Sukabumi Update

Mengenal Anjak Priatama Sukma, Wakil Rakyat Sukabumi dengan DNA Politik yang Kuat

Anjak Priatama Sukma, Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Sukabumi 2019-2024 | Foto : dok.sukabumiupdate

SUKABUMIUPDATE.com - Anjak Priatama Sukma, S.Sos, M.Si namanya cukup terkenal dalam perbincangan politik dan parlemen Sukabumi. Pria yang lahir di Sukabumi, 13 September 1982 itu hingga kini tercatat sudah tiga periode menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Sukabumi dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS).

Anjak Priatama Sukma, yang oleh lingkaran karibnya biasa dipanggil Mang Anjak merupakan sosok politisi muda - yang - jika merunut jejak-jejaknya selama ini di parlemen cukup terlihat menyumbang warna dinamis pada sketsa kebijakan pemerintah kabupaten Sukabumi, setidaknya dalam tiga episode terakhir.

Mantan aktivis kampus Universitas Pasundan Bandung tersebut debut politik fraktisnya dimulai pada 2009 dengan mendaftar sebagai calon anggota legislatif dari daerah pemilihan VI. Diusianya yang relatif muda, Mang Anjak berhasil melenggang ke kursi parlemen.

"pada periode pertama itu saya diamanahi sebagai anggota komisi I, sebuah komisi yang berkelindan dengan pemerintahan, pelayanan publik, sangat birokratis, alhamdulillah kita berhasil menggoalkan perda P3K waktu itu,". cerita Mang Anjak seperti dalam cuplikan podcast sukabumiupdate.com.

Perda P3K (Program Partisipasi Pembangunan Kecamatan) sejatinya merupakan sebuah peraturan yang mewadahi sejumlah usulan pastisipasi publik ditingkat kecamatan, dalam perda itu dipastikan setiap kecamatan memiliki sebuah pagu anggaran untuk pembangunan di wilayahnya.

Berbicara teori partisipasi publik, menurut Mang Anjak secara praktik memang tidak semudah yang dibayangkan. "ternyata gak mudah, apa yang dikenal di bangku kuliah tentang prinsip partsipasi dalam pembangunan, secara praktik, ada banyak prakondisi, kukltur, struktur, anggaran, pemahaman dan latar belakang yang tidak sama antar masyarakat, yang membuat 'kata patisipasi' susah dilaksanakan," ulasnya.

Pada permilu 2014, Mang Anjak yang pernah menjadi staf pengajar di Universitas Muhammadiyah Sukabumi (UMMI) itu kembali terpilih menjadi wakil rakyat dari dapil yang sama, yaitu dapil yang membawahi 8 kecamatan, diantaranya; Waluran, Jampangkulon, Surade, Cimanggu, Kalibundeur, Ciracap, Ciemas, Cibitung dan Tegalbuleud.

"konon katanya disitu (dapil VI) basis sosial saya kuat, padahal sebenarnya hubungan saya tidak terlalu kuat, tapi karena keluarga saya banyak disitu, akhirnya terbantu," ujar Anjak mengungkap kenapa kemudian dirinya memilih wilayah pajampangan ketimbang wilayah dimana ia berdomisili di kecamatan Cisaat.

Dan, kini pada pada periode ketiga, setelah kembali lolos ke Jajaway melalui pemilu 2019, lulusan magister politik Universitas Indonesia itu dengan amanah yang kemudian diembankan dipundaknya sebagai Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Sukabumi. Secara khusus komisi III membidangi: keuangan daerah, retribusi dan perpajakan, lembaga keuangan bukan bank, perusahaan daerah dan perusahaan patungan. penanaman modal, perindustrian, perdagangan dan koperasi, pertanian tanaman pangan, perikanan dan kelautan, serta peternakan, kehutanan dan perkebunan, terus mewarnai kebijakan-kebijakan pembangunan daerah.

"ada beberapa perda yang diinisaiasi komisi III, saat ini masih tahap raperda," tutur Anjak pada medio akhir tahun 2021.

Mendalami DNA Politik Anjak Priatama Sukma

Anjak Priatama Sukma memiliki DNA (darah) politik yang kuat. Karakter politiknya, selain mengalir trah, lingkungan keluarga, pendidikan, bahkan lingkungan pergaulan turut melahirkan dirinya menjadi sosok yang lekat dengan politik.

Ibarat sebuah pepatah arab "kullu ilmin muyassarun lima khuliqo lahu" - "suatu ilmu akan dimudahkan proses mendapatkannya jika diperuntukan bagimu,"

Alkisah, menjadi anak dari seorang pegawai negeri dilingkungan pemerintahan Kabupaten Sukabumi, masa kecil Anjak terbawa pada suasana yang variatif. Tidak heran jika anjak kemudian sering berpindah sekolah mengikuti sang ayah bertugas sebagai camat dan jabatan lainnya. Setidaknya, sejak sekolah dasar hingga sekolah SLTP tercatat 5 kali pindah sekolah.

"Sejak kecil lumayan dinamis, pernah hidup di kota, pernah di desa karena ikut tugas bapak sebagai camat, dan juga beberapa jabatan lainya. Tapi alhamdulillah teman menjadi lebih lebar (banyak) tidak hanya di satu lingkungan," tuturnya.

Lebih dari itu, besar dalam keluarga birokrat, Anjak sejak usia remaja sudah menyaksikan lingkungan dan dinamika politik. Anjak menyebut "secara gak sadar situasi (lingkungan keluarga) itu membentuk saya hari ini sebagai seorang poltisi di Kabupaten Sukabumi,"

"Waktu ayah saya menjadi camat Surade masih terekam dalam ingatan, bagaimana salah satu partai yang didukung birokrasi saat itu, bagaimana mereka mengelola kampanye, menyusun teknik kampanye, memobilisasi masa, termasuk branding, saya juga melihat bagaimana seorang camat harus bergulat dan menyelesaikan berbagai masalah sosial," kenangnya.

Anak kedua dari empat bersaudara itu terbiasa menyaksikan bagaimana dinamika politik dalam keluarga "alhamdulillah Allah memberikan saya kesempatan untuk belajar kepada orang tua, sejak kecil saya belajar terkait (politik) ini," bebernya.

Kemudian, rupanya DNA politik Anjak tidak hanya terbentuk dari keluarga, pilihan pergaulan semasa pendidikan SMA sampai kuliah pun menggiringnya pada penegasan-penegasan dirinya dalam pembentukan identitas politik.

"jadi gini waktu masuk SMA tahun 2000 itu sempat berkenalan dan terpana dengan satu komunitas underground, uniknya karena musik underground ini lirik-liriknya berisi (kritik) sosial politik, justru jadi mempertegas bagaimana cara pandang politik dan idenditas diri," ujar anjak yang sempat meminati musik, namun tidak berlanjut karena rendahnya daya dukung orang tua.

Singkatnya "Hingga kemudian pada saat kuliah, orang lain itu banyak merasa salah mengambil jurusan politik, saya justru sejak awal disitu, sudah tahu apa yang menjadi orientasi dari fakultas fisip yang saya ambil,"

Kelekatan Anjak dalam politik semakin permanen saat lingkungan keluarga memiliki frekuesni yang sama.

"Semua anggota keluarga terlibat di politik, karena, mungkin gak sadar ketika secara formal melihat bagaimana ayah menjadi briokrat (10 tahun menjabat Bupati Sukabumi), sehari-hari kental dan dekat atau terlibat di lingkungan politik. Tentu semua berangkat atas dasar kesadaran, semua terlibat di politik," imbuhnya.

Editor : Syamsul Hidayat

Tags :
BERITA TERKAIT