Sukabumi Update

Kuda Lumping dan Cepet, Khas Pangumbahan Kabupaten Sukabumi

SUKABUMIUPDATE.com - Alunan musik gamelan mengiringi suasana pagi Kampung Pasir Ceuri RT 01/09 Kedusunan Pananggapan Desa Cikangkung Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi. Tidak lama kemudian, satu persatu warga mulai berdatangan memenuhi halaman rumah salah seorang warga yang sedang hajatan.

Usut punya usut, ternyata alunan musik gamelan tersebut berasal dari pertunjukan kesenian tradisional Kuda Lumping dan Tari Cepet (Topeng) yang diperagakan puluhan penari berusia muda hingga dewasa dari Sanggar Senin Putra Amarta dibawah asuhan Dinta Kurniawan (54) warga Kampung Jaringao RT 04/01 Desa Pangumbahan, Kecamatan Ciracap.

Seperti terhipnotis alunan suara gamelan, para penari kuda lumping mulai beraksi hingga salah satu penari seperti tidak sadarkan diri memakan rumput. Disisi lain, beberapa penari melakukan aksi yang terbilang berbahaya yakni menari sambil memakai topeng diatas dua bilah bambu yang dipasang melintang setinggi kurang lebih dua meter dari tanah.

“Awalnya keberadaan kami hanya untuk melestarikan seni dan mengembangkan bakat, daripada anak-anak keluyuran lebih baik memanfaatkan waktu untuk belajar menari,” ujar Dinta Kurniawan kepada sukabumiupdate.com di sela-sela mengawasi pertunjukan anak asuhannya, Jumat (5/5).

Sanggar seni Putra Amarta yang berdiri tahun 2010 hingga saat ini sudah memiliki 52 orang personil, terdiri dari 30 penari, 4 pawang, 10 Nayaga, 6 pegawai bawah atau tim jagal dan 2 orang yang bertugas mengurus sesajen.

Berkat perjuangan dan ketekunan Dinta, sekarang kesenian tradisionalnya sudah mulai berkembang dan bisa dirasakan oleh masyarakat banyak. Ditambah saat ini semua sudah memiliki seragam, gamelan dan cepet.

“Jadi kalau dapat uang hasil pertunjukan, dimusawarahkan terlebih dahulu. Buat beli baju atau untuk keperluan lain. Tapi kalau tidak ada yang harus dibeli, hasilnya dibagi langsung ke semua personil,” ujar Dinta.

Ada beberapa kesenian yang dimiliki Sanggar Seni Putra Amarta, yakni Tari Kuda Lumping, Tair Bendrong, Tari Barong, Tari Onclong (khusus perempuan) dan Tari Cepet (Topeng). Selain tampil di berbagai wilayah di Kabupaten Sukabumi, sanggar seni Dinta pernah melakukan pertunjukan di Anjungan Jawa Barat Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta.

BACA JUGA:

Dalam Keterbatasan, Garuda Mas Putra Ciracap Kabupaten Sukabumi Lestarikan Warisan Leluhur

Dalam Sejarahnya, Seni Tradisional Media Efektif Dakwah Islam di Sukabumi

Malam Minggu, Karasukan Sukabumi Rekrut Anggota di Jalanan

Biaya sekali manggung untuk memenuhi panggilan mengisi suatu acara, Dinta mematok harga Rp5 juta dengan penampilan siang malam khusus di wilayah Kecamatan Ciracap. Jika melakukan pertunjukkan siang hari, harga yang dipatok hanya Rp3 juta tergantung perhitungan jaraknya.

Bagi personil yang masih sekolah, bisa menyusul usai pulang sekolah jika pertunjukannya dekat. Namun jika jauh apalagi harus keluar daerah, pihak sanggar akan meminta izin dari sekolah. “Kebanyakan memang yang masih sekolah, ada 10 orang,” tandas Dinta.

Mengenai uang saku yang diberikan berdasarkan tingkatannya, dari pemula, yunior hingga senior bervariasi antara Rp25 ribu hingga Rp50 ribu. Keinginan untuk memberikan lebih ada, hanya saja masih ada biaya lain yang harus dikeluarkan seperti sewa sound system dan kendaraan dan sesajen.

“Kalau punya sound system sendiri, mungkin bisa maksimal ngasih uang sabun pada anak-anak,” pungkas Dinta.

Sementara itu anggota Sanggar Seni Putra Amarta, Yeni Kurniawati (43) yang setiap pertunjukan mengurusi masalah seragam dan sesajen mengatakan, jika dari awalnya tidak hobi dan cinta dengan kesenian tradisional mungkin sudah ditinggalkan.

“Kalau dihitung-hitung bisnis, tidak ada lebihnya. Cuma kita melestarikan dan menyalurkan bakat tari anak-anak,” katanya.

Bicara penghasilan, terkadang Yeni harus mengalah dengan anak-anak ketika hasil yang didapat dari pertunjukan pas-pasan. “Sekarang kami pertahankan, apalagi sekarang ada kawasan wisata Geopark,” ungkap Yeni yang mengaku sebelum melakukan pertunjukan ada ritual berkomunikasi dengan karuhun (leluhur).

Sementara itu salah seorang warga, Nina Herlina (30) mengaku sangat terhibur dengan pertunjukkan yang ditampilkan para penari perempuan. “Sangat terhibur, sayangnya tidak sampai malam,” tandas warga Kampung Nangkawangi RT 04/06 Desa Cikangung itu.

Editor : Administrator

Tags :
BERITA TERPOPULER
BERITA TERKINI