Sukabumi Update

Mitos Surili Hewan Jadi-jadian di Cianjur dan Kalung di Lehernya

SUKABUMIUPDATE.com - Petugas Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat bekerja sama dengan warga Desa Sukaraharja, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur, menangkap satu dari tiga ekor surili yang berkeliaran di desa itu. Sebagian warga menganggap satwa dilindungi itu hewan jadi-jadian karena dikenal langka sementara wilayah itu jauh dari habitat hutan.

Melihat perkembangan itu, petugas BKSDA meminta monyet endemik atau khas Jawa Barat itu tidak ditakut-takuti apalagi sampai dibunuh. Hasilnya, surili yang dilaporkan berkeliaran di permukiman warga sejak 17 Januari lalu itu berhasil ditangkap Jumat 24 Januari 2020.

Kepala Bidang Wilayah I Balai BKSDA Wilayah Jawa Barat, Lana Sari, mengatakan penangkapan oleh warga dengan alat bantu kandang perangkap yang diisi pisang. Pemasangannya di atas pohon dekat posisi surili terakhir dilihat warga.

Menurut Lana, sebagian warga setempat menganggap surili bukan hewan buas tapi makhluk jadi-jadian atau siluman. “Mungkin karena dia (surili) pindah-pindah lokasinya,” ujarnya saat dihubungi Senin, 27 januari 2020.

Ketika sosialisasi, petugas minta warga tidak menakut-nakuti satwa bernama ilmiah Presbytis comata itu. “Jangan membuat dia terancam, terluka, apalagi terbunuh,” ujarnya.  ResponS warga, menurutnya, baik dan mau diajak bekerja sama.

Adapun soal jumlah pasti surili yang berkeliaran, BKSDA belum memastikannya. “Kita tidak cari-cari ke radius desa, pokoknya kalau ada lapor,” kata Lana. Petugas masih menitipkan kandang jebakan ke warga untuk surili lain yang diperkirakan masih berkeliaran.

Fakta lain, surili yang berhasil ditangkap ternyata berkalung warna cokelat. Saat dipancing pisang dia masuk ke kandang perangkap. Lana mengatakan surili itu terkesan jinak. “Surili kalau ketemu manusia biasanya kabur, kalau liar susah banget ditangkap,” ujarnya.

Kalung pada surili mengindikasikan satwa itu milik seseorang. “Kemungkinan peliharaan yang lepas ya tapi ini hanya praduga,” kata dia sambil mengingatkan, pemilik illegal sesuai Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya bisa dikenai sanksi pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 juta.

Sumber: Tempo.co

Tags :
BERITA TERPOPULER
BERITA TERKINI