Sukabumi Update

Setahun Menanti Relokasi, 101 KK di Gempol Sukabumi Terjebak di Zona Merah: Ini Respons Ketua DPRD

Spanduk protes dipasang warga penyintas bencana tanah bergerak di Gempol, Palabuhanratu Sukabumi yang meminta direlokasi. Sabtu (20/12/2025). (Sumber Foto: SU/Ilyas)

SUKABUMIUPDATE.com – Sudah lebih dari satu tahun, warga Kampung Gempol, Desa Cikadu, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, hidup dalam "bayang-bayang maut". Sejak pergerakan tanah hebat melanda pada 4 Desember 2024, hingga kini kepastian relokasi bagi ratusan jiwa di wilayah tersebut masih menjadi tanda tanya besar.

Kondisi ini memicu reaksi keras dari warga dan tokoh masyarakat setempat, mengingat ancaman bencana susulan kembali terjadi pada 18 Desember 2025 lalu.

Menanggapi keluhan warga, Ketua DPRD Kabupaten Sukabumi, Budi Azhar Mutawali, angkat bicara. Ia mengklaim pemerintah daerah telah berupaya melakukan langkah penanganan, meski mengakui prosesnya belum tuntas sepenuhnya.

"Saya melihat pemerintah sudah bekerja dalam hal ini," ujar Budi dalam keterangan yang diterima sukabumiupdate.com, Selasa (23/12/2025).

Meski demikian, fakta di lapangan menunjukkan warga Kampung Gempol masih bertahan di rumah-rumah yang mengalami keretakan, sementara pergerakan tanah terus berlangsung. Janji relokasi yang disampaikan sejak awal bencana hingga kini belum terealisasi secara konkret.

Baca Juga: Tangis Yeni Warga Gempol: Setahun Bertahan di Rumah Retak, Tidur di Dapur-Keluar Masuk Lewat Jendela

Budi menuturkan, DPRD Kabupaten Sukabumi telah berulang kali mendorong pemerintah daerah agar bergerak lebih cepat dalam penanganan pascabencana. Dorongan tersebut disampaikan melalui rapat kerja dan forum resmi bersama organisasi perangkat daerah (OPD) terkait.

"Kami di DPRD terus mendorong dan mempertanyakan langkah sejauh ini, serta menginstruksikan percepatan penanganan pascabencana melalui rapat kerja dengan dinas terkait," katanya.

Terjaut relokasi, Budi mengungkapkan bahwa pemerintah daerah telah mengajukan pembangunan hunian tetap (huntap) ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Pengajuan tersebut tidak hanya untuk Kampung Gempol, melainkan ribuan warga terdampak bencana di berbagai wilayah Kabupaten Sukabumi.

Baca Juga: Harapan Penyintas dan PR Pemerintah dalam Penanganan Pascabencana Sukabumi

"Untuk relokasi pembangunan huntapnya sudah diajukan ke BNPB bahkan bukan hanya kampung gempol. Ada sekitar 9 ribu lebih yang sudah diajukan ke BNPB dan terakhir itu setelah verifikasi ajuan itu ada 5.300 an yang diajukan ke BNPB termasuk yang Kampung Gempol," ungkapnya.

Ia menegaskan DPRD Kabupaten Sukabumi akan terus menekan pemerintah daerah agar memperjuangkan relokasi seluruh warga terdampak bencana.

"Yang jelas kita akan terus menyampaikan ini ke pemerintah agar terus melakukan langkah - langkah konkrit agar pemerintah memperjuangkan untuk relokasi pembangunan semua masyarakat yang terdampak bencana," tandasnya.

Meski data birokrasi terus berjalan, kondisi psikologis warga di titik nol bencana semakin tertekan. Tokoh masyarakat sekaligus Ketua Posko Bencana Kampung Gempol, Hasim, menyebut warga kini telah kehilangan kepercayaan kepada pemerintah.

Baca Juga: Jalan Rusak Bangbayang Paksa Ibu Baru Lahiran Ditandu, Ini Kata PU dan Ketua DPRD Sukabumi

"Yang jelas warga di sini merasa ketakutan, tidak ada ketenangan jiwa dan raga. Ini sudah satu tahun berjalan. Kejadiannya 4 Desember 2024, lalu terulang lagi 18 Desember 2025. Artinya ancaman itu nyata," ujar Hasim saat ditemui sukabumiupdate.com, Sabtu (20/12/2025).

Hasim membeberkan bahwa pascabencana tahun lalu, warga sempat dijanjikan Dana Tunggu Hunian (DTH) sebesar Rp600 ribu per bulan selama enam bulan sembari menunggu relokasi. Namun, hingga detik ini, dana tersebut tak pernah sampai ke tangan warga.

"Waktu itu dijanjikan semua korban akan dapat DTH dan direlokasi. Lokasi relokasi juga sudah disebutkan, dekat desa, tanahnya sekitar tujuh hektare. Bahkan pembagian lokasi untuk RT sudah diatur. Tapi sampai sekarang, alat berat tidak pernah turun, pembangunan tidak berjalan, dan DTH pun tidak pernah kami terima," ungkapnya.

Ia mengaku mendapat tekanan dari masyarakat yang terus mempertanyakan janji pemerintah yang tak kunjung terwujud tersebut.

“Jangan hanya janji. Warga butuh realisasi. Kalau begini terus, warga bertanya-tanya, apakah harus menunggu ada korban jiwa dulu baru bergerak,” tegasnya.

Terkait jumlah rumah terdampak, Hasim menjelaskan bahwa berdasarkan pernyataan tim geologi, seluruh wilayah Kampung Gempol telah dinyatakan sebagai zona merah dan tidak layak huni. Dari total 113 kepala keluarga yang terdata, hasil verifikasi terakhir menetapkan sebanyak 101 rumah dan KK yang berhak direlokasi.

"Yang menyatakan zona merah itu bukan kami, tapi pihak geologi. Kampung Gempol ini dinyatakan tidak aman. Fakta di lapangan, bangunan terus roboh dan retak," ucapnya.

Editor : Denis Febrian

Tags :
BERITA TERKAIT