Sukabumi Update

UU Perlu Diubah, Hakim MK Dituntut Independen dari Presiden dan DPR

Pengacara, M.Z. Al-Faqih SH | Foto : Ist

SUKABUMIUPDATE.com - Seorang warga negara bernama Mochamad Adhi Tiawarman meminta MK menguji Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (20/9/2003).

Hakim MK diminta oleh pemohon pengujian Undang-Undang ini untuk menambah syarat menjadi hakim konstitusi yaitu hakim konstitusi dilarang terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga dengan Presiden dan/atau anggota DPR.

Batu Uji yang digunakan dalam permohonan ini adalah ketentuan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945.

Baca Juga: Ganjar Sebut Ada Peluang Berduet dengan Prabowo di Pilpres 2024

Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Dan ketentuan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. "(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta pelakuan yang sama di hadapan hukum".

Mochamad Adhi Tiawarman dalam mengajukan pengujian Undang-Undang ini didampingi kuasa hukum M.Z Al-Faqih, SH., SS, M.Si, Moh. Agung Wiyono SH., M.H, dan Ragga Bimantara SH., M.H. Semua adalah advokat berkewarganegaraan Indonesia dari kantor advokat M.Z Al-Faqih & Partners.

Baca Juga: Profil Kecamatan Palabuhanratu, Ibu Kota Kabupaten Sukabumi

M.Z. Al-Faqih SH selaku kuasa hukum memberikan penjelasan, bahwa permohonan pengujian UU MK ini berdasarkan fakta hukum, Presiden dan DPR sesuai Pasal 20 ayat (2) dan Pasal 20 ayat (4) UUD 1945 berwenang membahas dan menyetujui Rancangan Undang-Undang. Presiden dan DPR adalah pembentuk Undang-Undang, ujarnya.

M.Z. Al-Faqih menambahkan, berdasarkan fakta hukum tersebut, pemohon sebagai warga negara mengalami kerugian konstitusional, yaitu pada saat mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 sudah seharusnya hakim-hakim konstitusi yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tidak memiliki konflik kepentingan dan tidak memiliki hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga dengan Presiden dan/atau anggota DPR. Presiden dan DPR sebagai pembentuk Undang-Undang memiliki kepentingan langsung dengan objectum litis (objek yang diadili), ucapnya.

Baca Juga: NU Haramkan Jawaban Artificial Intelligence Dijadikan Pedoman Beragama, Kenapa?

Permohonan pengujian ini dalam rangka mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka di Indonesia, serta menjadikan hakim-hakim MK independen dalam memutus perkara, pungkasnya

Penulis : M.Z. Al-Faqih SH

Editor : Syamsul Hidayat

Tags :
BERITA TERKAIT