SUKABUMIUPDATE.com - Setiap budaya dan adat di berbagai daerah di Indonesia memiliki mitos tentang larangan-larangan yang dipercayai masyarakat secara turun-temurun. Salah satu contohnya terdapat dalam masyarakat Sunda.
Mitos mengenai larangan atau hal yang dianggap kurang pantas dalam budaya Sunda dikenal dengan istilah pamali. Pamali memiliki makna sebagai sesuatu yang tidak boleh dilakukan, dilanggar, atau bahkan dianggap sebagai larangan.
Biasanya, pamali disampaikan oleh orang tua kepada anak-anak mereka sebagai bentuk nasihat agar menghindari perilaku yang dianggap tidak pantas. Meskipun tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, dalam masyarakat Sunda, pamali secara tidak langsung telah menjadi hukum adat yang harus dipatuhi.
Bagi generasi terdahulu, termasuk mereka yang lahir di era 90-an dan awal 2000-an, keberadaan mitos pamali ini masih cukup terasa. Berikut beberapa contoh larangan atau mitos pamali yang populer di masyarakat Sunda:
1. Larangan Tidur Tengkurap dengan Kaki Diangkat ke Atas
Tidur tengkurap dengan posisi kaki diangkat ke atas, yang sekilas menyerupai ekor kalajengking, merupakan kebiasaan yang sangat dilarang oleh orang tua zaman dulu. Biasanya, anak-anak melakukan posisi ini saat bermain atau bersantai.
Jika diketahui oleh orang tua, mereka akan langsung menegur, bahkan memarahi anak tersebut. Menurut mitos yang berkembang, tidur dengan posisi ini diyakini dapat menyebabkan ibu anak tersebut cepat meninggal. Namun, tentu saja ini hanyalah mitos belaka.
Pesan tersirat dari larangan ini adalah untuk mengajarkan etika dan tata krama. Tidur dengan posisi kaki diangkat ke atas dianggap tidak sopan, terutama karena posisi kaki bisa sejajar dengan kepala orang yang lebih tua yang duduk di dekatnya.
Ilustrasi Pamali. | Foto : Pixabay
2. Larangan Berada di Luar Rumah saat Maghrib
Bermain di luar rumah merupakan aktivitas yang menyenangkan bagi anak-anak. Namun, bagi generasi zaman dulu, ada aturan ketat terkait batas waktu bermain, yaitu saat Maghrib tiba. Tidak peduli seasyik apa pun bermain, begitu waktu Maghrib mendekat, anak-anak harus segera masuk ke rumah.
Menurut orang tua zaman dulu, waktu Maghrib bertepatan dengan keluarnya Sandekala makhluk halus atau jurig (hantu dalam bahasa Sunda) yang dapat menculik anak-anak yang masih berada di luar rumah.
Di beberapa daerah di Jawa Barat, seperti Cirebon, Kuningan, dan Majalengka, mitos ini dikenal dengan fenomena munculnya Sandikala. Oleh karena itu, ketika Maghrib tiba, orang tua sering berkata, "Cepetan masuk ke rumah dan tutup pintunya, takut ada Sandekala!"
Meskipun berbasis mitos, larangan ini sebenarnya bertujuan untuk mendisiplinkan anak-anak dan mengajarkan pentingnya beribadah, terutama melaksanakan salat Maghrib dan mengaji setelahnya.
3. Larangan Mengambil Uang Temuan saat Bulan Mulud
Dalam kehidupan sehari-hari, kita mungkin pernah menemukan uang atau barang tergeletak di jalan. Sebagian orang memilih membiarkannya, sementara yang lain mengambilnya dengan niat menyelamatkan barang tersebut atau bahkan memilikinya sendiri.
Di beberapa daerah di Jawa Barat, seperti Cirebon dan Kuningan, terdapat larangan mengambil uang temuan, terutama saat bulan Rabiul Awal (bulan Mulud). Menurut mitos yang beredar, uang yang ditemukan pada bulan ini diyakini sebagai tumbal pesugihan.
Jika seseorang mengambil uang tersebut, ia dipercaya akan menjadi tumbal bagi orang yang melakukan pesugihan.
Tentu saja, ini hanya mitos. Namun, larangan ini sebenarnya bertujuan untuk mendidik anak-anak agar tidak sembarangan mengambil barang yang bukan miliknya serta menanamkan nilai kerja keras dalam memperoleh sesuatu.
4. Larangan Duduk di Depan Pintu
Larangan duduk di depan pintu adalah mitos yang hampir ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Dalam budaya Sunda, larangan ini dipercaya dapat mendatangkan kesialan, terutama bagi anak perempuan. Mereka diyakini akan mengalami kesulitan dalam menemukan jodoh.
Orang tua Sunda sering memperingatkan anak gadis mereka dengan berkata, "Ulah diuk di hareup panto, bisi hese jodoh." ("Jangan duduk di depan pintu, nanti susah dapat jodoh.")
Meski ini hanya mitos, larangan ini sebenarnya memiliki pesan penting, yaitu agar seseorang tidak menghalangi jalur keluar-masuk rumah serta mengajarkan etika kepada anak perempuan untuk menjaga martabat dan menempatkan diri dengan baik.
Itulah beberapa contoh pamali yang diajarkan oleh orang tua Sunda zaman dulu kepada anak-anak mereka. Meskipun larangan-larangan ini sering kali dikemas dengan cerita mistis, tujuan utamanya adalah untuk mendidik anak-anak mengenai etika, sopan santun, dan disiplin dalam kehidupan sehari-hari.
Seiring dengan perkembangan zaman, mitos-mitos pamali ini mulai pudar namun hanya beberapa saja yang masih percaya hingga saat ini. Generasi saat ini cenderung menganggap pamali sebagai takhayul semata tanpa menggali lebih dalam makna di baliknya. Padahal, di balik mitos tersebut, tersimpan nilai-nilai moral yang masih relevan hingga sekarang.
Sumber: YouTube Bujang Gotri
Editor : Ikbal Juliansyah