Sukabumi Update

Lebak Cibedug, Situs Prasejarah Zaman Megalitikum Tempat Peribadatan Nenek Moyang

Lebak Cibedug merupakan situs prasejarah dengan latar kebudayaan zaman megalitikum. (Sumber : Instagram/@raynardthanpontoh).

SUKABUMIUPDATE.com - Lebak Cibedug adalah situs peninggalan prasejarah yang berasal dari kebudayaan megalitikum. Situs ini berbentuk punden berundak dengan enam teras, dilengkapi altar dan sejumlah batu berdiri (menhir) pada setiap terasnya.

Secara administratif, Situs Lebak Cibedug berada di Kampung Cibedug, Kelurahan Citorek Barat, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten. Lokasinya ada di ketinggian sekitar 877 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Punden ini memiliki denah berbentuk segi empat, terdiri dari beberapa tingkatan ruang atau halaman yang semakin tinggi ke arah belakang. Akses masuknya berada di sisi barat, melalui tangga dengan sekitar 30 anak tangga. Di area pintu masuk ini terdapat sebuah menhir berukuran besar yang menjadi penanda.

Struktur dan Fungsi Situs Lebak Cibedug

Situs megalitik Lebak Cibedug menyimpan beragam tinggalan budaya seperti batu tegak, batu datar, dan tahta batu, dengan punden berundak sebagai elemen paling sakral. Struktur keseluruhannya mencakup tiga punden yang ketinggiannya meningkat dari barat ke timur.

Punden pertama yang berada di bagian barat adalah bagian terendah, sementara punden kedua terletak di tengah sebagai area transisi. Punden ketiga, yang terletak di bagian timur, adalah bagian inti sekaligus paling tinggi dari keseluruhan kompleks.

Situs prasejarah Lebak Cibedug. | Instagram/@cioranismSitus prasejarah Lebak Cibedug. | Instagram/@cioranism.

Fungsi Religius Punden Berundak Lebak Cibedug

Punden berundak seperti di Lebak Cibedug dan wilayah lain di Banten serta Jawa Barat diperkirakan dibangun pada masa ketika manusia mulai hidup menetap, bertani, dan beternak, yaitu sekitar zaman Neolitikum (2500–1500 SM). 

Pada masa itu, manusia sudah mengenal konsep religi yang diwujudkan melalui ritual penghormatan terhadap roh nenek moyang.

Masyarakat pada masa itu percaya bahwa roh nenek moyang berhubungan erat dengan alam tempat tinggal mereka. Roh-roh tersebut diyakini memiliki kekuatan yang mampu memberikan berkah atau bencana melalui fenomena alam. 

Untuk menghormati roh nenek moyang, mereka membangun monumen seperti punden berundak sebagai sarana peribadatan.

Punden berundak didirikan di tempat tinggi, melambangkan kedudukan roh nenek moyang yang lebih tinggi dari manusia biasa. Tempat tinggi ini sering dikaitkan dengan konsep surga, kahyangan, atau parahyangan. 

Dalam upaya mewujudkan konsep abstrak tersebut, masyarakat menciptakan struktur fisik yang dapat diakses oleh indra manusia.

Perkembangan Konsep Punden Berundak

Konsep punden berundak sebagai tempat pemujaan terus digunakan dan mengalami perkembangan, bahkan setelah pengaruh Hindu-Buddha masuk ke Indonesia. Struktur ini menjadi salah satu bentuk awal dari arsitektur ritual di nusantara yang bertahan hingga zaman berikutnya.

Sumber: Kemdikbud

Editor : Ikbal Juliansyah

Tags :
BERITA TERKAIT