Sukabumi Update

Tan Deseng, Sang Maestro Karawitan Sunda Meninggal di Usia 80 Tahun

SUKABUMIUPDATE.com - Tan Deseng adalah seorang seniman, budayawan dan musisi kesenian tradisional Sunda. Sang maestro karawitan Sunda itu, telah meninggal di usia 80 tahun pada Minggu siang, 6 November 2022.


Kabar tersebut dikonfirmasi langsung lewat akun Facebook sahabat senimannya yaitu Boy Worang.


“Saya belum bisa berkata-kata, selain mengucapkan selamat jalan saudaraku, Maestro Karawitan Sunda. Semoga tenang bersama Nya” tulis Boy Worang, seperti yang dikutip dari Tempo.co.


Sang Maestro Karawitan ini dikabarkan meninggal dunia karena menderita penyakit pernapasan dan pencernaan. Demi kesehatannya, selama hidup ia terus mengunjungi rumah sakit untuk mengobati penyakitnya.


Menurut Boy Worang, sebelum meninggal Tan Deseng sempat dirawat di Rumah Sakit Rajawali, Bandung selama beberapa hari. Selama perawatan intensif, sang seniman harus dibantu dengan banyak alat pernafasan. Sempat dinyatakan membaik, pada Minggu pagi semua alat bantu pernafasan yang terpasang dilepaskan. Namun sekitar pukul 13.30 WIB, Tan Deseng menghembuskan nafas terakhir.


Jenazah Tan Deseng akan disemayamkan selama tiga hari di di Rumah Duka Yayasan Dana Sosial Priangan (YDSP), Jalan Nana Rohana, Warung Muncang, Kota Bandung.


Maestro Karawitan Sunda Berdarah Tionghoa


Lahir pada 22 Agustus 1942, Tan Deseng memiliki darah Tionghoa yang kenal dengan budaya karawitan. Pada 2015, ia memperoleh gelar maestro dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.


Tan Deseng adalah seorang etnomusikolog Sunda dan master musik tradisional Cina. Ia lahir dan menghabiskan masa kecilnya di Jalan Tamim, Bandung. Keahliannya dalam seni Sunda tidak lepas dari pengaruh lingkungan yang membawa keindahan musik dan tarian Sunda yang ia dengar dan lihat setiap hari.


Kepiawaian Tan Deseng dalam seni rupa Sunda telah diakui oleh publik nasional dan internasional, sebagaimana diungkapkan oleh publikasi di jurnal untirta.ac.id karya Tan Deseng, seniman Sunda dari komunitas Tionghoa di wilayah Kota Bandung. Pada 1990-an, ia juga mendapat pengakuan oleh penonton di Cina dan Jepang yang menyaksikan Tan Deseng dan beberapa anggota keluarganya menampilkan kesenian tradisional Sunda di depan mereka.


Tan Deseng juga diapresiasi oleh musisi seperti Remy Silado. Menurut Remy, Tan Deseng sangat memahami sejarah Cina dan bisa membedakan dinasti berdasarkan peristiwa sejarah. Ia juga dapat menulis huruf Cina hingga di tingkat kaligrafi.


Sumber: Tempo.co (Nadia Raichan Fitrianur)


#SHOWRELATEBERITA


Writer: Ikbal Juliansyah


Editor : Fitriansyah

Tags :
BERITA TERPOPULER
BERITA TERKINI