Sukabumi Update

Residivis, Pelaku Bom Polsek Astana Anyar Tolak Program Deradikalisasi saat di Lapas

Situasi Pasca Bom di Polsek Astana Anyar | Foto: Istimewa

SUKABUMIUPDATE.com - Bom meledak di Polsek Astana Anyar, Bandung Rabu (7/12/2022) menggegerkan media sosial. Ledakan tersebut merupakan aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh seorang laki-laki.

Pelaku sendiri diketahui merupakan seorang residivis kasus terorisme. Pelaku adalah Agus Sujanto alias Agus Muslim alias abu muslim, baru keluar penjara tahun 2021 silam karena terlibat kasus bom panci Cicendo Bandung.

Hal ini ditegaskan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo usai mendatangi TKP bom bunuh di Polsek Astana Anyar. Agus Sujanto alias Agus Muslim, merupakan napi teroris yang pernah dihukum penjara di Lapas Nusakambangan selama empat tahun.

Baca Juga: Aipda Sofyan Didu Gugur, Update Kondisi Korban Bom Bunuh Diri di Polsek Astana Anyar

Melansir dari Tempo.co, mantan terpidana teroris Kurnia Widodo mengatakan pelaku bom Polsek Astana Anyar, Agus Sujatno alias Abu Muslim tidak mau mengikuti program-program deradikalisasi selama di tahanan.

Informasi tersebut, kata Kurnia, ia peroleh dari rekan yang pernah satu sel dengan pelaku.

"Karena pahamnya masih radikal, dulu juga di lapas high risk, jadi tidak kooperatif. Dia tidak mau ikrar, makanya tetap ditahan di lapas tipe high risk," kata Kurnia lewat pesan singkat pada Kamis 8 Desember 2022.

Baca Juga: Baru Keluar Bui 2021, Identitas Pelaku Bom Bunuh Diri di Polsek Astana Anyar

Agus sempat menjalani hukuman di Lapas Kelas II A Pasir Putih Nusambangan, Jawa Tengah dalam kasus bom Cicendo. Ia ditahan selama empat tahun sebelum akhirnya bebas pada Maret 2021 lalu.

Kurnia melanjutkan pelaku juga tidak mau ikrar NKRI saat di Lapas. Selain itu, Agus juga tidak mau dikunjungi aparat atau lembaga pemerintah. Pada acara kewirausahaan juta tidak pernah datang.

"Seperti acara-acara atau kewirausahaan. Tidak berhubungan dengan kelompoknya, dan seterusnya," ujarnya. Soal perilaku Agus tersebut, Tempo belum mendapatkan penjelasan dari pihak Lapas kelas II A pasir Putih Nusakambangan.

Baca Juga: Gempa Sukabumi Terjadi di Zona Benioff, Simak Penjelasannya

Pada Rabu 7 Desember 2022, Agus melakukan aksi bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar usai apel pagi. Dalam peristiwa ini, 11 orang menjadi korban dan di antara korban dinyatakan telah meninggal dunia.

Menurut Kurnia, Agus melakukan aksinya karena ia lihai merakit bom. Sehingga, Agus masih punya kemampuan untuk melakukan aksi bom bunuh diri tersebut. Selain itu, Agus juga diduga masih mempunyai bahan sisa yang masih bisa digunakan.

"Kelihatannya demikian, karena di masa lalu waktu dia tertangkap kasus terorisme bom Cicendo, perannya adalah perakit bom, termasuk mampu meracik bahan. Mungkin juga bahan sisa di masa lalu yang hanya diketahui oleh Agus dan Yayat Cahdiyat," kata dia.

Baca Juga: Berguncang! Gempa Kuat M5.8 Barat Daya Kota Sukabumi, Sesar Cipamingkis?

Menurut keterangan Kurnia, Agus Sujatno masih merupakan satu kelompok dengan Yayat Cahdiyat dan Soleh pada kasus Bom Panci Cicendo.

Kurnia mengaku tidak mengetahui soal jaringan teroris yang terafiliasi dengan Agus. Ia pun menduga pelaku melakukan bom bunuh diri itu secara lone wolf.

"Kalau ke jaringan aku kurang paham, sampai saat ini aku mikirnya dia lone wolf," ujarnya.

Deradikalisasi Perlu Memanfaatkan Eks Napiter

Oleh karena itu, Kurnia pun mengimbau pemerintah untuk memanfaatkan para eks narapidana teroris untuk deradikalisasi. Menurutnya pemerintah saat ini kurang memanfaatkan para napiter.

Baca Juga: 9 Fakta Menarik Lord Rangga Semasa Hidup, Pernah Jadi Manajer Klub Bola

"Akhir-akhir ini memang lembaga-lembaga negara kurang memanfaatkan eks napiter yang telah kembali untuk menderadikalisasi pemahaman kawan-kawan yg baru keluar. Seperti saya, Padahal konter narasi pemahaman radikal itu kita lebih menguasainya, karena kita pernah mengalaminya," ujarnya.

Padahal dalam hal ini, klaim Kurnia, para napiter ini yang paling tahu kondisi di lapangan. Menurut Kurnia, para eks napiter inilah yang paling tahu soal mana yang digolongkan merah ataupun hijau.

"Kita lebih paham kelemahannya. Yang paling penting sih isi kepalanya harus dikonter. Kalau satu dua orang memang gak bisa dideradikalisasi. Biasanya ditandai sebagai eksnapiter merah," ujarnya.

Sumber: Tempo.co

Editor : Dede Imran

Tags :
BERITA TERKAIT