SUKABUMIUPDATE.com - Ada sebuah testimoni yang mencerminkan dilema relasi yang sangat relevan. Datang dari seorang narasumber, seorang Beauty Advisor (BA) di Bogor, yang kita sebut sebagai Rani Permata. Kesehariannya yang sibuk melayani ragam karakter pelanggan di pusat perbelanjaan ternyata tak sebanding dengan tantangan emosional yang ia hadapi di rumah.
Rani menyoroti sebuah fenomena yang kerap luput dari perhatian: ketidakselarasan antara usia kronologis dan kematangan emosional. Ia mengungkapkan kepayahan menghadapi figur terdekatnya seorang pria yang usianya sudah memasuki paruh baya menuju senja, berada di kisaran 50-an yang masih menunjukkan sikap yang sangat manja (olo-olo), mudah merajuk (pundungan), dan memicu drama yang tidak substansial. Karakteristik ini, menurut Rani, menciptakan kelelahan emosional yang intens, memaksanya berhadapan dengan "anak TK" dalam sosok dewasa.
Dilema Rani menjadi cermin nyata bahwa usia tidak selalu menjamin kedewasaan sikap. Alih-alih mendapatkan figur yang bijaksana dan stabil di masa matang, ia justru dihadapkan pada perilaku yang menuntut perhatian (attention seeking) dan ego yang sulit dikendalikan, seringkali terkait dengan isu-isu hubungan. Permasalahan ini menggarisbawahi perlunya analisis mendalam mengenai akar psikologis dari perilaku tersebut.
Baca Juga: Dokter Relawan Sukabumi Ungkap Krisis Air Bersih dan Kondisi Mencekam di Aceh Tamiang
Kisah Rani Permata, si Beauty Advisor yang jago merias wajah tetapi bingung merias emosi pasangan, adalah cerminan suara dari ribuan pembaca lain di luar sana. Redaksi menyadari betul bahwa Rani tidak berjuang sendirian, ia adalah representasi dari banyak individu yang lelah mentoleransi ketidakdewasaan emosional berbalut usia matang. Oleh karena itu, kita perlu bergerak melampaui rasa frustrasi dan mencari tahu mengapa fenomena ini terjadi, karena hanya dengan memahami akar psikologisnya, kita dapat menemukan cara yang efektif dan bijak untuk mengakhiri siklus drama tersebut.
Usia Tua Bukan Jaminan Bebas Drama
Seringkali kita berasumsi bahwa semakin bertambah usia, seseorang akan semakin matang dan bijak dalam mengelola emosi. Namun, psikologi hubungan menunjukkan sebaliknya. Perilaku dramatis dan merajuk pada pria di usia 50-an ke atas seringkali adalah manifestasi dari kebutuhan mendasar yang belum terpenuhi atau pola respons yang sudah tertanam kuat. Mari kita terangkan, berdasarkan pendapat pskilog yang menerangkan akar dari sifat-sifat ini, khususnya pada laki-laki.
- Krisis Identitas dan Kebutuhan Validasi (Attention Seeking)
Pada usia ini, banyak pria menghadapi tantangan besar seperti pensiun, menurunnya peran di masyarakat atau karier (empty nest syndrome), hingga kekhawatiran tentang kesehatan dan mortalitas. Perasaan kehilangan kontrol atau relevansi bisa memicu krisis identitas terselubung. Perilaku drama dan pundungan bisa menjadi mekanisme darurat untuk:
- Mencari Perhatian: Ini adalah cara termudah dan tercepat untuk memastikan bahwa dirinya masih "terlihat" dan "penting" di mata pasangan. Reaksi emosional dari pasangan (baik itu kesal, cemas, atau simpati) dianggap sebagai validasi bahwa ia masih berharga.
- Mengalihkan Rasa Takut: Drama adalah pengalih perhatian dari rasa takut yang lebih dalam, seperti takut sakit, takut tidak dicintai, atau takut menghadapi masa tua.
Baca Juga: Ferry Irwandi Bagikan Kondisi di Langkat: 2.000 Warga Tinggal di Atas Rel Kereta Api
- Kesenjangan Kedewasaan Emosional
Konsep kedewasaan emosional berbeda dari usia. Seseorang bisa saja sukses secara karier, namun gagal mengembangkan keterampilan emosional yang sehat. Perilaku olo-olo atau merajuk adalah tanda jelas dari regulasi emosi yang buruk. Mereka tidak tahu bagaimana memproses frustrasi, kekecewaan, atau rasa tidak nyaman secara konstruktif. Alih-alih berkomunikasi, mereka kembali ke pola perilaku anak-anak (regression) yang berhasil mendapatkan respons di masa lalu. Dalam konteks lansia, fenomena ini kadang dikaitkan dengan penurunan kognitif ringan, tetapi lebih sering berakar pada gaya keterikatan yang sudah lama terbentuk.
- Pola Keterikatan Tidak Aman (Insecure Attachment)
Teori keterikatan menunjukkan bagaimana pengalaman masa kecil membentuk cara kita menjalin hubungan dewasa. Pria yang menunjukkan perilaku drama king pada usia matang sering memiliki gaya keterikatan cemas (anxious attachment). Mereka:
- Takut ditinggalkan atau ditolak.
- Membutuhkan afirmasi konstan.
