Sukabumi Update

Ketika Curiga Berubah Jadi Perdamaian: Kisah Irfan Amalee dan Eric Lincoln

Co-Founder PeaceGeneration Indonesia Irfan Amalee (kanan) bersama panitia (kiri) dalam konferensi saat agenda UKW PT Aksara Solopos di Hotel Suddha, Bandung, Senin, 24 Februari 2025. | Foto: SU/Oksa Bachtiar Camsyah

SUKABUMIUPDATE.com - Di tengah dunia yang sering dipenuhi ketidakpercayaan, kisah Irfan Amalee dan Eric Lincoln adalah bukti nyata bahwa dialog dapat mengubah rasa curiga menjadi perdamaian. Irfan, seorang pemuda asal Indonesia, dan Eric, warga Amerika Serikat, dipertemukan oleh takdir, meski awalnya hubungan mereka diwarnai prasangka.

Pertemuan pertama keduanya tidak berjalan mulus. Penampilan Irfan yang Islami membuat Eric mencurigainya sebagai anggota Taliban. Sebaliknya, Irfan mengira Eric adalah kaki tangan kelompok Kristen garis keras Amerika yang memiliki agenda tersembunyi. Namun, alih-alih membiarkan prasangka ini memisahkan, mereka, memilih untuk berdialog.

Percakapan demi percakapan mengungkapkan bahwa mereka memiliki visi yang sama: menciptakan dunia yang lebih damai. Persahabatan pun tumbuh dari diskusi yang awalnya penuh curiga. Dari hubungan ini, mereka menemukan tujuan bersama yang lebih besar daripada perbedaan budaya, agama, dan bangsa yang mereka miliki.

Pada 2007, Irfan dan Eric bersama-sama mendirikan PeaceGeneration Indonesia, sebuah organisasi yang didedikasikan untuk menyebarkan nilai-nilai perdamaian. Mereka mengembangkan modul berjudul 12 Nilai Dasar Perdamaian, yang dirancang untuk mengajarkan cara hidup damai kepada berbagai kalangan, mulai anak-anak hingga orang dewasa. Modul ini mencakup nilai-nilai seperti saling menghormati, empati, dan keberanian untuk menghadapi konflik tanpa kekerasan.

PeaceGeneration Indonesia tidak hanya berhenti pada penyampaian nilai-nilai perdamaian. Organisasi ini telah menjadi gerakan global yang menginspirasi banyak orang untuk melihat bahwa perbedaan bukanlah halangan, melainkan peluang untuk saling memahami.

Dalam konferensi saat agenda Uji Kompetensi Wartawan (UKW) PT Aksara Solopos di Bandung pada Senin, 24 Februari 2025, Irfan mengatakan PeaceGeneration Indonesia memiliki program yang dirancang untuk mendorong dialog dan pemahaman antara dua komunitas berbeda, baik di lingkungan sekolah maupun kampus. Program ini bernama Breaking Down The Walls (BDW).

Mengutip dari situs peacegen.id, BDW merupakan bagian dari pendidikan perdamaian, di mana pelajar dari dua sekolah yang dipertemukan, sebelumnya telah mengikuti pembelajaran 12 Nilai Dasar Perdamaian. Sebagai aktivitas lanjutan, mereka kemudian diajak untuk mempraktikkannya dalam kehidupan nyata.

Para pelajar sekaligus guru dipertemukan untuk saling mengetahui dan memahami kehidupan di sekolah Muslim dan Kristen. Sesekali murid-murid dari sekolah Muslim berkunjung ke sekolah Kristen. Begitu pun sebaliknya. Berbagai kegiatan seperti board games for peace, seni budaya, dan pertunjukan olahraga, telah menyatukan dua sekolah dan komunitas.

Menurut Irfan, pertemuan pelajar berbeda latar belakang agama dalam program BDW membawa cerita menarik. Mereka yang semula saling memiliki pikiran negatif satu sama lain, dapat dengan cepat akrab, bahkan bersaudara. Semua terjadi karena nilai dari dialog.

“Kurang dari dua belas jam (pelajar Muslim dan Kristen) menjadi teman,” kata dia.

Menjabat sebagai Co-Founder PeaceGeneration Indonesia, Irfan yakin Gerakan yang dilakukannya saat ini dapat menginspirasi lebih banyak orang. Modul 12 Nilai Dasar Perdamaian yang disusunnya kurang lebih tujuh belas tahun lalu, bisa menjadi panduan bagi seluruh generasi di dunia dalam menciptakan iklim persaudaraan yang abadi.

Secara teknis, alur modul itu terdiri dari tiga bagian, mulai dari damai dengan diri sendiri, damai dengan orang lain, dan resolusi konflik. Tiga tahap pada alur tersebut mencakup 12 nilai itu, di antaranya: menerima diri, prasangka, perbedaan etnis, perbedaan agama, perbedaan jenis kelamin, perbedaan status ekonomi, perbedaan kelompok atau geng, keanekaragaman, konflik, menolak kekerasan, mengakui kesalahan, dan yang terakhir adalah memberi maaf. Modul ini sudah diadaptasi ke dalam beragam versi.

Penyuaraan nilai-nilai perdamaian tersebut menjadi sangat penting, bahkan mendesak, mengingat hasil survey Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan, akar kekerasan di Indonesia adalah persoalan polarisasi dan hanya 15 persen masyarakat di negara ini yang memiliki meaningful interactions. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah untuk meningkatkan angka itu, salah satunya melalui program BDW.

Berangkat pada contact theory seperti common goals, equal status, non-competitive cooperation, dan protection of authority, Irfan berhasil mengajak sejumlah pelajar dari golongan berbeda (masih satu keyakinan) untuk melahirkan solusi atas masalah-masalah yang terjadi di masyarakat.

Editor : Denis Febrian

Tags :
BERITA TERPOPULER
BERITA TERKINI