Sukabumi Update

Gelombang Tiga COVID-19, Hidup dan Mati Ekonomi di Tangan Pemerintah

SUKABUMIUPDATE.com - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, dampak ekonomi dari peningkatan kasus Covid-19 karena varian Omicron sangat tergantung pada respons pemerintah. 

Melansir dari tempo.co, ia berharap peningkatan kasus dapat segera diatasi agar kegiatan masyarakat tetap berjalan.

“Karena (pembatasan kegiatan) dapat menurunkan kepercayaan konsumen untuk berbelanja, menghambat akses logistik antar-daerah, hingga meningkatkan jumlah pengangguran lagi,” ujar Bhima, Sabtu (5/2/2022).

Bhima menuturkan, jika pemerintah kembali memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Level 4 secara ketat dan menutup perkantoran, berbagai sektor akan kembali mati suri. Sektor-sektor yang terancam itu meliputi mal, transportasi, restoran, hingga para pelaku usaha kecil seperti UMKM.

Baca Juga :

photo(Ilustrasi) Gelombang ketiga pandemi Covid-19 - (pixabay.com)</span

Ia menyebut, Indonesia memasuki gelombang ketiga pandemi Covid-19 pada awal Februari 2022 seperti prediksi pemerintah sebelumnya. Jumlah penambahan kasus per hari telah menembus angka 30 ribu dan memecahkan rekor tertinggi sepanjang enam bulan terakhir.

Bhima berkata, komunikasi pemerintah kepada masyarakat dan pelaku usaha penting untuk mewaspadai varian Omicron sekaligus mencegah kepanikan sosial. Secara paralel, kata dia, pemerintah perlu segera mengalokasikan anggaran pemulihan ekonomi nasional yang besarannya sama dengan 2021 sebesar RP 744,7 triliun.

Dana PEN diperlukan untuk membantu masyarakat dan pelaku usaha yang berpotensi terimbas gelombang pandemi lanjutan. 

Baca Juga :

“Tentu ini akan jadi dilema karena defisit anggaran harus ditekan di bawah 3 persen sebelum 2023,” kata Bhima.

Adapun pada gelombang Covid-19, Bhima menilai sektor-sektor industri yang akan merasakan dampak pandemi adalah pengusaha yang berorientasi terhadap ekspor. 

Ini disebabkan peningkatan kasus di berbagai negara, khususnya Amerika, Cina dan Eropa, membuat lalu lintas pengiriman barang terkendala.

“Masih ada pembatasan sosial dan kapasitas tenaga kerja di pelabuhan tujuan, belum normal,” pungkasnya. 

Sumber: tempo.co

Editor : Muhammad Gumilang Gumilang

Tags :
BERITA TERPOPULER
BERITA TERKINI