Sukabumi Update

Mengenal Budaya Sunda, Tata Cara Berbusana Anak yang Sudah Ada dari Dulu

Dalam budaya Sunda, terkait busana sudah diatur dari lahir hingga dewasa (Sumber : pixabay/masbebet)

SUKABUMIUPDATE.com - Pangsi ataupun bedahan, merupakan jenis busana khas Sunda yang sudah familiar di telinga banyak orang. Tapi ternyata busana khas Sunda tidak sesederhana itu loh. Bahkan bayi pun memiliki pakaian sendiri tergantung usianya.

Menurut buku “Pakaian Tradisional Jawa Barat” yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sekarang kemdikbudristek tahun 1988, disebutkan bahwa pada bayi usia 0-3 bulan itu biasanya dibedong.

Ada maksud dan nilai budaya di dalamnya, seperti apabila bayi baru dilahirkan, sesudah dimandikan lalu di bedong, kemudian bayi ditaruh di atas ayakan, dibawa ke luar sejenak, agar dihindarkan dari segala keburukan. di situ tertulis cara ini sebagai “membuang bayi”.

Baca Juga: 8 Mitos Pamali Kepercayaan Masyarakat Sunda, Nomor 5 Sering Dilanggar!

Dirangkum dari sumber yang sama, berikut beberapa kebiasaan atau budaya khas Sunda terkait busana dan cara memakainya sebelum usia 7–8 tahun :

1. Bayi Usia 3–6 Bulan

Busana yang digunakan: Ambet, kutang, popok.

Cara pemakaian:

  • Ambet dipakaikan pada bagian perut bayi.
  • Popok yang terbuat dari sobekan kain panjang, dililitkan pada tubuh bayi dari pinggang hingga ujung kaki.
  • Kutang, yakni baju tanpa lengan, dipakaikan dengan tali di bagian belakang tubuh bayi.

Baca Juga: Mengenal Pakaian Adat Sunda; Sejarah dan Bentuknya

Kelengkapan/perhiasan yang digunakan: Suweng/anting-antingan kecil

Anak perempuan, biasa diberi lubang pada kedua kuping sebelah bawah. Di dalam bahasa Sunda dikenal dengan nama ditindik. Kedua kuping ini dilubangi dengan jarum yang sudah diikat benang. Sebelumnya, kuping diberi kunir dan minyak kelapa yang dioleskan pada titik di mana kuping akan ditindik. Jarum ditusukkan pada kuping dan benangnya ditalikan, sehingga menyerupai lingkaran kecil.

Gunanya agar lubang tindik tidak merapat kembali. Setiap hari diolesi dengan kunir yang di beri minyak kelapa agar tidak infeksi. Menindik bayi dilakukan pada usia tiga bulan. Lubang tindikan ini apabila sudah sembuh, diberi suweng (giwang) bundar kecil (Sd = pelenis) atau anting-anting kecil.

Anting ini selain berfungsi sebagai hiasan, juga menjaga agar Iubang tindikan tidak merapat kern bali. Anting-anting dan suweng merupakan hiasan untuk wanita seumur hidup.

Baca Juga: Contoh Babasan Sunda dalam Karakter "Cageur": Abong Biwir Teu Diwengku

Kalung

Apabila anak dirasakan sering sakit-sakitan, maka anak tersebut biasanya diberi kalung khusus yang sudah diberi jampi-jampi.

  • Kalung terbuat dari benang hitam yang di tengah-tengahnya diberi mantra-mantra yang dibungkus dengan kain hitam.
  • Kalung dari benang hitam, di tengah-tengahnya diberi ruas bambu kuning. Sebelum digunakan, kalung ini sudah diberi mantra.
  • Gelang yang terbuat dari benang yang telah diberi mantra.
  • Benang hitam yang telah diberi mantra, dan dilingkarkan pada pinggul bayi.

Fungsi kalung dan gelang ini adalah menjaga kesehatan dan terhindar dari gangguan mahluk halus.

Baca Juga: 6 Kota di Dunia yang Namanya Mirip dengan Bahasa Indonesia dan Sunda

2. Bayi berusia 6 bulan–1 tahun

Apabila anak sudah dapat tengkurap, ambet tidak digunakan lagi, diganti dengan oto. Oto merupakan kain yang berbentuk trapesium sama kaki. Pada tiap sudutnya diberi tali. kain ini dapat dibuat dari kain-kain perca atau sisa-sisa kain yang dijahit secara beraturan dan estetis. Sehingga menimbulkan sifat kreatif dan rasa hemat bahan, karena dibuat dari kain-kain sisa.

Cara pemakaian:

  • Mula-mula sudut atasnya diletakkan pada dada.
  • Kedua tali pada sudut atas dililitkan pada leher dan disimpulkan pada tengkuk (pundak)
  • Dua buah tali pada ujung bawah, dililitkan melalui pinggang bagian belakang, dan dililitkan di perut.

