Sukabumi Update

Judi Online Susupi Ratusan Website Pemerintah di Indonesia

Ilustrasi. Website milik lembaga pemerintahan di tanah air terdeteksi telah menjadi korban peretasan sepanjang tahun ini. Laporan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menyebutkan ada sebanyak 291 website yang kena retas dan disusupi konten-konten judi onli

SUKABUMIUPDATE.com - Website milik lembaga pemerintahan di tanah air terdeteksi telah menjadi korban peretasan sepanjang tahun ini. Laporan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menyebutkan ada sebanyak 291 website yang kena retas dan disusupi konten-konten judi online.

General Manager Southeast Asia di perusahaan keamanan siber Kaspersky, Yeo Siang Tiong, menyarankan beberapa hal yang perlu dilakukan jika website sudah terlanjur diretas. “Hal pertama yang harus dilakukan, segera mengganti kata sandi, menilai jangkauan serangan, dan menerapkan strategi deteksi dan respons,” ujar dia saat dihubungi akhir pekan lalu.

Setelah menemukan akses yang tidak sah, Siang Tiong menyarankan agar segera hubungi ahli, penyedia keamanan jika memilikinya, atau lembaga penegak hukum untuk mendapatkan bantuan. Selain itu, disebutnya, komunikasi juga merupakan elemen penting. 

Pemilihan juru bicara yang tepat dapat mengarahkan masyarakat untuk memperoleh informasi yang cepat dan akurat. “Serta membantu organisasi atau institusi mengembalikan kepercayaan dan seluruh masyarakat,” katanya.

photoIlustrasi penyusupan website - (istimewa)</span

Menurut Siang Tiong, pihaknya mengetahui bahwa tidak ada solusi “silver bullet” di dunia teknologi yang berkembang pesat. Namun, dia percaya bahwa berbagi intelijen antara lembaga publik dan swasta, pengembangan undang-undang terkait, dan kolaborasi erat dalam masalah keamanan siber dapat secara signifikan meningkatkan pertahanan siber suatu negara secara signifikan. 

“Pada gilirannya, ini dapat mendorong perkembangan teknologi lebih lanjut dan turut memberikan manfaat bagi sektor sosial dan ekonomi,” tutur Siang Tiong menambahkan. 

Dia juga menjelaskan bahwa kasus-kasus tersebut diduga pekerjaan hacker yang memanfaatkan gelombang digitalisasi di hampir seluruh perusahaan karena pandemi Covid-19. Percepatan di satu sisi, kekikukan tim teknologi informasi (TI) di sisi yang lain. 

“Hacker tentu melihat tren itu sehingga mereka sangat sadar bahwa tim TI di berbagai tempat, termasuk pemerintahan kewalahan dalam melakukan percepatan itu,” katanya.

SUMBER: TEMPO.CO

Editor : Fitriansyah

Tags :
BERITA TERPOPULER
BERITA TERKINI