Sukabumi Update

Kosmologi Kasepuhan, Konsep Hidup Masyarakat Kampung Sinaresmi Sukabumi

Kosmologi Kasepuhan, Konsep Hidup Masyarakat Kampung Sinaresmi Sukabumi (Sumber : Instagram/@genpisukabumi)

SUKABUMIUPDATE.com - Sinaresmi merupakan salah satu Kampung Adat di Kabupaten Sukabumi, tepatnya di Kecamatan Cisolok. Banyak tradisi Kampung Adat Sinaresmi yang dapat dikaji, salah satunya soal Konsep Kosmologi.

Ya, Konsep Kosmologi menjadi salah satu prinsip hidup masyarakat Kampung Adat Sinaresmi, Kecamatan, Kabupaten Sukabumi. Lantas, apa itu Kosmologi?

Sebagai bagian dari warga Sukabumi, mari mengenal Konsep Kosmologi yang dipegang oleh masyarakat Kampung Adat Sinaresmi, Kabupaten Sukabumi. Informasi kemudian dikutip dari laman resmi Kemdikbud RI tentang "Kesatuan Adat Kasepuhan: Melestarikan Tradisi Lestari" Kamis (6/7/2023).

Baca Juga: Cara Cek Hasil PPDB Sukabumi 2023 Jenjang SMA/Sederajat

Seperti diketahui, wilayah komunitas Kasepuhan Adat Sinar Resmi dikelilingi oleh lahan pertanian huma, sawah dan perkebunan.

Lokasi Kampung Adat Sinaresmi ini membentuk tradisi utama Kasepuhan, yakni mata pencaharian yang bertumpu pada pertanian padi huma. Kemudian juga menciptakan pola hubungan manusia dengan alam dan aturan bagaimana manusia mengelola sumber daya alam, sekaligus menegaskan pola adaptasi manusia dan pemenuhan nafkah keluarga yang bertumpu pada pertanian.

Dari generasi ke generasi, warga Kasepuhan diajar dan dituntut untuk mengenal dan bergaul akrab dengan lingkungan alamnya. Pergaulan, imajinasi, pengetahuan dan pemahaman tentang hakekat alam ini menghasilkan kosmologi Kasepuhan.

Kosmologi Kasepuhan merupakan sebuah pandangan dunia yang memahami bahwa alam semesta adalah sebuah sistem yang teratur dan seimbang. Konsep Kosmologi Kasepuhan akan tetap lestari, selama elemen-elemennya masih tetap ada dan terkontrol oleh hukum keteraturan dan keseimbangan yang dikendalikan oleh pusat kosmiknya.

Baca Juga: 10 Rekomendasi Bus Sukabumi Tujuan Bandung-Palabuhanratu: Harga dan Fasilitas

Pola pertanian tradisional Kasepuhan sangat erat kaitannya dengan praktik pertanian, institusi sosial dan sistem kepercayaan dengan unsur-unsur alam seperti air, tanah, udara, cuaca, sinar matahari dan sebagainya (Ibu Bumi, Bapak Langit dan Guru Mangsa). Konsep Kosmologi menggantungkan aktivitas pertanian pada kepercayaan terhadap alam bahwa mengolah lahan pertanian, sama halnya dengan memperlakukan bumi selayaknya manusia (ibu).

Dengan Kosmologi ini, masyarakat Kasepuhan hanya menanam padi tertentu, pantang menjual beras dan mematuhi perintah untuk berpindah tempat menurut wangsit karuhun (leluhur, nenek moyang). Ini diperoleh melalui Abah dan penerusnya. Jika tradisi ini dilanggar, maka akan mendapat kabendon (hukuman adat).

Bertani cukup setahun sekali untuk menghormati Ibu Bumi, karena bumi dianggap sebagai makhluk hidup, sehingga tidak baik jika dipaksa melahirkan dua kali dalam setahun.

Dalam pengalaman Kasepuhan, menanam padi yang dipacu untuk intensifikasi memang bisa menghasilkan panen dua kali setahun. Akan tetapi padi yang dihasilkan justru kurus dan tidak ada sisa yang bisa disimpan, malah paceklik.

Secara logika, panen dua kali berarti membutuhkan dua buah leuit untuk menyimpan hasil panen, tetapi kenyataannya justru kosong. Tidak ada padi yang bisa disimpan, karena habis untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan padi cepat membusuk.

Baca Juga: 28 Rekomendasi Nama Anak Bahasa Sunda, Ada Arti Ningrat Siliwangi!

Warga Kasepuhan mengenal sekitar 50 jenis padi. Dengan pola tanam-panen sekali dalam setahun, padi yang dihasilkan memiliki kualitas yang lebih baik, gemuk.
Hasil panen ada yang bisa disimpan, sekaligus menjaga ketahanan pangan. Padi yang disimpan ini dapat bertahan hingga berpuluh-puluh tahun lamanya.

Bagi masyarakat Kasepuhan, menanam padi adalah bagian dari menjaga keselarasan dengan alam, menjaga keteraturan kosmik.

Pandangan Kosmologi Kasepuhan Sinaresmi tersebut terangkum dalam “Beuteung seubeuh, baju weuteuh, imah pageuh, pamajikan reuneuh” (perut terisi, baju pantas, rumah kokoh, kesinambungan keturunan). Maknanya yakni hasil tani dari menggarap tanah tidak perlu menunjukkan produktivitas tinggi, karena dapat menyebabkan lahan rusak. Namun yang penting, hasil tani dapat memenuhi semua kebutuhan hidup, bahkan membuat hidup menjadi tentram dengan masih bisa menghidupi keturunan dan terpenuhinya bahan makan.

Sumber: Kebudayaan Kemdikbud RI

Editor : Nida Salma

Tags :
BERITA TERKAIT