Sukabumi Update

Bagaimana Hukum Qadha Puasa Ramadhan Setelah Nisfu Sya'ban? Ini Penjelasan Para Ulama

Ilustrasi Berbuka Bersama Setelah Menjalankan Ibadan Puasa (Sumber : Freepik/@rawpixel.com)

SUKABUMIUPDATE.com - Sebentar lagi kita akan menjumpai bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah dan diwajibkan bagi umat Islam untuk berpuasa sebulan penuh, kecuali bagi mereka yang memiliki alasan syar'i untuk tidak berpuasa, seperti sakit atau hamil. Bagi yang tidak bisa menjalankan puasa, mereka diwajibkan mengganti (qadha) puasa Ramadhan di luar bulan Ramadhan tersebut, misalnya di bulan Rajab atau Sya’ban.

Namun, ada pertanyaan yang sering muncul: apakah boleh mengqadha puasa Ramadhan di bulan Sya’ban, terutama setelah Nisfu Sya’ban (pertengahan bulan Sya’ban)? Ada berbagai pandangan yang berkembang di kalangan para ulama terkait hal ini. Mari kita simak penjelasan lebih lanjut.

1. Pandangan Mazhab Syafi’i

Ulama mazhab Syafi’i memiliki pandangan yang cukup tegas mengenai puasa setelah Nisfu Sya'ban. Mereka mengharamkan puasa setelah pertengahan bulan Sya'ban berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA. Rasulullah SAW bersabda:

"Jika telah melewati separuh bulan Sya'ban, maka janganlah kalian berpuasa."
(HR Imam Lima: Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah)

Hadis ini menunjukkan bahwa puasa setelah Nisfu Sya'ban dilarang karena dianggap sebagai hari syak (ragu), yaitu hari yang antara Sya'ban dan Ramadhan. Orang yang berpuasa setelah Nisfu Sya'ban bisa saja tidak menyadari bahwa Ramadhan telah tiba. Selain itu, alasan lain dari pelarangan ini adalah untuk memberi kesempatan bagi tubuh untuk mempersiapkan diri menjalani puasa Ramadhan.

Namun, mazhab Syafi’i memberikan pengecualian terhadap larangan ini, terutama bagi orang yang memang terbiasa berpuasa, seperti puasa Senin-Kamis, puasa Ayyamul Bidh (puasa pada tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan hijriyah), puasa nadzar, dan tentu saja puasa qadha. Jadi, jika seseorang mengqadha puasa Ramadhan di bulan Sya’ban, hal itu diperbolehkan selama alasan puasa tersebut sudah jelas dan dia terbiasa berpuasa.

Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam Fiqhul Islami wa Adillatuhu menjelaskan:

"Ulama mazhab Syafi'i mengatakan, puasa setelah Nisfu Sya'ban diharamkan karena termasuk hari syak, kecuali ada sebab tertentu, seperti orang yang sudah terbiasa melakukan puasa dahar, puasa Daud, puasa Senin-Kamis, puasa nadzar, puasa qadha, baik wajib ataupun sunnah, puasa kaffarah, dan melakukan puasa setelah Nisfu Sya'ban dengan syarat sudah puasa sebelumnya, meskipun satu hari Nisfu Sya'ban."

Baca Juga: Kapan Nisfu Sya'ban 2025? Cek Tanggal, Keutamaan, dan Amalannya

2. Pandangan Ulama Selain Mazhab Syafi’i

Berbeda dengan pandangan mazhab Syafi’i, mayoritas ulama dari mazhab lain, termasuk mazhab Hanbali dan Hanafiyah, tidak melarang puasa setelah Nisfu Sya'ban. Mereka berpendapat bahwa hadis yang melarang puasa setelah Nisfu Sya'ban adalah lemah dan tidak dapat dijadikan dasar hukum yang kuat.

Ibnu Hajar al-‘Asqalani, dalam Fathul Bari, mengatakan:

"Mayoritas ulama membolehkan puasa sunnah setelah Nisfu Sya'ban dan mereka melemahkan hadis larangan puasa setelah Nisfu Sya'ban. Imam Ahmad dan Ibnu Ma'in mengatakan hadis tersebut munkar."

Dengan demikian, ulama yang berpendapat seperti ini memperbolehkan puasa sunnah setelah Nisfu Sya'ban, termasuk mengqadha puasa Ramadhan. Mereka menekankan bahwa yang lebih penting adalah memastikan bahwa seseorang mengetahui kapan dimulainya bulan Ramadhan dan tidak melakukan puasa pada hari yang ragu-ragu antara Sya'ban dan Ramadhan.

3. Hikmah Puasa di Bulan Sya'ban

Meskipun ada perbedaan pendapat terkait hukum puasa setelah Nisfu Sya'ban, bulan Sya'ban tetap memiliki keutamaan tersendiri. Rasulullah SAW sangat memperbanyak puasa di bulan ini. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah RA, beliau mengatakan:

"Rasulullah SAW tidak pernah lebih banyak berpuasa pada suatu bulan selain pada bulan Sya'ban."
(HR Bukhari)

Ini menunjukkan bahwa bulan Sya'ban adalah bulan yang sangat istimewa, dan dianjurkan untuk memperbanyak ibadah, termasuk puasa. Bahkan, terdapat malam yang penuh berkah pada Nisfu Sya'ban, yang dipercaya sebagai malam pengampunan. Di malam ini, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak doa, ibadah, dan istighfar.

Baca Juga: 3 Doa Selamat Perjalanan, Amalkan Agar Allah SWT Senantiasa Menjagamu

4. Apakah Masih Diperbolehkan Berpuasa Setelah Nisfu Sya'ban?

Setelah malam Nisfu Sya'ban, jika seseorang ingin melanjutkan puasa, maka menurut mayoritas ulama selain Syafi’i, puasa sunnah tetap diperbolehkan. Hal ini berlaku juga untuk mengqadha puasa Ramadhan, asalkan orang tersebut tahu kapan awal Ramadhan dan tidak dalam keadaan ragu-ragu.

Namun, ulama mazhab Syafi’i tetap memperbolehkan puasa bagi orang yang terbiasa berpuasa, seperti puasa Senin-Kamis atau puasa ayyamul bidh. Jadi, meskipun ada larangan umum untuk puasa setelah Nisfu Sya'ban, orang yang terbiasa dengan puasa sunnah atau yang memiliki kewajiban untuk mengqadha puasa Ramadhan tetap bisa melakukannya.

Terkait hukum puasa setelah Nisfu Sya'ban, ada perbedaan pandangan di kalangan para ulama. Ulama mazhab Syafi’i melarangnya dengan alasan hari syak dan untuk mempersiapkan diri menjalani puasa Ramadhan, kecuali bagi mereka yang memiliki alasan tertentu, seperti mengqadha puasa Ramadhan atau yang terbiasa berpuasa. Sementara itu, mayoritas ulama lainnya membolehkan puasa sunnah setelah Nisfu Sya'ban, termasuk mengqadha puasa Ramadhan, selama tidak ada keraguan mengenai masuknya bulan Ramadhan.

Yang terpenting adalah menjaga niat dan niat baik untuk mengganti puasa Ramadhan yang tertinggal. Sebagai umat Muslim, kita dianjurkan untuk selalu mencari keberkahan dalam setiap ibadah, terutama di bulan Sya'ban yang penuh rahmat ini.

Baca Juga: Doa untuk Memohon Kemudahan Saat Menghadapi Kesulitan

Sumber : NU online

Editor : Silvi Maharani

Tags :
BERITA TERKAIT