Sukabumi Update

Sudah 19 Ribu Pekerja di PHK, Ini Rekomendasi Apindo untuk Pemkab Sukabumi

SUKABUMIUPDATE.com - Resesi global terus menghantam sektor usaha di Indonesia. Data terbaru Apindo mencatat hingga 31 Oktober 2022 sudah lebih dari 19 ribu pekerja terkena PHK (pemutusan Hubungan Kerja) sebagai langkah efisiensi perusahaan, terutama sektor padat karya yang selama ini bertumpu pada pasar eropa, amerika dan asia.


Untuk meredam gelombang PHK akibat resesi global yang dipicu perang Rusia - Ukraina ini, para pengusaha berharap pemerintah daerah menjaga iklim usaha. Apindo menyerahkan sejumlah rekomendasi kepada Pemkab Sukabumi, agar tetap berada upaya mengamankan sektor usaha dari ancaman kebangkrutan.


Apindo menyerahkan rekomendasi tersebut kepada Pemkab yang diterima oleh Wakil Bupati Iyos Somantri mewakili di Aula Pendopo Sukabumi, Selasa (8/11/2022). Ketua DPK Apindo Kabupaten Sukabumi Sudarno mengatakan, ini adalah upaya meminta dukungan penyelamatan sektor industri. 


"Data kami mencatat hingga akhir Oktober 2022 ini, sudah 19.066 karyawan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dari 26 perusahaan dengan mayoritas sektor produksi tekstil atau garmen. Tenaga kerja di Kabupaten Sukabumi yang pengurangan karyawan karena PKWT tidak diperpanjang terus bertambah selama tahun 2022 ini," jelas Sudarno kepada sukabumiupdate.com.


Sudarno menggarisbawahi bahwa Industri padat karya saat ini harus diselamatkan, karena menyerap tenaga kerja dengan sangat banyak. "Pasca pandemi yang belum pulih, dunia usaha khusus padat karya dengan biaya produksi tinggi karena mempekerjakan ribuan tenaga kerja kini dihantam kondisi pasar yang ambruk akibat resesi global," bebernya.


Pasar luar negeri yang selama ini menjadi sandaran Industri tekstil atau pabrik garmen di Indonesia termasuk Sukabumi tengah mengalami goncangan ekonomi, sehingga langsung berpengaruh pada permintaan produk. "Intinya itu, pasar pabrik-pabrik garmen sedang bergejolak, tidak ada permintaan produk sehingga manajemen pabrik harus melakukan efisiensi operasional salah satunya pengurangan jam kerja hingga PHK," beber Sudarno.


Untuk itu dalam kesempatan ini, APINDO menyusun sejumlah rekomendasi agar bisa dijalankan bersama pemerintah dan seluruh stakeholder agar gelombang PHK pekerja mereda. Salah satunya menjaga kondusifitas hubungan kerja di Kabupaten Sukabumi, karena ini terkait kuat dengan kepercayaan buyer dari luar negeri.


Poin ini bisa diwujudkan dengan menjaga kenaikan UMK untuk 2023 tetap sesuai regulasi yang berlaku. Sehingga, tidak memberatkan semua pihak. "Kami mohon berkaitan pengupahan bisa mengikuti pedoman regulasi peraturan yang berlaku," ungkapnya.


"Rekomendasi yang kami sampaikan ke pemda hari ini adalah tindak lanjut dari hasil Rapat Kerja Apindo Kabupaten Sukabumi tahun 2022, beberapa waktu lalu. Penekanannya saat pasar kami bergejolak, pengusaha tidak diberatkan dengan penetapan UMK yang melibas aturan," jelas Sudarno.


Apindo meminta seluruh proses pengupahan tahun 2023 mengikuti pedoman regulasi yang berlaku yakni Undang-undang Cipta Kerja nomor 11 tahun 2020 dan PP 36 tahun 2021 tentang Pengupahan. 


"Ini perlu penegaskan, karena pengupahan untuk 20223 yang dalam waktu dekat akan dibahas melalui Dewan Pengupahan Kabupaten. Selanjutnya menjadi rekomendasi Bupati kepada Gubernur Jawa Barat," pungkasnya.


Dikutip dari akun medsos resmi Pemkab Sukabumi, dalam forum tersebut Wabup Iyos Somantri mengatakan, pemerintah daerah tengah mencoba berbagai kajian untuk mengantisipasi terjadinya krisis global. 


"Dinas terkait mencoba mengambil langkah terbaik untuk mengantisipasi dan memecahkan masalah akibat krisis global," bebernya.


Bahkan menjelang 2023, Pemkab Sukabumi berusaha menjadi penengah dalam pengambilan kebijakan UMK. Sehingga tidak memberatkan pengusaha dan tidak merugikan pekerja.


"Makanya,penetapan UMK harus dikaji secara utuh. Sehingga, hasilnya atas kesepakatan bersama yang bisa menstabilkan perusahaan dan mensejahterakan pekerja," terangnya.


#SHOWRELATEBERITA

Editor : Fitriansyah

Tags :
BERITA TERPOPULER
BERITA TERKINI