SUKABUMIUPDATE.com - Bagi wisatawan yang berkunjung ke Pantai Karanghawu di Desa Cisolok, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, pasti tidak asing lagi dengan tempat wisata spiritual Keramat Gunung Winarum. Lokasi objek wisata berbentuk bukit ini tepat berada di atas bebatuan karang pantai Karanghawu.
Sejarah nama Karanghawu, disebut-sebut karena di lokasi itu, banyak tumpukan batu karang yang menyerupai hawu (tungku). Sementara untuk menuju puncak perbukitan wisata spiritual gunung winarum, pengunjung harus berjalan kaki menaiki tangga. Dari atas bukit pengunjung akan dimanjakan pemadangan indahnya suasana pantai dari ketinggian.
Menurut beberapa sumber, objek wisata ini, sangat erat kaitannya dengan mitos atau legenda penguasa laut selatan Nyi Roro Kidul dan penyebaran agama Islam di bagian Selatan Kabupaten Sukabumi. Terdapat dua bukit dengan latar belakang pepohonan rindang yang sejuk nan asri, yaitu Gunung Winarum dan Gunung Rahayu. Konon ceritanya, tebing yang menjorok ke laut itu, merupakan singgasana Nyi Roro Kidul.
Di bukit tersebut juga terdapat beberapa makam, diantaranya makam Syekh Hasan Ali ulama besar Sukabumi, serta makam Nyi Mayang Sari Naga Sari. Kedua makam itu, sangat dikeramatkan warga.
Disebutkan Syekh Hasan Ali merupakan seorang ulama besar di daerah Sukabumi. Dan Gunung Winarum adalah saksi bisu pertemuan 40 ulama besar dalam penyebaran agama Islam di daerah Selatan Kabupaten Sukabumi.
Kemudian ada sebuah bangunan yang dipercaya sebagai tempat persingggahan Nyi Roro Kidul. Di dalam ruangan, terdapat lukisan besar menggambarkan sosok Nyi Roro Kidul. Ruangan itu didekorasi dengan dominasi warna hijau. Tempat ini sering dikunjungi peziarah, khususnya pada malam Jumat.
Di sebelah bangunan, juga terdapat makam Eyang Sanca Manggala, Eyang Jala Mata Makuta, dan Eyang Lendra Kusumah. Ketiga makam tersebut merupakan makam ara penyebar agama islam di kawasan Selatan Sukabumi yang diutus oleh para wali.
Di dekat makam keramat itu, ada sebuah cekungan batu karang yang selalu berisi air. Para peziarah percaya, membasuh muka dan mandi menggunakan air di cekungan itu membawa berkah. Tak sedikit pengunjung membawa air dari batu cekukangan itu menggunakan botol atau jerigen.
Sementara di puncak Pegunungan Rahayu terdapat makam tokoh penyebar agama Islam lainnya, yang bernama Raden Dikudratullah dan Raden Cengkal, keduanya adalah keturunan dari Sunan Gunung Jati.
Pantai Karanghawu dan kedua gunung itu, pada hari tertentu ramai dikunjungi peziarah yang ingin bertemu dengan Nyi Roro Kidul.
Salah seorang juru kunci senior, Abah Abun Setiawan (80 tahun) yang telah mengabdi menjadi juru kunci di Gunung Kramat Karanghawu sejak tahun 1975, mengatakan bahwa ia menjadi juru kunci mengikuti jejak dari Enah sang nenek yang terlebih dahulu menjadi juru kunci sebelumnya di lokasi itu.
Baca Juga: Abah Abun Kecewa Dicoret dari Juru Kunci Gunung Winarum: Konflik dengan Pemdes Cisolok
Abah Abun juga mengaku turut serta membangun akses jalan, musala, hingga mengalirkan air bersih ke atas bukit. Salah satu kontribusi besarnya adalah menciptakan Sumur Tujuh pada tahun 1977, yang kini menjadi tempat pemandian spiritual.
"Saya sudah berada di lokasi itu sejak tahun 1975, meneruskan kiprah Nenek Enah, nenek saya dalam menjaga makam para penyebar agama islam," ujar Abun pada sukabumiupdate.com di Pengadilan Negri Cibadak, Rabu (12/2/2025).
"Dulu, waktu saya mulai, jalan ke sini masih setapak, belum ada tangga. Kami membangun tempat ini dari donasi para peziarah, ahli spiritual, dan pengusaha. Sekarang sudah jauh lebih tertata," tambahnya.
Kekinian Abah Abun mengaku kecewa karena diirinya di coret oleh Pemerintah Desa Cisolok sebagai dari kepengurusan situs spiritual tersebut.
Melalui surat yang ditandatangani Kepala Desa Cisolok, Hendi Sunardi, pada 20 Januari 2025 lalu yang menegaskan bahwa Abah Abun tak lagi menjadi bagian dari kepengurusan. Bahkan foto Abah Abun yang sebelumnya terpajang di area sakral sebagai juru kunci ikut dicoret.
Kepala Desa Cisolok, Hendi Sunardi, saat dikonfirmasi menjelaskan bahwa pencoretan nama Abah Abun dari kepengurusan berkaitan dengan gugatan hukum yang diajukannya terhadap pemerintah desa terkait sengketa tanah kas desa.
"Artinya kan dia tidak masuk kepengurusan lagi, karena dia menggugat pemdes (pemerintah desa). Kita sudah beritikad baik, berupaya mediasi, tapi kalau sudah masuk meja hijau, beda ceritanya," kata Hendi.
Menurutnya, lahan yang ditempati Abah Abun selama ini merupakan tanah kas desa, baik yang berada di bawah Gunung Winarum maupun padepokannya.
"Dia tinggal di tanah kas desa, termasuk yang ada di bawah gunung. Itu tanah yang sedang disengketakan," jelasnya.
Hendi menegaskan bahwa Gunung Winarum adalah aset desa, sehingga kepengurusannya harus mengikuti aturan yang ditetapkan pemerintah desa.
"Kalau bicara dari tahun 70-an, dia bukan orang sini, hanya menikah dengan orang sini. Jadi bukan berarti melarang dia untuk beraktivitas, itu hak setiap warga negara, tapi dalam kepengurusan ada aturan yang harus diikuti," tegasnya.
Editor : Syamsul Hidayat