Sukabumi Update

Riwayat Para Penghulu di Indonesia dan Jejak RH Achmad Djoewaeni di Sukabumi

Potret R.H Achmad Djoewaeni. Tokoh agama, pendidikan dan pemerintahan sekaligus penghulu pengadilan agama di Sukabumi pada masa Hindia Belanda (Sumber: dok/Irman Firmansyah

SUKABUMIUPDATE.com - Sosok RH Achmad Djoewaeni tak bisa dilepaskan dari sejarah para penghulu dan Pengadilan Agama (PA) di Indonesia khususnya Sukabumi Jawa Barat. Kisahnya cukup menarik untuk ditelusuri.

Melansir situs pa-sukabumi.go.id, Pengadilan Agama di Indonesia berdiri sejak tahun 1882, sesuai keputusan Raja Belanda tanggal 19 Januari 1882 tentang Peraturan Peradilan Agama di daerah Jawa dan Madura.

Penulis sejarah Sukabumi, Irman Firmansyah menuliskan kisahnya dalam tulisan yang dimuat utuh dalam artikel ini.

Berawal dari kepenghuluan atau disebut juga pengadilan agama di Indonesia terutama di Jawa secara jelas mengacu pada Staatsblad tahun 1882 No.152, yang mengatur komposisi pengadilan agama.

Terdiri dari seorang penghulu sebagai ketua dan 3 sampai 8 orang sebagai anggota. Tugasnya menetapkan perkara yang harus diputuskan menurut hukum Islam seperti perihal perkawinan, pembagian warisan dan lain sebagainya, penghululah sebagai pemutusnya.

Peraturan ini dikuatkan dengan Staatsblad tahun 1882 No.152. Sukabumi sendiri baru muncul ketentuan tentang penghulu sejak dibentuknya afdeling Sukabumi tahun 1870.

Baca Juga: Sukabumi Kini Punya Galeri Arsip, Irman Sufi: Pusat Data dan Kajian Sejarah

Penghulu pertama ditunjuk 2 tahun kemudian, diangkatlah R.H Husen bin R.H Hamzah yang merupakan ayah dari RH. Achmad Djoewaeni sebagai penghulu Sukabumi. Beliaupun lebih terfokus mengurusi talak, kawin, cerai serta pengurusan imam, muazin dan merbot di mesjid-mesjid.

Persyaratan calon penghulu baru muncul sekitar tahun 1894 dimana sang calon harus menyertakan biodata. Saat muda beliau berguru ke Makkah dan Madinah selama beberapa tahun.

R.H.Achmad Djoewaeni yang lahir pada tanggal 23 Juli 1876, sebagai anak keempat dari Ibu bernama Ny. R. Aisyah. Saudara-saudara beliau yang lain yaitu R. Moh Uwoh, Ny. R. Salamah, R. Habibah, R.H Abu Bakar, R.H Haris, R.H. Sulaeman, R.H Abdullah, Ny. R. Sahriah, R.H Hasbullah, dan R. Abdul Halim.

Beliau sempat menjabat khalifah di distrik Gunung Parang sejak juli 1900, dan kemudian diangkat sebagai wakil penghulu landraad. Beliau baru diangkat sebagai penghulu secara resmi oleh Pemerintah Hindia Belanda pada usia 36 tahun yaitu pada tanggal 11 November 1912 dengan didampingi oleh ajun Penghulu R.H. Ahmad Soedjoeri, Pelantikan dilaksanakan pada tanggal 3 april 1913.

Beliau sangat aktif dalam dunia Pendidikan, pada tahun 1915 beliau mendirikan lembaga pendidikan Islam formal yang pertama Bernama Ahmadiahschool Soekaboemi, yang dibangun di atas tanah miliknya seluas 2.700 m2. (Sekolah yang hingga kini masih menjadi sarana pendidikan bagi generasi penerus bangsa, di jalan Veteran I nomor 36, Gunung Parang, Cikole, Kota Sukabumi).

