Sukabumi Update

Ki Amuk: Meriam Sakti Era Kesultanan Banten yang Ledakan Bikin Nyali Musuh Ciut!

Kisah Ki Amuk Senjata Pamungkas Kekuatan Kesultanan Banten. (Sumber : Instagram/@visitbanten.id).

SUKABUMIUPDATE.com - Kesultanan Banten merupakan salah satu kerajaan Islam yang paling berpengaruh di Nusantara selama hampir tiga abad, dari abad ke-15 hingga abad ke-18. Kejayaan Banten mulai mengalami tekanan ketika bangsa Eropa semakin memperluas pengaruhnya dan menekan kerajaan-kerajaan lokal.

Meskipun demikian, Kesultanan Banten tetap mampu bertahan dan mencapai puncak kejayaannya. Pengaruhnya yang begitu besar membuat sejarawan Belanda, Hermanus Johannes De Graaf, menyatakan bahwa pada abad ke-17, hanya ada dua kekuatan besar di Jawa yang sangat disegani oleh Belanda, yakni Kesultanan Mataram dan Kesultanan Banten.

Penilaian tersebut merujuk pada besarnya kekuatan militer yang dimiliki Banten. Selain memiliki pasukan yang terlatih, benteng pertahanan yang kokoh, serta angkatan laut yang kuat, Banten juga memiliki persenjataan canggih untuk zamannya.

Baca Juga: Si Jagur, Meriam dengan Simbol Jempol Kejepit yang Konon Memiliki Kekuatan Mistis

Salah satu senjata legendaris yang menjadi kebanggaan Kesultanan Banten adalah Meriam Ki Amuk. Senjata ini menjadi andalan dalam mempertahankan wilayah dari serangan musuh serta menghancurkan pasukan yang berusaha mengancam Banten.

Meriam Ki Amuk memiliki panjang 341 cm, diameter bagian belakang 66 cm, diameter mulut luar 60 cm, dan diameter dalam 32 cm. Bagian yang menonjol memiliki lebar 1,15 meter. Menurut K.C. Crucg, meriam ini memiliki panjang 3,45 meter, kaliber 31 cm, dan berat sekitar 6 ton.

Kini, meriam Ki Amuk disimpan di Museum Kepurbakalaan Banten Lama, yang berlokasi di dekat Masjid Agung Banten. Keunikan meriam ini terletak pada inskripsi dalam bahasa Arab yang terukir di badannya.

Baca Juga: Nyimas Gamparan: Panglima Perang Wanita Banten yang Bikin Belanda Kocar-kacir!

Tulisan Arab tersebut terletak di bagian atas atau punggung meriam dan terdiri dari tiga inskripsi yang tertulis dalam lingkaran medalion. Beberapa ahli seperti K.C. Crucg, L.C. Damais, serta Claude Guillot dan Ludvic Kalus telah mempelajari dan membaca inskripsi tersebut.

Terdapat tiga ornamen utama pada tubuh meriam ini, yaitu di bagian mulut meriam, bagian tengah atas, dan bagian belakang. Makna dari ketiga inskripsi tersebut berkaitan dengan nilai-nilai kebaikan yang berlandaskan ajaran Islam.

Sebagai senjata utama Kesultanan Banten, meriam Ki Amuk menjadi alat pertahanan yang sangat disegani. Banyak prajurit dan masyarakat Banten kala itu percaya bahwa kekuatan meriam ini bukan hanya berasal dari bentuk fisiknya, tetapi juga dari kekuatan spiritual, terutama berkaitan dengan para wali dan leluhur Banten, khususnya pengaruh besar dari Sultan Maulana Hasanuddin.

Baca Juga: Bendungan Pamarayan Banten: Dibangun Masa Kolonial dan Kisah Sosok Gaib Jahat Nyai Mujibah

Hanya dengan mendengar suara dentumannya saja, musuh sudah merasa gentar. Ketika ditembakkan, ledakannya sangat dahsyat hingga mampu menghancurkan target dan mengacaukan pertahanan lawan.

