Sukabumi Update

Melihat Orang Tak Puasa Ramadan Secara Terang-Terangan? Simak Hukumnya Dalam Islam

Ilustrasi - Melihat Orang Tak Puasa Ramadan Secara Terang-Terangan? Simak Hukumnya Dalam Islam. | (Sumber : Pixabay.com/RyanMcGuire.)

SUKABUMIUPDATE.com - Puasa Ramadan termasuk rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh Umat Muslim. Apalagi bagi yang mampu, hukumnya wajib untuk melaksanakan puasa.

Namun, saat ini banyak sekali orang-orang yang terlihat sehat dan mampu melaksanakan puasa, malah tidak menjalankannya.

Lalu, bagaimana Islam menyikapi ketika melihat orang tidak puasa Ramadan secara terang-terangan?

Aktivitas makan dan minum maupun merokok di siang hari di bulan Ramadan adalah perbuatan tidak baik atau dalam bahasa agama dinamakan kemungkaran. Sebab, bagi siapapun yang melihatnya wajib menegakan kebaikan (amar ma'ruf) dan mencegah kemungkaran (nahi munkar) kepadanya.

Baca Juga: Hukuman dan Azab Bagi Orang-Orang yang Sengaja Meninggalkan Puasa Ramadan

Mengutip Darul Ifta Yordania via NU Online, di sana disebutkan,

ماذا يفعل من رأى شخصاً في رمضان يأكل أو يشرب عامداً، مجاهراً بفطره؟ عليه أن يأمر بالمعروف وينهى عن المنكر، فإن خاف شرَّه أنكر عليه بقلبه، لكن لا يجالسه إن استطاع، وحبذا لو استعان بولي الأمر ليمنعه من ذلك

Artinya:

"Apa yang hendak dilakukan oleh seseorang yang melihat orang lain di bulan Ramadhan sengaja dan terang-terangan makan atau minum?

Jawaban:

"Wajib baginya memerintahkan dengan baik dan mencegahnya dari kemungkaran yang diperbuat. Jika ia khawatir atas keburukan yang akan menimpanya, maka hatinya harus ingkar dengan perbuatan tersebut. Namun ia tidak diperbolehkan menemaninya duduk, ini pun jika ia mampu untuk melakukannya, dan ia harus mendukung jika ia memutuskan untuk meminta bantuan kepada pihak yang berwenang untuk mencegah perbuatannya tersebut." (Darul Ifta Yordania, Ahkamus Shiyam).

Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Konsep amar ma’ruf nahi munkar yang disebutkan diatas berdasarkan hadits Nabi dalam Shahih Muslim berbunyi:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ

Artinya:

”Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan. Jika tidak mampu juga, hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim).

Baca Juga: Telat Sahur, Apa Masih Boleh Minum Saat Adzan Subuh? Ini Kata Ulama

Masih mengutip Nu Online, Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya’ Ulumiddin menerangkan dengan panjang lebar mengenai perkara amar ma’ruf nahi munkar. Bahkan, ia pun menuliskan dalam satu bab khusus pada jilid II kitab Ihya’ Ulumiddin.

Nahi munkar (mencegah kemungkaran) harus dilakukan secara benar, mulai dari tahap pertama hingga tahap kelima, harus berurutan dan tidak boleh melompat-lompat.

5 Tahapan Mencegah Kemungkaran (Nahi Munkar)

  1. Pertama dengan menjelaskan bahwa apa yang dilakukannya adalah salah satu kemungkaran atau haram.
  2. Kedua jika tidak berubah, berilah nasehat kepada pelakunya dengan kata kata lembut dan bukan kata-kata yang kasar.
  3. Ketiga jika masih belum berhasil, dilanjutkan dengan mencaci dan mencela pelakunya. Imam Al-Ghazali mengibaratkan dengan kalimat: "Ya Jahil, Ya ahmaq, artinya: Hai orang bodoh, hai orang goblok, apa kamu tidak takut Allah?!”
  4. Jika di tahap ketiga masih belum berhasil juga, maka selanjutnya mencegahnya dengan paksa. Contohnya dengan menumpahkan khamr (minuman keras) atau merebut barang curian.
  5. Bila di tahap sebelumnya belum berhasil juga, maka bisa melakukan dengan mengancam dan memukulnya. Sebab, langkah kelima ini dapat menimbulkan perlawanan, sehingga sangat membutuhkan bala bantuan, karena bisa memicu konflik bentrokan fisik atau perang. Oleh karenanya, langkah kelima ini hanya boleh dilakukan atas izin resmi dari pemerintah atau pihak yang berwenang seperti dari pihak aparat.

Baca Juga: 5 Fakta Ratu Jelita, Pedangdut Asal Sukabumi yang Punya Suara Merdu


Namun, yang harus jadi catatan, cara pertama hingga keempat tidak memerlukan izin kepada pemerintah atau siapapun. (Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya' Ulumiddin , [Beirut, Darul Ma'rifat], Juz II, halaman 315).

Kesimpulannya ketika kita melihat seseorang yang sengaja tidak puasa Ramadan secara terang-terangan maka kita solusinya adalah melarangnya dengan baik, sebagaimana urutan langkah-langkah yang sudah dijelaskan di atas oleh Al-Imam Ghazali.

Kita bisa menerangkan kepada pelakunya jika perbuatannya itu sanagat dilarang, menasehati, mencela hingga mencegahnya dengan cara paksa. Itu semua jika mampu dilakukan, namun, jika tak mampu harus menjauhinya dan mengingkari dalam hati.

 

Editor : Ikbal Juliansyah

Tags :
BERITA TERKAIT