Sukabumi Update

Ngabungbang, Tradisi Sakral Pencak Silat di Kabupaten Sukabumi

SUKABUMIUPDATE.COM - Banyaknya suku yang mendiami negeri ini melahirkan begitu banyak tradisi. Masing-masing suku mempunyai tradisi dan budayanya masing-masing, sehingga Indonesia kaya akan ragam tradisi.

Dari sekian banyak tradisi tersebut, ada yang terus berkembang dan bertahan, ada yang menjadi karakter andalan industri pariwisata, pun ada juga yang hilang bak ditelan bumi, karena berjibaku dengan zaman yang terus berkembang.

Di Jawa Barat, dari sekian banyak tradisi yang hilang tak berjejak, tidak sedikit yang mampu bertahan dari derasnya hantaman arus modernisasi. Tradisi Ngabungbang salah satunya, yang hingga kini masih tetap lestari.

Ngabungbang, dalam Bahasa Sunda, berasal dari kata Nga, yaitu kata kerja dalam konteks Ngabungbang, bermakna ngahijikeun atau menyatukan. Bungbang artinya membuang atau membersihkan. Sehingga Ngabungbang bermakna membersihkan diri, dalam sebuah ritual mandi suci dengan niat menyatukan cipta, rasa, dan karsa untuk membuang semua prilaku yang tidak baik, secara lahir maupun batin.

“Tujuannya tak lain bermunajat kepada Allah SWT untuk memohon ampunan dan bertobat dari segala kesalahan yang telah diperbuat. Selain itu memohon kekuatan untuk kebaikan dalam mencapai segala cita-cita hingga mendapatkan peningkatan kualitas pribadi dalam kehidupan,” terang Hidayat Asep, pegiat wisata Sukabumi kepada sukabumiupdate.com, Kamis (15/12).

Menurut keterangan masyarakat Warung Tilu Sukasirna, Desa Mekarmukti, Kecamatan Waluran, Kabupaten Sukabumi, tradisi ini dilaksanakan setiap tahun, pada tanggal 14 Mulud (Rabiul Awal, Kalender Hijriyah). Tradisi Ngabungbang ini, bahkan sudah dilakukan sejak masa menjelang Indonesia merdeka, tahun 1945.

Pendiri Padepokan Uka Saputra adalah yang pertama kali memperkenalkan tradisi Ngabungbang, kemudian hal tersebut dilanjutkan oleh May Mansyur atau Kang Emay.

Sedikitnya 200 orang dari berbagai daerah di Sukabumi seperti dari Kecamatan Waluran, Ciemas, Ciracap, Cibitung, Kalibunder, Surade, dan Jampang Kulon, tumpah ruah dalam Ngabungbang. Bahkan masyarakat dari Lengkong, Purabaya, Cisaat, Warudoyong, dan Cipoho, hadir dalam tradisi Ngabungbang tahun ini.

Sambutan dari sesepuh dan tokoh masyarakat adalah hal pertama yang dilakukan dalam acara ini, kemudian doa bersama melafalkan kalimat tauhid secara berjamaah, dengan taushiyah dari pemuka agama.

Yang menarik dalam Ngabungbang, adanya seni Ngibing yaitu kembangan pencak silat yang diikuti oleh berbagai perguruan pencak silat secara bergantian yang mempertontonkan keindahan seni beladiri silat dari berbagai aliran seperti Cimande, Cianjuran, Cikalong, Sera Depok, dan Cikaretan.

Puncaknya pengisian doa melalui media air, dilakukan oleh sesepuh padepokan, bertujuan mengalirkan energi postif kepada anggota Padepokan.

"Air dalam botol yang sudah diisi doa, lalu dibawa ke Sungai Cipinang untuk digunakan mandi dan diminum sebagai penetral energi negatif," terang Asep.

Dengan Ngabungbang, diharapakan warga dan anggota Padepokan menjungjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, membentuk karakter yang kuat, suci, dan berbudi luhur.

“Semoga pencak silat dan tradisi ini bisa menjadi daya tarik wisata lokal dan internasional, sehingga bisa terus lestari dan bisa dinikmati oleh anak cucu kita,” harap Kang Emay, Ketua Padepokan Pencak Silat Uka Saputra.

Editor : Administrator

Tags :
BERITA TERPOPULER
BERITA TERKINI