Kehebatan meriam Ki Amuk terbukti dalam berbagai pertempuran, seperti saat pasukan Banten menghadapi armada laut Portugis dan pasukan Belanda yang mencoba mendarat di pesisir Banten pada abad ke-15 hingga abad ke-18.

Meriam Ki Amuk atau Ki Jimat sekitar tahun 1915-1926. | G.F.J. (Georg Friedrich Johannes) BleyMeriam Ki Amuk atau Ki Jimat sekitar tahun 1915-1926. | G.F.J. (Georg Friedrich Johannes) Bley.

Asal Usul Meriam Ki Amuk

Terdapat beberapa versi mengenai asal-usul meriam Ki Amuk. Salah satu teori berasal dari catatan Mendes Pinto, seorang penulis Portugis. Ia mencatat bahwa saat terjadi perang antara Demak dan Panarukan, Kesultanan Demak telah memiliki sejumlah meriam cor, termasuk satu meriam berukuran besar yang kemungkinan adalah meriam Ki Amuk.

Meriam-meriam tersebut dibuat oleh para pandai besi dari Turki dan Aceh.

Baca Juga: Keraton Kaibon: Persembahan Sultan untuk Ibunda Ratu Aisyah yang Dihancurkan Jenderal Daendels

Versi lain berasal dari cerita rakyat yang kaya akan unsur legenda dan mitos. Dikisahkan bahwa pada saat itu, Kesultanan Banten, yang masih berada di bawah kekuasaan Demak, mulai diincar oleh Portugis dan Belanda.

Untuk melindungi Banten, Sultan Demak mengirim pasukan terbaiknya, termasuk tiga prajurit bersaudara yang berperang melawan armada Portugis yang datang dari laut.

Namun, dua dari tiga bersaudara tersebut melanggar larangan leluhur mereka, yaitu mandi di laut saat terik matahari. Akibatnya, mereka terkena kutukan dan berubah menjadi meriam. Salah satu dari meriam tersebut konon menjadi meriam Ki Amuk yang kemudian digunakan oleh Kesultanan Banten.

Versi lain menyebutkan bahwa meriam Ki Amuk merupakan hadiah dari Sultan Demak berdasarkan keputusan Walisongo. Meriam ini diberikan sebagai hadiah pernikahan antara Sultan Maulana Hasanuddin dan Putri Demak.

Awalnya, daya ledak dan jangkauan meriam Ki Amuk hanya sekitar 65 meter, layaknya meriam pada umumnya. Namun, Sultan Maulana Hasanuddin merasa tidak puas dengan kemampuan ini. Beliau kemudian bermunajat kepada Allah SWT agar meriam ini memiliki kekuatan yang lebih besar.

Setelah melalui serangkaian doa dan tirakat, Sultan mencoba kembali meriam tersebut. Hasilnya, kekuatan meriam Ki Amuk meningkat berkali-kali lipat. Suara dentumannya semakin menggelegar dan jangkauan tembakannya mencapai 500 meter hingga 1 kilometer.

Kehebatan ini membuat meriam Ki Amuk menjadi senjata pamungkas Kesultanan Banten yang paling ditakuti. Musuh-musuh pun banyak yang lari ketakutan hanya dengan mendengar suara tembakannya.

Awalnya, meriam Ki Amuk ditempatkan di Pelabuhan Karangantu. Namun, masyarakat setempat percaya bahwa meriam ini memiliki kekuatan gaib, sehingga banyak yang melakukan ritual, seperti melempar koin atau memeluk moncong meriam. 

Konon, jika seseorang dapat merapatkan pergelangan tangannya saat memeluk meriam, maka ia akan menjadi kaya raya.

Karena kepercayaan ini, akhirnya meriam Ki Amuk dipindahkan ke Banten Lama, tepatnya ke Museum dekat Masjid Agung Banten. Nama Ki Amuk sendiri diduga berasal dari daya tembakannya yang luar biasa dan ledakan yang sangat besar.

Sumber: Kemendikbud dan Berbagai Sumber

Editor : Ikbal Juliansyah

Tags :
BERITA TERKAIT