Sukabumi Update

Perjalanan Isra Miraj Nabi Muhammad SAW di Langit Ke-7: Sejarah Shalat Lima Waktu

Ilustrasi. Sejarah Shalat Lima Waktu, Perjalanan Isra Miraj Nabi Muhammad SAW di Langit Ke-7 | Foto: Unplash/Bimbingan Islam

SUKABUMIUPDATE.com - Isra Miraj diperingati setiap tanggal 27 Rajab. Tahun ini, peringatan Isra Miraj 2023 atau 27 Rajab 1444H bertepatan dengan tanggal 18 Februari 2023.

Peristiwa Isra' Mi'raj adalah perjalanan agung Nabi Muhammad menuju langit ke-7 untuk menerima perintah shalat dari Allah SWT. Kisah tersebut terjadi pada suatu malam pada tanggal 27 Rajab, ketika Baginda Nabi Muhammad SAW berusia 51 tahun.

Dalam Isra' Mi'raj, Rasulullah Muhammad SAW melakukan perjalanan dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsa di Yerussalem, Palestina menuju langit ke tujuh kemudian ke Sidratul Muntaha. Perjalanan yang menembus langit ketujuh itu hanya ditempuh satu malam, yang mana beliau menerima perintah dari Allah SWT berupa shalat lima waktu.

Dikutip dari berbagai sumber, berikut Kisah Isra Miraj Nabi Muhammad SAW tentang Sejarah Shalat Lima Waktu dalam Islam.

Kisah Isra Miraj Nabi Muhammad SAW: Sejarah Shalat Lima Waktu dalam Islam

Dikutip dari website SD IT At-Taubah Batu Aji Batam, Isra' adalah Perjalanan Baginda Rasulullah dari Masjidil Haram ke Masjidil Al-Aqsa, dengan jarak antara kedua mesjid itu adalah 1239 Km. Waktu itu Rasulullah menaiki Buraq ditemani malaikat Jibril A.S dan malaikat Israfil A.S.

Baca Juga: Contoh Pidato Isra Miraj untuk Lomba, Wahyu Nabi tentang Shalat Lima Waktu

Sementara Mi’raj adalah perjalanan Baginda Rasulullah SAW dari Masjidil Al-Aqsa ke Sidratul Muntaha, kemudian di perjalanan Baginda bertemu Nabi-nabi pada setiap langit sampai langit ketujuh.

Sebenarnya Isra' dan Mi'raj merupakan dua peristiwa berbeda. Namun karena dua peristiwa ini terjadi pada waktu yang bersamaan maka disebutlah Isra' Mi'raj.

Ketika di perjalanan bertemu Sang Pencipta, selain ditemani malaikat Jibril, Rasullulah menggunakan kendaraan bernama Buraq, yakni hewan putih panjang, berbadan besar melebihi keledai dan bersayap. Dikisahkan Buraq, sekali melangkah bisa menempuh perjalanan dalam sekejap untuk melewati 7 langit dan bertemu dengan para penghuni di setiap tingkatan.

Rincian Perjalanan Nabi Muhammad SAW di Tujuh Tingkatan Langit

Di langit tingkat pertama, Rasullulah SAW bertemu dengan manusia sekaligus Wali Allah SWT pertama di muka bumi, Nabi Adam A.S. Saat bertemu nabi Adam, Rasullulah sempat bertegur sapa sebelum akhirnya meninggalkan dan melanjutkan perjalanannya. Nabi Adam membalasnya dengan membekali Rasulullah doa agar selalu diberi kebaikan atas segala urusan yang dihadapinya.

Lanjut ke langit kedua, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Isa A.S dan Nabi Yahya A.S. Seperti halnya di langit pertama, Rasullulah disapa dengan ramah oleh kedua nabi pendahulunya. Sewaktu akan meninggalkan langit kedua, Nabi Isa A.S dan Yahya A.S juga mendoakan kebaikan kepada Rasullulah. Kemudian Rasullulah bersama Malaikat Jibril terbang lagi menuju langit ketiga.

Kemudian di langit ketiga, Rasullulah bertemu dengan Nabi Yusuf A.S, manusia tertampan yang pernah diciptakan Allah SWT di bumi. Dalam pertemuannya, Nabi Yusuf A.S memberikan sebagian dari ketampanan wajahnya kepada Nabi Muhammad SAW. Dan di akhir pertemuannya, Nabi Yusuf A.S memberikan doa kebaikan kepadanya.

Setelah berpisah dengan Nabi Yusuf A.S di langit ketiga, Nabi Muhammad melanjutkan perjalanan menuju langit keempat. Pada tingkatan ini, Rasullulah bertemu Nabi Idris A.S. Yaitu manusia pertama yang mengenal tulisan, dan nabi yang berdakwah kepada bani Qabil dan Memphis di Mesir untuk beriman kepada Allah SWT.

Seperti pertemuan dengan nabi-nabi sebelumnya, Nabi Idris A.S memberikan doa kepada Nabi Muhammad SAW supaya diberi kebaikan untuk segala urusannya.

Lalu di langit kelima, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Harun. Yaitu nabi yang mendampingi saudaranya, Nabi Musa A.S berdakwah mengajak Raja Firaun yang menyebut dirinya tuhan dan kaum Bani Israil untuk beriman kepada Allah SWT. Harun terkenal sebagai nabi yang memiliki kepandaian berbicara dan meyakinkan orang. Di tingkatan langit ini, Nabi Harun mendoakan Nabi Muhammad SAW senantiasa selalu mendapat kebaikan pada setiap perbuatannya.

