Sukabumi Update

Badak Heuay dalam Kearifan Lokal Arsitektur Rumah Tinggal, Sunda People Sudah Tahu?

Suhunan Badak Heuay, Kearifan Lokal Arsitektur Rumah Tinggal Sunda Jawa Barat (Sumber : Instagram/@tic.bandung)

SUKABUMIUPDATE.com - Badak heuay kerap menjadi guyonan masyarakat masa kini. Padahal, badak heuay sendiri adalah nama jenis suhunan atau atap rumah adat Sunda Jawa Barat.

Bentuk suhunan badak heuay adalah seperti badak menguap atau membuka mulut yang dalam bahasa Sunda adalah calawak, dilansir dari sundapedia.com.

Badak heuay yaitu suhunan yang berupa atapnya ke belakang dan ke depan. Ujung atas atap bagian belakang menonjol ke atas, di sambung ke depan membentuk seperti sorodoy. Sehingga, sambungan bagian atas antara atap depan dan belakang tidak adu manis, melainkan ujung atas atap belakang lebih tinggi dibandingkan ujung atas atap bagian depan.

Suhunan badak heuay agak mirip dengan suhunan tagog anjing. Bedanya, atap tagog anjing ujung atas atap depan dan belakang nyambung.

Baca Juga: Seni Arsitektur Kampung Ciptagelar Sukabumi, Mengenal Warisan Rumah Adat Sunda

Sunda People wajib tahu! Kata badak heuay diambil dari nama binatang, yaitu badak. Arti heuay dalam kamus bahasa Sunda terjemahan bahasa Indonesia adalah menguap. Mulut yang sedang menguap biasanya terbuka atau menganga, dalam bahasa Sunda mulut menganga (terbuka) disebut calawak.

Selain badak heuay, masih ada berbagai bentuk atap rumah adat Sunda seperti parahu kumereb, julang ngapak, tagog anjing, capit gunting, dan suhunan jolopong atau suhunan panjang.

Sebelumnya berdasarkan catatan redaksi sukabumiupdate.com, zaman dahulu, tempat tinggal di perkampungan tatar Sunda mayoritas berbentuk rumah panggung atau imah panggung. Sebutan ini didasarkan pada rumah yang terbuat dari bahan-bahan alam seperti batu, kayu, bambu, dan ijuk atau ilalang.

Berbicara soal kearifan lokal maka tak hanya suhunan saja, diketahui kaki-kaki rumah adat Sunda disebut batu tatapakan, yaitu batu yang dipahat membentuk balok. Lantainya dari kayu papan atau palupuh dari bambu. Dari tanah ke lantai ada kolong, biasanya sering dimanfaatkan untuk kandang ayam, entog, meri (itik), atau soang (angsa).

Baca Juga: Filosofis Rumah Panggung: Arsitektur Sunda Buhun di Kampung Adat Ciptagelar

Tihang atau tiangnya dari balok kayu (pasagian), dindingnya bilik yang terbuat dari anyaman bambu. Di antara tiang-tiang terdapat kayu palang yang disebut palang dada.

Jendela dapur jarang memakai kaca, melainkan dari sarigsig kayu atau bambu. Sarigsig yaitu bilah kayu, bambu atau besi yang dipasang vertikal dengan jarak agak carang (jarang). Di dapur umumnya terdapat tungku dari tanah yang disebut hawu. Di atas hawu terdapat para tempat menyimpan kayu bakar.

Pintu depan maupun dapur umumnya dari kayu papan tanpa variasi atau dari triplek. Di depan pintu terdapat golodog yaitu bangku yang menempel ke bangunan rumah.

Jendela depan menggunakan kaca. Langit-langitnya dari bilik bambu. Suhunan atau atapnya dari injuk (ijuk), eurih (ilalang), atau hateup (kiray).

Selain itu, salah satu wilayah di Sukabumi yang masih memegang erat kearifan lokal berbasis arsitektur rumah tinggal adalah Kampung Kasepuhan Ciptagelar Sukabumi.

Baca Juga: 8 Bahasa Tubuh Perempuan Tanda Dia Jatuh Cinta Padamu, Pemuda Sukabumi Sudah Tahu?

Arsitektur rumah tradisional Sunda di Kampung Adat Ciptagelar mewariskan nilai-nilai struktur konstruksi bangunan yang baik, unik dan dapat diaplikasikan pada desain bangunan masa kini.

Rumah tinggal tradisional Sunda di Kampung Kasepuhan Ciptagelar Sukabumi memiliki struktur konstruksi yang kokoh. Hal ini dibuktikan dari usia bangunan yang sudah berdiri ratusan tahun dan teruji saat menghadapi bencana gempa bumi, angin, maupun beban bangunan dan beban fungsi.

Tata bangunan Kasepuhan Ciptagelar pun diletakkan dengan cara nyengked atau terasering (sengkedan). Bangunan dibagi ke dalam tiga jenis, yaitu are (paling bawah), leuir (paling tinggi) dan siger tengah (di tengah-tengah).

Pembagian tersebut disusun berdasarkan aturan adat yang harus dipatuhi masyarakat Kasepuhan Ciptagelar, dikutip dari salah satu penelitian Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.

Sumber: berbagai sumber.

Editor : Nida Salma Mardiyyah

Tags :
BERITA TERKAIT