SUKABUMIUPDATE.com - Tingkat kehadiran masyarakat dalam pemilihan Bupati-Wakil Bupati Sukabumi yang digelar pada 27 November 2024, pekan lalu, mendapat sorotan dari berbagai pihak. Mereka menilai partisipasi pemilih yang berada dibawah 60 persen dianggap janggal.
Diketahui, dari data hasil perhitungan (real count) sementara yang dilakukan yang bersumber dari Model D se Kabupaten Sukabumi (yang diinput salah satu tim paslon), jumlah suara dua pasangan calon pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sukabumi adalah 1.067.827 atau kurang lebih 53,83 persen dari 1.983.406 DPT.
Jumlah tersebut terbagi ke dua pasangan calon, Paslon nomor urut 1, Iyos Somantri-Zainul memperoleh 498,996 atau 46,91 persen suara, sedangkan Paslon nomor urut 2, Asep Japar-Andreas 568.831 suara atau 53,09 persen. Hitungan kehadiran tersebut belum termasuk Suara Tidak Sah di Pilkada Kabupaten Sukabumi.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Fraksi Demokrat DPRD Kabupaten Sukabumi, Jalil Abdillah mengatakan, bahwa potret kehadiran pemilih dalam Pilkada kali ini merupakan paling rendah dalam sejarah Pemilu atau Pilkada di Kabupaten Sukabumi.
Jalil menilai, rendahnya partisipasi masyarakat dalam Pilkada kali ini disebabkan salah satunya oleh kegagalan penyelenggara Pilkada dalam memobilisasi pemilih.
"Ya pemilu dalam sejarah Sukabumi Pilkada langsung ini paling rendah. Ini kegagalan KPU dengan anggaran besar tapi gagal memobilisasi pemilih datang ke TPS," ungkap Jalil kepada sukabumiupdate.com, Selasa (3/12/2024).
Baca Juga: Pilkada Serentak 2024: Catatan Buruk Partisipasi di Kota dan Kabupaten Sukabumi
Baca Juga: Partisipasi Pemilih di Bawah 70 Persen, KPU Bakal Evaluasi Pilkada Serentak 2024
Jalil juga menyebut, rendahnya kehadiran pemilih ke TPS disebabkan oleh kerja-kerja politik partai dan kandidat. "Ya parpol dan kandidat juga gagal memobilisasi pemilih," tambahnya.
Jalil berharap ke depan hal ini tidak terulang, mengingat anggaran yang digelontorkan untuk Pilkada cukup besar. "Kalau begini terus, kedepan kepala daerah di pilih sama DPRD saja, sayang anggaran besar partisipasi rendah," tandasnya.
Terpisah, pengamat politik Sukabumi, Lidiawati, mengatakan dari hasil pengamatannya ada beberapa indikator yang menyebabkan partisipasi masyarakat sangat rendah dalam perhelatan Pilkada 2024 ini.
Mantan Komisioner KPU Kabupaten Sukabumi itu menyebut diantaranya adalah soal waktu pencoblosan yang jatuh di hari kerja. Menurutnya, meski pada hari pencoblosan diliburkan secara nasional, tetapi banyak masyarakat yang kerja diluar daerah memilih tidak pulang saat hari pencoblosan.
"Meski libur, mereka yang kerja diluar kota, jauh dari rumah, tidak pulang karena nanggung karena besok harinya harus masuk kerja lagi," kata wanita yang biasa disapa Teh Lidia ini.
Namun, kata Teh Lidia, faktor waktu pencoblosan di hari kerja tidak sepenuhnya menjadi alasan, kalau didukung oleh sosialisasi yang masif oleh penyelenggara Pilkada. "Saya menemukan ada beberapa pemilih yang baru menerima surat panggilan satu atau dua hari sebelum pemilihan, jadi mereka yang diluar kota tidak sempat mempersiapkan untuk pulang," imbuhnya.
Teh Lidia pun menilai sosialisasi Pilkada kepada masyarakat sangat berperan penting dalam meningkatkan partisipasi pemilih. Ia juga menyebutkan penemuannya dilapangan banyak masyarakat yang belum mengetahui calon-calon yang ikut kontestasi di Pilkada.
"Coba ada masyarakat yang tahu kalau calon itu hanya KDM (Kang Dedi Mulyadi) saja, artinya mereka hanya tahu calon gubernur, sementara calon bupati-wakil bupati mereka tidak tahu," ujarnya.
Meski demikian, kata Teh Lidia, hal tersebut tidak menjadi ukuran untuk menilai buruk kinerja KPU secara keseluruhan. "Tapi ini harus menjadi bahan evaluasi," pungkasnya.
Editor : Syamsul Hidayat