Sukabumi Update

1 Miliar Langsung Cair! Pandawara Group Bikin Geger, Publik Patungan Beli Hutan Sebelum Habis Ditebang?

Kerusakan hutan di Tesso Nilo memiliki dampak bencana yang melampaui batas-batas taman nasional. (Sumber foto: istimewa)

SUKABUMIUPDATE.com - Di tengah krisis lingkungan yang makin mengemuka, terutama pasca-bencana banjir dan longsor di Sumatra yang disebut-sebut terkait dengan kerusakan hutan, kelompok aktivis lingkungan Pandawara Group meluncurkan sebuah ide yang berani dan memantik atensi publik: mengajak seluruh masyarakat Indonesia berdonasi untuk membeli hutan-hutan yang terancam agar tidak dialihfungsikan.

Awalnya disampaikan melalui unggahan "lagi ngelamun" di media sosial pada 4 Desember 2025, gagasan ini segera viral dan menuai dukungan masif. Pandawara, yang dikenal lewat aksi bersih-bersih sungai dan pantai, menawarkan solusi nyata di luar kritik terhadap tata kelola lahan. Mereka mengajak publik untuk mengambil peran aktif, diawali dengan ajakan donasi sekecil "ceban pertama" (Rp 10.000).

Sambutan dari figur publik pun berdatangan. Tak hanya warganet, inisiatif ini langsung digemakan oleh beberapa selebritas dan influencer. Alih-alih Denny Sumargo, penyanyi pop-dangdut ternama, Denny Caknan, adalah salah satu yang pertama menyatakan kesiapan berdonasi dengan nominal fantastis,Rp 1 miliar. Tak lama kemudian, influencer King Abdi juga menyatakan siap berkontribusi sebesar Rp 500 juta, menambah total komitmen dari dua figur publik ini menjadi Rp 1,5 miliar, sekaligus menegaskan betapa kuatnya resonansi gerakan ini.

Baca Juga: HP Dicari karena Aspirasi, Dibeli karena Realitas Dompet

Aksi yang dianggap "ngawur tapi masuk akal" oleh Denny Caknan ini bukan sekadar pengumpulan dana, melainkan simbol perlawanan dan kepedulian publik terhadap ekosistem. Ide ini mendorong percakapan kritis mengenai perlunya penjagaan aset alam secara kolektif, alih-alih pasif menunggu kebijakan pemerintah.

Meskipun gelombang donasi dan komitmen finansial menunjukkan antusiasme yang tinggi, mewujudkan pembelian dan perlindungan hutan secara legal bukanlah perkara mudah. Tantangan terbesar terletak pada aspek regulasi kepemilikan lahan di Indonesia. Hutan-hutan yang terancam umumnya memiliki status hukum yang kompleks, mulai dari Hutan Produksi, Hutan Konservasi, hingga lahan milik yang dikuasai korporasi atau masyarakat adat. Untuk memastikan dana donasi digunakan secara efektif dan permanen, Pandawara harus bekerja sama erat dengan para ahli hukum, Badan Pertanahan Nasional (BPN), serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Pembelian lahan harus diikuti dengan penetapan status konservasi atau pengelolaan berkelanjutan yang terjamin, menghindari potensi sengketa atau pengalihan fungsi di masa mendatang. #RegulasiLahan, #TantanganHukum, #KonservasiLahan

Kredibilitas dan Transparansi Kunci Keberlanjutan

Keberhasilan jangka panjang gerakan "Patungan Beli Hutan" sangat bergantung pada kredibilitas dan transparansi pengelolaan dana yang terkumpul. Mengingat nominal komitmen yang fantastis dan sifat donasi publik, Pandawara Group wajib menerapkan sistem audit yang ketat dan terbuka untuk semua pihak. Mereka perlu menggandeng lembaga keuangan atau yayasan konservasi yang independen dan terpercaya sebagai custodian dana, memastikan setiap rupiah digunakan sesuai peruntukan yaitu membeli, mengamankan, dan mengelola hutan.

Laporan berkala mengenai proses akuisisi lahan, status hukum, hingga progress penanaman kembali (jika ada) akan menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan publik yang telah terbangun masif. #TransparansiDana, #AkuntabilitasPublik, #KepercayaanDonatur

Baca Juga: Arab Saudi Memperketat Aturan Fotografi di Dua Masjid Suci Jelang Haji 2026

Bukan sekadar tinggi, tapi penopang kehidupan. Hutan ini adalah paru-paru dan spons raksasa. #KonservasiGunungBukan sekadar tinggi, tapi penopang kehidupan. Hutan ini adalah paru-paru dan spons raksasa. #KonservasiGunung

Inisiatif membeli hutan ini merupakan langkah taktis yang luar biasa, namun Pandawara Group juga dituntut memiliki visi jangka panjang yang melampaui sekadar aksi pembelian. Setelah hutan berhasil diamankan, diperlukan model pengelolaan yang berkelanjutan dan memberdayakan komunitas lokal atau masyarakat adat yang tinggal di sekitarnya. Pemberdayaan ini bisa berupa skema eco-tourism berbasis masyarakat atau program panen hasil hutan non-kayu (seperti madu atau buah-buahan) yang tidak merusak ekosistem.

Dengan melibatkan masyarakat lokal sebagai penjaga dan penerima manfaat, gerakan ini bertransformasi dari sekadar kampanye lingkungan menjadi model pembangunan ekonomi hijau yang inklusif dan lestari. #EkonomiHijau, #PemberdayaanLokal, #MasyarakatAdat. Gerakan kolektif ini membuktikan bahwa kesadaran lingkungan telah berkembang menjadi aksi nyata. Publik merasa terpanggil untuk melindungi hutan yang tersisa demi keberlangsungan ekosistem dan satwa liar, serta mencegah bencana hidrometeorologi di masa depan.

Gerakan "Patungan Beli Hutan" yang diinisiasi Pandawara Group ini pada akhirnya menawarkan lebih dari sekadar dana atau kepemilikan lahan baru, cermin kritis bagi kita semua. Inisiatif ini menandai titik balik psikologis di mana masyarakat tidak lagi puas hanya menjadi penonton kerusakan, tetapi bangkit menjadi pemilik sah atas nasib ekosistem. Komitmen miliaran, dari donatur besar hingga puluhan ribu rupiah dari pelajar, adalah pengakuan kolektif bahwa udara bersih, air, dan keanekaragaman hayati adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya tugas birokrasi. Ini adalah narasi baru: kisah ketika rakyat, yang merasa kehilangan aset vital mereka, memutuskan untuk merebut kembali masa depan hijau dengan kekuatan dompet dan tekad bulat. Sebuah preseden humanis yang kuat, menandakan bahwa perubahan sejati sering kali berawal dari ide yang dianggap ngawur, tetapi dihidupkan oleh kepedulian tulus dan masif.

Editor : Danang Hamid

Tags :
BERITA TERKAIT