SUKABUMIUPDATE.com - Ratusan WNI tercatat sebagai pekerja migran Indonesia menjadi korban TPPO atau Tindak Pidana Perdagangan Orang, sepanjang tahun 2025. Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mendata kasus penipuan paksa atau forced scamming menjadi modus yang paling mendominasi dalam perkara ini.
Data ini diungkap SBMI dalam pemaparan catatan akhir tahun di Jakarta, Kamis, 18 Desember 2025. “Sepanjang tahun 2025, kasus pekerja migran masih didominasi oleh keterpaksaan,” kata Novia Kirana, salah satu penulis Catahu SBMI 2025.
Melansir tempo.co, berdasarkan catatan SBMI, kasus pekerja migran sepanjang 2025 terdata sebanyak 453. Dimana 250 kasus terindikasi muatan pidana perdagangan orang.
Baca Juga: Setahun Menanti Relokasi, 101 KK di Gempol Sukabumi Terjebak di Zona Merah: Ini Respons Ketua DPRD
Kerja paksa dengan modus forced scamming menduduki peringkat tertinggi yaitu sebanyak 135 kasus atau 29,8 persen dari total kasus. Modus tersebut dilakukan di beberapa negara termasuk Myanmar, Kamboja, hingga Laos.
“Forced scamming bukan sektor pekerjaan, tapi ini adalah modus baru perbudakan modern dan juga tindak pidana perdagangan orang lintas negara,” kata Kirana.
Dengan modus ini, pekerja migran dipaksa melakukan penipuan dan diberi target yang harus dicapai. Myanmar tercatat masih menjadi negara tujuan tertinggi dalam kasus TPPO dengan modus forced scamming.
Baca Juga: Aktivis Soroti Penertiban Jogging Track Pantai Citepus yang Dinilai Setengah Hati
Kasus terbanyak kedua terjadi di sektor pekerja rumah tangga (PRT) migran, yakni sebanyak 100 kasus. Contoh dari salah satu kasus yang ditangani oleh SBMI adalah seorang PRT yang menjadi korban TPPO dan mengalami kekerasan seksual berulang.
Sementara itu, kasus terbanyak ketiga adalah di sektor Awak Kapal Perikanan (AKP) dengan jumlah 55 kasus. SBMI mencatat pola pelanggaran di sektor AKP migran terus berulang selama lebih dari satu dekade.
Berbagai masalah yang dihadapi AKP mencakup proses rekrutmen tidak transparan, biaya tinggi, ketidakjelasan administrasi atau masalah dokumen, penahanan ditahan, dan pergantian kontrak secara sepihak.
“Banyak AKP migran tidak memegang kontrak asli, membayar biaya berlebihan, dan tidak menerima gaji penuh. Lemahnya koordinasi lintas negara dan ketiadaan data publik untuk menindak pelanggar justru memperparah kondisi,” tulis SBMI dalam catahu.
Masalah pekerja migran dilatarbelakangi oleh banyak faktor. Salah satunya adalah keterbatasan lapangan pekerjaan. “Janji 19 juta lapangan pekerjaan belum kita dapatkan sampai hari ini,” ujar Kirana.
Ketua Umum SBMI Hariyanto Suwarno mengatakan situasi perlindungan pekerja migran mengalami kemunduran. Sedangkan, perdagangan orang dan kerja paksa masih terus terjadi.
Baca Juga: Beredar Kabar Korban Banjir di Cieurih Belum Dibantu, Kades Datarnangka Angkat Bicara
Namun, kata dia, tahun ini latar belakangnya bukan hanya masalah ekonomi. “Tetapi ada masalah kemiskinan terstruktur dan masif yang mengakibatkan adanya migrasi paksa. Apalagi dihubungkan dengan krisis iklim yang saat ini di hadapan mata kita semua,” ujarnya.
Warga Sukabumi Dalam Jerat TPPO
TPPO menjadi topik hangat di Sukabumi sepanjang 2025. Sejumlah warga Sukabumi tertipu lowongan kerja di luar negeri hingga akhirnya terjerat sindikat. Ada yang bisa pulang ke Sukabumi dengan selamat namun ada juga yang tinggal nama.
Terbaru, nasib 15 warga Sukabumi yang diduga menjadi korban TPPO dikabarkan terjebak di zona perang Thailand dan Kamboja. Informasi ini disampaikan oleh Direktur LBH Pro Ummat, Rangga Suria Danuningrat, berdasarkan keterangan orang tua salah satu korban.
Baca Juga: Minyak Bunga Matahari: Ini Khasiat, Kandungan, dan Kegunaannya
Korban berinisial YY disebut berangkat pada Selasa 9 Desember 2025, tanpa seizin orang tua dan keluarga. “YY ini dikirimi uang Rp15 juta untuk ongkos, sekaligus sebuah HP yang digunakan khusus untuk berinteraksi dengan mantan suaminya di Kamboja,” ungkap Rangga.
YY adalah warga Citamiang, yang berangkat melalui agen yang berada di Sukabumi.. Rangga mengungkapkan bahwa di lokasi agen tersebut tidak hanya terdapat YY tetapi ada 14 warga Sukabumi lain yang akan diberangkatkan bersamaan.
Kabar yang diterima keluarga korban menunjukkan kondisi mengkhawatirkan. Rangga menyebut, berdasarkan informasi dari orang tua, YY saat ini dilaporkan berada di wilayah konflik. “Informasi terakhir dari orang tuanya, YY ini terjebak di lokasi perang, tepatnya di perbatasan Thailand–Kamboja, karena mereka transit terlebih dahulu di Thailand sebelum menuju Kamboja,” pungkasnya.
Editor : Fitriansyah