SUKABUMIUPDATE.com - Belakangan ini, tren #KaburAjaDulu semakin ramai diperbincangkan di media sosial. Tagar ini mencerminkan realitas banyak anak muda Indonesia yang mencari peluang di luar negeri, baik untuk studi maupun bekerja. Fenomena ini berkaitan erat dengan brain drain, yaitu migrasi tenaga kerja terampil ke luar negeri yang bisa berdampak pada perekonomian Indonesia dalam jangka panjang.
Kenapa Banyak Orang Memilih Pergi?
Menurut sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Drajat Tri Kartono, ada dua faktor utama yang mendorong tren ini:
-
Push factor (faktor pendorong) – Terbatasnya lapangan kerja, tingginya persaingan, nepotisme, serta kurangnya apresiasi terhadap inovasi dan pendidikan di Indonesia.
-
Pull factor (faktor penarik) – Negara lain menawarkan gaji lebih tinggi, fasilitas lebih baik, kesempatan berkembang yang luas, serta jaminan masa depan yang lebih menjanjikan.
Menurut Badan Pusat Statistik rata-rata gaji pekerja di Indonesia yang hanya sekitar Rp3,7 juta juga menjadi salah satu alasan utama di balik fenomena ini. Biaya hidup yang terus meningkat, sulitnya membeli rumah, serta ketidakpastian masa depan membuat banyak anak muda melihat peluang lebih baik di luar negeri.
Baca Juga: Youth Economic Summit 2024: Tahun 2025 Butuh Lompatan Ekonomi, Ini Komunike Anak Muda Indonesia
Negara Tujuan Favorit
Banyak WNI memilih pindah ke Singapura, Australia, Jepang, Jerman, dan Kanada, yang menawarkan kesempatan kerja lebih baik. Misalnya, dari 2019 hingga 2022, sekitar 3.912 WNI berpindah kewarganegaraan menjadi warga negara Singapura. Negara-negara seperti Jerman bahkan secara aktif merekrut pekerja asing untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja【20】.
Dampak Brain Drain bagi Indonesia
Fenomena brain drain memiliki dampak yang cukup serius bagi Indonesia, terutama dalam aspek ekonomi dan pembangunan:
1. Kehilangan Talenta Unggul
Banyak lulusan terbaik memilih bekerja di luar negeri karena prospek karier yang lebih menjanjikan. Hal ini menyebabkan Indonesia kekurangan tenaga kerja berkualitas di sektor strategis, seperti teknologi, kesehatan, dan riset.
2. Pertumbuhan Ekonomi yang Terhambat
Kurangnya tenaga ahli dalam negeri bisa menghambat inovasi dan perkembangan industri lokal, membuat Indonesia sulit bersaing di kancah global
Baca Juga: Fenomena Generasi Sandwich: Tantangan Keuangan Anak Muda di Tengah Beban Keluarga
3. Kesenjangan Kesejahteraan yang Meningkat
Dengan semakin banyaknya profesional yang pergi, kualitas SDM di dalam negeri semakin timpang. Ini bisa memperburuk ketimpangan sosial-ekonomi.
4. Ketergantungan pada Tenaga Kerja Asing
Jika Indonesia tidak bisa mempertahankan talenta lokal, maka perusahaan-perusahaan besar akan semakin bergantung pada tenaga kerja asing yang bisa berujung pada kurangnya kesempatan kerja bagi masyarakat lokal.
Apa yang Bisa Dilakukan?
Untuk mengatasi tren ini, pemerintah perlu menciptakan kebijakan yang lebih baik, seperti meningkatkan kesejahteraan pekerja, memperbaiki sistem ketenagakerjaan, serta menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan kompetitif. Selain itu, membangun ekosistem bagi diaspora Indonesia untuk tetap terhubung dengan tanah air bisa menjadi solusi agar brain drain berubah menjadi brain circulation, yaitu pertukaran pengetahuan yang menguntungkan kedua belah pihak.
Baca Juga: 7 Kasus dalam Fenomena “No Viral No Justice”, Kritik Publik Kepada Penegakan Hukum
Tren #KaburAjaDulu mencerminkan keresahan anak muda Indonesia. Meski tidak semua orang memilih pindah ke luar negeri, meningkatnya minat untuk mencari peluang di negara lain menunjukkan perlunya perbaikan di dalam negeri agar talenta terbaik tetap bisa berkembang tanpa harus pergi.
Sumber : DW Indonesia
Editor : Maya Santika