni bela diri wing-chun.

Yip juga tidak memberi porsi yang berlebihan pada sosok Bruce Lee. Fokus cerita tetap terpaku pada Ip Man dan konflik rasisme Tionghoa di Amerika.

Namun, Wilson Yip tetap melakukan kesalahan yang sama seperti film Ip Man (2008). Ia terlalu banyak memasukkan sub-tema yang terasa kurang penting dan justru mengganggu tema utama dalam film, yakni perbedaan perspektif mengenai persebaran budaya Tionghoa.

Narasi dalam film terasa kurang rapi dengan banyaknya sub-tema. Alhasil, film terasa agak membingungkan dan mungkin, membosankan bagi mereka yang mengutamakan alur cerita ketimbang adegan laga. Bagi penikmat adegan laga, film Ip Man tentu menjadi daftar yang wajib ditonton karena porsi pertarungan yang mendominasi film.

Untuk mengetahui jelasnya, silakan tonton Ip Man 4: The Finale yang sudah rilis di bioskop Indonesia pada 20 Desember 2019. Pastinya, film ini cocok bagi mereka yang rindu melihat aksi keren Donnie Yen di film-film laga berunsur budaya Tionghoa.

 

Sumber : suara.com

Editor : Muhammad Gumilang Gumilang

Tags :
BERITA TERPOPULER
BERITA TERKINI