- Menggunakan drama atau merajuk untuk menguji seberapa besar pasangan mencintai dan bersedia bertahan. Ini adalah siklus yang melelahkan bagi pasangan.
Validasi Kebutuhan, Bukan Dramanya: Pisahkan emosi dari tindakan. Akui perasaannya, tetapi jangan beri hadiah atas dramanya.
- Manipulasi Terselubung dan Kontrol
Drama dan sikap merajuk juga bisa menjadi senjata manipulasi yang efektif. Dengan menciptakan suasana emosional yang tegang, pria tersebut secara tidak sadar (atau sadar) berusaha mengendalikan dinamika hubungan. Pasangan cenderung menyerah dan menuruti kemauannya hanya demi meredakan badai emosi yang ia ciptakan, sehingga ia belajar bahwa perilaku dramatis adalah jalan pintas menuju kendali dan pemenuhan keinginannya.
Baca Juga: Ada Lupa Daratan, Berikut Film dan Serial yang Tayang di Netflix Desember 2025
Strategi Menghadapi "Drama King" Usia Matang
Bagaimana cara menghadapi karakter seperti ini tanpa harus menggurui, namun tetap memicu refleksi dan mendorong tindakan yang lebih dewasa? Intinya adalah mengubah respons Anda, karena drama tidak akan ada tanpa penonton dan interaksi.
- Tetapkan Batasan yang Jelas (Boundaries): Jangan biarkan drama kecil menguasai hidup Anda. Katakan dengan tenang, "Saya akan mendengarkan kamu ketika kamu berbicara dengan nada normal, bukan ketika kamu merajuk/berteriak." Saat dia mulai drama, de-eskalasi dengan menarik diri secara fisik (bukan secara emosional) dan kembali saat suasana sudah tenang.
- Validasi Kebutuhan, Bukan Dramanya: Pisahkan emosi dari tindakan. Akui perasaannya, tetapi jangan beri hadiah atas dramanya. Contoh: "Saya tahu kamu kecewa (validasi emosi), tapi saya tidak akan membahas ini kalau kamu masih merajuk (tidak memberi hadiah pada perilaku). Mari kita bicarakan besok pagi dengan tenang."
- Bicara Jelas tentang Ego dan Dampak: Gunakan momen tenang untuk berdiskusi dengan lembut, bukan saat sedang konflik. Fokus pada dampak perilaku tersebut pada hubungan dan dirinya, bukan menyalahkan karakternya. Misalnya, "Drama ini membuat kita berdua lelah, dan itu menjauhkan saya dari keinginan untuk dekat denganmu. Saya ingin menghabiskan masa tua dengan damai, bisakah kita coba cara lain?"
- Dorong Komunikasi Asertif: Ketika ia merajuk, tanyakan dengan tegas dan lembut, "Apa yang sebenarnya kamu butuhkan dari saya saat ini?" atau "Tolong katakan secara langsung apa yang kamu rasakan, bukan melalui sindiran atau drama." Ini mendorongnya untuk beralih dari manipulasi emosi menjadi komunikasi yang bertanggung jawab.
- Perhatikan Kebutuhan Dasar: Kadang, pundungan pada usia lansia adalah ekspresi frustrasi karena sakit ringan, kelelahan, atau kesepian. Pastikan kebutuhan fisik dan emosional dasarnya terpenuhi sebelum berasumsi itu murni drama.
Baca Juga: Kaleidoskop 2025: Suara Artis untuk Bumi di Era Kritis
Menghadapi pria dengan pola perilaku ini memang membutuhkan kesabaran luar biasa. Langkah terbaik adalah menjaga kesehatan emosional Anda sendiri sembari secara konsisten menuntut standar komunikasi yang lebih dewasa. Anda tidak bisa mengubah orang, tetapi Anda bisa mengubah cara Anda merespons dan itulah kunci untuk meredam drama.
Kedewasaan emosional tidak terukir di kartu identitas alias KTP, melainkan di pola pikir. Jika pasangan di usia matang masih memilih drama, olo-olo, dan pundungan sebagai mekanisme bertahan, itu adalah bukti bahwa ia belum menyelesaikan 'PR' emosi dari masa lalunya dan sayangnya, ia menjadikan Anda sebagai kelas terapi pribadinya. Tugas Anda, seperti Rani sang Beauty Advisor yang cerdas, bukanlah mengubahnya, melainkan menolak menjadi penonton setia drama tersebut, karena hanya dengan mengubah respons Anda, tirai panggung drama emosional itu bisa ditutup selamanya.
Jadi intinya, kalau Anda punya pasangan yang usianya sudah matang tapi kelakuannya masih kayak balita minta permen sedikit-sedikit pundungan, terus drama, atau manja minta dielus kayak kucing Persia jangan kaget. Sepertinya, dia mungkin melewatkan pelajaran "Kedewasaan Emosional Tingkat Lanjut" di sekolah kehidupan. Anda tidak sendirian kok, bahkan Rani si Beauty Advisor yang jago bikin orang lain glowing pun sering pusing menghadapi 'Drama King' di rumah. Ingat, Anda bukan personal therapist atau pengasuh anak TK; jadi, sesekali biarkan saja dia merajuk di pojokan, sambil Anda menikmati kopi dan skincare routine Anda yang memang lebih penting.
Editor : Danang Hamid