Pada langit keenam, Nabi Muhammad SAW dan Malaikat Jibril bertemu dengan Nabi Musa A.S. Yaitu nabi yang memiliki jasa besar dalam membebaskan Bani Israil dari perbudakan dan menuntunnya menuju kebenaran Illahi. Selama bertemu dengan Muhammad SAW, Nabi Musa A.S menyambut layaknya kedua sahabat lama yang tidak pernah bertemu. Sebelum Nabi Muhammad pamit meninggalkan langit keenam, Nabi Musa melepasnya dengan doa kebaikan.

Perjalanan terakhir, Nabi Muhammad SAW ke langit ke tujuh bertemu dengan sahabat Allah SWT, bapaknya para nabi, Ibrahim A.S. Sewaktu bertemu, Nabi Ibrahim sedang menyandarkan punggungnya ke Baitul Makmur, yaitu suatu tempat yang disediakan Allah SWT kepada para malaikatnya. Setiap harinya, tidak kurang dari 70 ribu malaikat masuk ke dalam.

Baca Juga: 11 Fakta Isra Miraj, Nabi Muhammad Memilih Minum Susu Hingga Bertemu Para Nabi

Kemudian Nabi Ibrahim mengajak Muhammad untuk pergi ke Sidratul Muntaha sebelum bertemu dengan Allah SWT untuk menerima perintah wajib salat. Sidratul Muntaha adalah sebuah pohon besar yang berada di langit ketujuh. Ia adalah pemisah. Disebut muntaha (akhir) karena ia merupakan batas akhir dari sebuah perjalanan. Tidak ada satu makhluk pun yang pernah melewatinya kecuali Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam. Sedangkan Pohon Sidr adalah Pohon Bidara.

Rasullulah SAW menceritakan bentuk fisik dari Sidratul Muntaha, yaitu berdaun lebar seperti telinga gajah dan buahnya yang menyerupai tempayan besar. Akan tetapi, ciri fisik Sidratul Muntaha berubah ketika Allah SWT datang.

Bahkan Nabi Muhammad SAW sendiri tidak bisa berkata-kata menggambarkan keindahan pohon Sidratul Muntaha. Pada kepercayaan agama lain, Sidratul Muntaha juga diartikan sebagai pohon kehidupan. Di Sidratul Muntaha inilah Nabi Muhammad berdialog dengan Allah SWT, untuk menerima perintah wajib salat lima waktu dalam sehari.

Perjalanan Rasulullah saat itu tidak lah mudah, meskipun beliau dimuliakan oleh Allah SWT tetap saja Nabi Muhammad SAW dihadapkan dengan berbagai godaan. Godaan pertama, ketika nabi ditawari meminum khamar atau susu, namun Rasulullah lebih memilih susu. Selama perjalanan Nabi Muhammad SAW juga selalu diganggu dengan panggilan dari setan, iblis dan perempuan penggoda.

Ketika mencapai Sidratul Muntaha di langit ketujuh maka perjalanan Nabi Muhammad SAW dalam menerima perintah Allah SWT telah berakhir. Perintah yang diterima Rasulullah saat itu yaitu berupa perintah sholat 50 waktu dalam satu hari. Namun ketika menerimanya, Nabi Muhammad SAW diperingatkan oleh nabi Musa A.S untuk memperhatikan kemampuan umatnya.

Menyadari hal itu membuat Nabi Muhammad SAW meminta keringanan pada Allah SWT sehingga perintah sholat diringankan menjadi lima waktu dalam sehari. Sejak saat itulah umat Muslim harus melakukan shalat wajib lima waktu yaitu Subuh, Dzuhur, Ashar, Magrib, dan Isya.

Baca Juga: Kenapa Namanya Sukabumi? Sebelum Like Earth Kekinian, Ini Cerita Historis Kota Mochi!

Lebih lanjut, mengutip laman islam.nu.or.id, secara bahasa, "Shalat” bukanlah kata yang berasal dari agama Islam, menurut Syekh M Khudhari Bek dalam karyanya, Tarikh Tasyri Al-Islami. Kata “shalat” telah digunakan oleh masyarakat Arab pra-Islam dengan pengertian doa dan istighfar (M Khudari Bek, Tarikhut Tasyri Al-Islami, [Beirut, Darul Fikr: 1995 M/1415 H], 25-26).

Ibadah shalat awalnya diwajibkan sebanyak 50 waktu dalam sehari semalam, tetapi kini berjumlah lima waktu sebagaimana diriwayatkan dalam Isra dan Miraj.

Ketentuan shalat lima waktu dapat ditemukan keterangannya melalui hadits fi’li (al-bayanul fi’li). Jibril mengimami Rasulullah SAW dalam ibadah shalat lima waktu selama dua hari berturut-turut. Keduanya melakukan shalat pada awal waktu (zuhur, ashar, maghrib, isya, dan subuh) pada hari pertama dan pada akhir waktu (zuhur, ashar, maghrib, isya, dan subuh) pada hari kedua.

“Wahai Muhammad, waktu shalat ada di antara keduanya (awal dan akhir waktu tersebut).” (M Sulaiman Al-Asyqar, Af’alur Rasul wa Dalalatuha alal Ahkamis Syar’iyyah, [Yordan, Darun Nafa’is: 2015 M/1436 H], juz I, halaman 93).

Sumber: SD IT At-Taubah Batam, islam.nu.or.id

Editor : Nida Salma Mardiyyah

Tags :
BERITA TERKAIT