Sukabumi Update

Dari PKI hingga Hajatan, Mengulas Sejarah Hansip yang Nyaris Terlupakan

SUKABUMIUPDATE.com - Tepat pada Senin, 11 Oktober 1965, bus Mudjur jurusan Semarang itu melintasi Tegal. Tak lama setelah dua tentara menaiki bus tersebut, seorang pria dengan badan agak tambun melompat dari dalam bus. Pria itu merasa sedang ada razia, sehingga ia panik dan melompat. Sialnya, setelah melompat, ia menabrak tiang listrik di tepi jalan. Salah satu penumpang yang melihat kejadian tersebut dengan lantang berteriak: "Copet! Copet!". Sontak, petugas pertahanan sipil atau Hansip yang berada tak jauh dari lokasi itu bergegas mengejarnya. Pria yang dikejar itu ternyata Letnan Kolonel Untung, pemimpin Gerakan 30 September 1965 PKI. Dari sini sejarah itu akan dimulai.

Ulasan di atas ditulis Kangsen Gan dalam buku yang berjudul Teror Kudeta G.30.S. Dalam lanjutan ulasan tersebut, Letkol Untung kabur ke arah kampung. Teriakan copet membuatnya terus jadi buruan. Hingga akhirnya ia berhasil dibekuk Hansip dan diamankan ke kantor polisi. Peristiwa ini menjadi salah satu jasa besar pertahanan sipil dalam penumpasan G30S.

Usai peristiwa itu terjadi, Hansip atau pertahanan rakyat (Hanra) di Jawa Tengah, khususnya Tegal, menerima ucapan selamat dan penghargaan atas keberhasilannya menangkap Letkol Untung.

Letkol Untung yang menjadi pemimpin salah satu gerakan justru bernasib buntung usai naik bus Mudjur. Bukan pasukan khusus atau polisi militer terlatih, ia malah ditangkap oleh personel dari satuan rakyat sipil bernama Hansip.

Padahal semua mengetahui, Untung merupakan komandan pasukan militer yang cukup disegani dan pemegang Bintang Sakti.

Hansip atau Hanra sendiri dibentuk sebagai komponen pertahanan keamanan atau Hankam, komplemen Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dan telah berdiri sejak tahun 1962 melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia tertanggal 16 Februari 1962 Nomor 48 tahun 1962 tentang pembentukan Organisasi Pertahanan Sipil dalam upaya mempertinggi serta menggalang kewaspadaan nasional.

Sedangkan dalam catatan buku Analisa dan Evaluasi Hukum tentang Pembinaan Rakyat Terlatih dalam Rangka Bela Negara, Hansip berfungsi sebagai perlawanan rakyat atau Wanra dan perlindungan masyarakat atau Linmas.

Fungsi tersebut dituangkan dalam Surat Keputusan Wakil Menteri Pertama Urusan Hankam yang diterbitkan pada 19 April 1962. Tanggal dikeluarkannya surat keputusan ini akhirnya diperingati sebagai Hari Jadi Hansip.

Pada beberapa tahun berdarah dalam upaya pemberantasan anggota Partai Komunis Indonesia alias PKI sepanjang 1965-1966 , Hansip juga dilibatkan di Nusa Tenggara Timur.

Namun sebelum itu, Hansip sudah diikutsertakan dengan upaya pemerintah merebut Irian Barat. Kala itu, 19 Desember 1961, Soekarno mengumumkan adanya Tri Komando Rakyat untuk menggagalkan pembentukan negara Papua ciptaan Belanda, kibarkan bendera merah putih di Irian Barat, dan bersiap untuk mobilisasi umum. Pelaksanaan mobilisasi umum ini lalu ditetapkan pada tahun 1962.

Selain di periode transisi antara Soekarno dan Soeharto, di masa Orde Baru pun Hansip cukup berjasa besar. Di masa ini, satuan pertahanan sipil itu ditugaskan untuk melatih seluruh pegawai dan mengarahkan pemilih untuk memberi suara kepada Golongan Karya dalam pemilihan umum tahun 1971.

Namun setelah sebelumnya berada di bawah Departemen Pertahanan Keamanan atau Dephankam, Hansip lalu dialihkan ke Departemen Dalam Negeri atau Depdagri.

Peralihan ini berdasarkan kepada Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1972 tentang Penyerahan Pembinaan Organisasi Hansip dari Dephankam ke Depdagri.

Perjalanan satuan yang memiliki ciri khas seragam hijau lumut nan melegenda ini mesti berakhir di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Satuan ini dibubarkan pada September 2014 melalui Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2014. Selanjutnya tugas dan fungsi yang berhubungan dengan ketertiban umum, ketentraman dan perlindungan masyarakat dilakukan satuan polisi pamong praja.

Kendati demikian, di sejumlah daerah sampai saat ini masih ada beberapa orang yang wara-wiri menggunakan seragam Hansip.

Mungkin karena seragam tersebut memiliki nilai kenangan tersendiri bagi si pemakai. Bahkan dalam sejumlah kesempatan, kita masih sering menemukan mereka di acara pesta pernikahan atau hajatan.

Sumber: tirto.id | Historia

Editor : Oksa Bachtiar Camsyah

Tags :
BERITA TERPOPULER
BERITA TERKINI