SUKABUMIUPDATE.com - Gunung Santri adalah nama sebuah bukit sekaligus nama kampung yang terletak di Desa Bojonegara, Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten.
Bukit ini berada di tengah gugusan pegunungan yang membentang dari pantai hingga ke Gunung Gede, gunung utama di kawasan tersebut.
Gunung Santri sering menjadi tujuan wisata religi karena terdapat makam tokoh-tokoh penting dari era Kesultanan Banten. Sepanjang perjalanan menuju puncak gunung, banyak ditemukan makam berbatu nisan kuno yang menjadi saksi sejarah.
Salah satu tokoh yang dimakamkan di puncak Gunung Santri adalah Syekh Muhammad Sholeh Bin Abdurrahman, seorang santri Sunan Ampel. Ia dikenal sebagai ulama yang aktif menyebarkan agama Islam di wilayah pesisir utara Banten.
Syekh Muhammad Sholeh Bin Abdurrahman wafat pada usia 76 tahun di tahun 1550 Masehi. Di dekat makamnya juga terdapat makam murid-muridnya, yaitu Malik Israil, Alih, dan Akbar. Mereka adalah santri setia yang mendampingi Syekh Muhammad Sholeh dalam berdakwah.
Pada masa itu, Banten masih menganut agama Hindu dan berada di bawah kekuasaan yang dipimpin oleh Prabu Pucuk Umun Rajanya Suku Baduy, dengan pusat pemerintahan di Banten Girang.
Syekh Muhammad Sholeh bertemu Sultan Maulana Hasanuddin di Gunung Lempuyang, Desa Ukirsari, Kecamatan Bojonegara. Sultan Maulana Hasanuddin, yang berasal dari Cirebon, memutuskan untuk menetap di Banten guna menyebarkan Islam.
Ia kemudian mengangkat Syekh Muhammad Sholeh sebagai pengawal sekaligus penasihatnya dengan julukan "Cili Kored."
Pertarungan Melawan Prabu Pucuk Umun
Usaha dakwah Sultan Maulana Hasanuddin mendapat perlawanan dari Prabu Pucuk Umun. Untuk mempertahankan kekuasaannya, Prabu Pucuk Umun menantang Sultan Maulana Hasanuddin untuk bertarung melalui adu ayam jago.
Tantangan tersebut diterima Sultan setelah bermusyawarah dengan Syekh Muhammad Sholeh. Dengan izin Allah, Syekh Muhammad Sholeh berubah wujud menjadi ayam jago dan memenangkan pertandingan tersebut.
Prabu Pucuk Umun dan para pengikutnya kemudian memilih mundur ke pedalaman Rangkasbitung, yang kini dikenal sebagai wilayah Baduy.
Setelah tugasnya selesai, Syekh Muhammad Sholeh kembali ke Gunung Santri untuk melanjutkan dakwah hingga wafat di tempat tersebut.
Ia menggunakan pendekatan persuasif dalam berdakwah, sehingga banyak orang dengan sukarela menerima ajaran Islam.
Selain berdakwah, Syekh Muhammad Sholeh juga bertani untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan mengajarkan masyarakat bercocok tanam dengan penuh keberkahan, seperti memulai setiap aktivitas dengan membaca basmalah dan dua kalimat syahadat.
Misteri Keranda Terbang dan Kesaktian Syekh Muhammad Sholeh
Kisah Syekh Muhammad Sholeh tidak hanya dikenal dari perjuangan dakwahnya dalam menyebarkan Islam di wilayah Banten, tetapi juga dari berbagai cerita misteri yang menyertainya. Salah satu cerita yang kerap disebutkan adalah misteri keranda terbang saat prosesi pemakamannya.
Menurut kisah yang dikutip dari berbagai sumber, ketika Syekh Muhammad Sholeh wafat dan hendak dimakamkan di puncak Gunung Santri, kondisi gunung tersebut masih sangat alami.
Pada masa itu, tidak ada akses jalan yang memadai untuk menuju ke puncak. Hal ini membuat proses pemakaman menjadi tantangan besar.
Namun, menurut penjaga makam di Gunung Santri, dengan karomah yang dimiliki Syekh Muhammad Sholeh dan atas izin Allah SWT, keranda yang membawa jenazah beliau secara ajaib terbang dari kaki gunung menuju puncak tempat pemakamannya dengan masyarakat mengikuti di belakangnya.
Hingga kini, makam Syekh Muhammad Sholeh di puncak Gunung Santri tetap menjadi tempat ziarah yang dihormati. Kisah keranda terbang ini menambah daya tarik misteri sekaligus penghormatan terhadap perjuangan dan karomah sang ulama besar di Gunung Santri Banten.
Editor : Ikbal Juliansyah