Fungsi oto adalah untuk melindungi bagian dada dan perut anak.

Baca Juga: 5 Karakter Kesundaan yang Identik dengan Babasan Sunda

3. Anak berusia 1–6 tahun

Apabila anak sudah berumur satu tahun, di mana anak sudah diperkirakan dapat berjalan, busananya adalah:

Celana kodok

Celana kodok adalah celana anak-anak yang menyatu dengan baju. Belahan bajunya di bagian belakang, mulai dari pundak hingga kira-kira sebatas pinggang bagian belakang. Di tengah-tengah celana bagian depan, dibuat kantung yang agak besar. Celana kodok dapat dipergunakan oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Bagi anak laki-laki, celana kodok biasa digunakan hingga usia lima atau enam tahun. Tetapi anak laki-laki maupun perempuan telah bisa menggunakan busana lain sejak usia dua tahun. Di antaranya adalah :

Busana anak laki-laki:

Celana pokek, berwarna hitam atau putih sebatas di atas lutut. Kain sarung poleng, atau kain sarung batik dan baju kampret.

Baca Juga: Sejarah, Fase-Fase Perkembangan yang Terjadi di Jawa Barat

Cara pemakaian:

  • Celana pokek, dipakai dengan menalikan tali celananya df muka bagian perut.
  • Kain sarung: Kain sarung ada dua macam, yakni kain sarung poleng dan kain sarung batik. Kain sarung poleng, yakni kain sarung yang bermotif kotak-kotak. Kain sarung batik, yakni kain sarung yang bermotif batik. Untuk anak-anak, digunakan kain sarung kecil (kain sarung yang berukuran kecil).

Cara memakai kain sarung :

  • Mula-mula kain sarung disarungkan pada tubuh, hingga sisi atasnya sebatas pinggang.
  • Pegang sisi atasnya oleh kedua belah tangan.
  • Bentangkan ke arah samping.
  • Lipat sisi kain yang dipegang oleh tangan kiri, ke arah depan kanan.
  • Kemudian lipat sisi kain yang dipegang oleh tangan kanan, ke arah depan kiri, hingga kedua lipatan kain dari kiri dan kanan bertumpu di tengah pinggang bagian depan.
  • Gulungkan tumpuan lipatan kain, gulungkan ke arah luar sebanyak dua atau tiga kali.

Baca Juga: 5 Wisata Alam di Jawa Barat yang Diselimuti Kisah Legenda

Cara memakai baju kampret, yakni : dengan mengancingkan kancingnya di bagian depan.

Ada kalanya anak laki-laki pada usia ini memakai baju sesukanya. Seperti pada waktu bermain lumpur, memandikan kerbau, atau main hujan-hujanan, mereka bertelanjang (tanpa busana). Begitu pun pada waktu mereka bermain sehari-hari, ada yang hanya memakai celana pokek saja tanpa baju, atau hanya memakai kain sarung saja.

Busana anak perempuan:

Kain sarung batik kecil, kain kebat kecil, kebaya.

Cara memakai kain sarung kecil:

  • Kain sarung disarungkan pada tubuh, sebatas pinggang.
  • Sisi atasnya dipegang oleh kedua belah tangan, bentang kan ke samping kiri dan kanan.
  • Lipat sisi kain sebelah kanan ke tengah pinggang depan atau agak ke kiri.
  • Lipat sisi kain sebelah kiri ke tengah pinggang depan, atau agak ke sebelah kanan.
  • Ujung kain dari sebelah kiri disisipkan ke dalam lipatan kain pada pinggang.

Cara memakai kain kebat kecil:

  • Kain dibentangkan pada tubuh bagian belakang.
  • Ujung· kanan kain yang dipegang oleh tangan kanan, lipat ke tengah pinggang bagian depan atau agak ke sebelah kiri.
  • Lingkarkan sisi kain dari sebelah kiri ke depan, ke pinggang sebelah kanan, ke belakang dan ke. depan, hingga ujung kain berada pada tengah pinggang depan atau agak ke sebelah kanan.
  • Selipkan ujung kain pada belitan kain di pinggang.

Cara memakai kebaya:

  • Kebaya dipakaikan pada tubuh.
  • Rapatkan kedua sisi belahan kebaya bagian depan, di dada, kemudian memakai penitik.

Itulah budaya pakaian khas Sunda untuk anak baru lahir hingga usia sebelum sekolah usia 7–8 tahun. Semoga kita bisa lebih mengenal busana-busana khas setiap daerah yang sekarang sudah semakin ditinggalkan.

Sumber: kemdikbud.go.id

Editor : Dede Imran

Tags :
BERITA TERKAIT