Pada masa tersebut memiliki jabatan tersebut tentunya sangat terhormat dan cukup kaya, konon gajinya sekitar 75 gulden. G.F Pijper melukiskan beliau sebagai seseorang yang pandai dan beradab, serta memiliki kecenderungan meniru kehidupan bangsa Eropa dengan sangat hati-hati.

Baca Juga: 1 April atau 15 Juli? Irman Sufi: Sukabumi dari Kotta ke Gemeente kembali ke Kota

Tahun 196 beliau mengadakan pertemuan dengan para tokoh Sukabumi dan Batavia dalam rangka pembentukan komite Tangguh Hindia Belanda untuk kelayakan masyarakat.

Staatsblad No. 119, tahun 1917 berisi ketetapan bahwa penghulu landraad menjabat selain sebagai penghulu juga sebagai imam masjid sehingga otomatis R.H Achmad Djoewaeni menjabat juga sebagai imam mesijid Agung. Tugasnya mengepalai seluruh pegawai masjid Agung serta mengatur ikhwal peribadatan, mengimami sholat, menjadi khatib, mengurus kas masjid dll.

Secara umum tugas beliaupun sangat luas tidak seperti penghulu sebelumnya. Selain sebagai qadi/hakim yang mengurusi nikah, talak, cerai rujuk, juga sebagai mufti yang menjadi penasihat pengadilan umum serta bupati. Tugas lainnya juga melakukan penyuluhan soal penyakit dan mengawasi pesantren, tugas yang agak riskan karena seringkali berurusan dengan pendapat ulama lain.

Maka tak heran terjadi friksi antara Achmad Djoewaeni dan ulama lain, misalnya soal pengaturan uang zakat serta transliterasi Al Quran ke latin. Namun beliau juga menyelesaikan friksi tersebut dengan bijak.

Melalui diskusi mempertemukan ulama pakauman yaitu KH Uyek Abdillah dengan KH Ahmad Sanoesi dalam sebuah majlis pada bulan maret tahun 1921.

Saat pengangkatan Bupati pertama Sukabumi yaitu Suryanatabrata bulan Juli 1921 beliau menjelaskan sejarah Sukabumi hingga menjadi kabupaten secara Panjang lebar, menandakan pengetahuan sejarahnya yang luas.

Baca Juga: Imlek 2022, Irman Sufi Rilis Buku Hikayat Masyarakat Tionghoa Sukabumi

Bercerita dalam Bahasa sunda tentang sejarah sejak tahun 1871 sebagai pemekaran wilayah, kemudian perubahan Cikole menjadi Gunungparang tahun 1841 serta mengucapkan selamat atas nama masyarakat.

Beliau juga kerap diminta bantuan sebagai saksi ahli dalam kasus pengadilan seperti kasus bapak Adna dan Haji Padil tentang perampokan pada agustus 1921.

Tahun 1928 beliau diangkat sebagi hoofd panghoeloedan setahun kemudian mendapatkan penghargaan bintang perak besar atas kesetiaan dan prestasinya.

R.H. Achmad Djoewaeni sempat menuntut ilmu ke Madinah, Makkah, Mesir dan Palestine sekalian beribadah selama 10 bulan (1929-1930) memanfaatkan fasilitas cuti asing. Beliau wafat pada 25 Mei 1940 beberapa bulan sebelum masuknya Jepang ke Hindia Belanda.

Beliau meninggal sesudah pension beberapa bulan sebelumnya dari jabatan Penghulu selama 28 tahun. Kondisinya sakit-sakitan, namun hingga akhir hayat beliau dikenal sebagai ulama yang punya pengetahuan agama yang luas, kebijakan dan kemanusiaan. Dr GF Pijfer menyebutnya sebagai orang Sunda dengan roh dan budaya yang baik, selain abdi pemerintah yang setia.

Editor : Fitriansyah

Tags :
BERITA TERKAIT