Sukabumi Update

Uyeg Hingga Bahasa Widal: Catatan Lestari dari Daftar Warisan Budaya Tak Benda Kota Sukabumi

Uyeg hingga bahasa widal, daftar WBTb Kota Sukabumi (Sumber: edit by copilot)

SUKABUMIUPDATE.com - Kota Sukabumi memiliki sejumlah karya budaya dari kebiasaan rakyat yang ditetapkan sebagai WBTb atau Warisan Budaya Tak Benda, baik tingkat Nasional atau Jawa Barat. Kota Sukabumi memiliki Uyeg, Gotong Lisung, Gotong Sisig, Bahasa Widal, Mochi hingga Boles, sebagai WBTb yang harus dilestarikan dan diturunkan kepada generasi mudanya.

WBTb adalah praktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan, serta alat, benda, artefak, dan ruang budaya terkait yang dianggap sebagai bagian dari warisan budaya suatu komunitas. Berbeda dengan warisan budaya benda seperti bangunan atau peninggalan fisik lainnya, warisan budaya tak benda lebih berfokus pada aspek-aspek non-materil yang hidup dalam masyarakat.

Baru-baru ini pemerintah daerah Kota Sukabumi kembali menggelar Sarasehan dan Diseminasi Pengusulan Penetapan Warisan Budaya Takbenda (WBTb). Wakil Wali Kota Sukabumi, Bobby Maulana hadir dalam forum yang berlangsung di Grand Riung tersebut, bersama Komisi III DPRD Kota Sukabumi Bambang Herawanto, perwakilan Kementerian Kebudayaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, serta para budayawan dan pelaku seni budaya.

Baca Juga: Kronologi Lansia Tewas Terperosok ke Sumur Septic Tank di Jampangkulon

Dalam sambutannya, Bobby Maulana menyampaikan bahwa Warisan Budaya Takbenda merupakan kekayaan yang tidak ternilai karena memuat nilai-nilai luhur, kearifan lokal, serta ekspresi budaya yang hidup di tengah masyarakat.

Ia menegaskan bahwa warisan budaya menjadi cerminan jati diri dan karakter masyarakat Kota Sukabumi. “Warisan Budaya Takbenda adalah cerminan jati diri, karakter, dan sejarah panjang masyarakat Kota Sukabumi yang harus kita jaga bersama,” ujarnya dilansir dari portal Dokpim Kota Sukabumi.

Sejumlah karya warga Kota Sukabumi yang telah ditetapkan antara lain Uyeg Uyeg sebagai WBTb Indonesia Tahun 2018, Gotong Lisung, Gotong Sisig, dan Bahasa Widal sebagai WBTb Provinsi Jawa Barat Tahun 2017, Mochi Sukabumi sebagai WBTb Indonesia Tahun 2022, serta Boles sebagai WBTb Indonesia Tahun 2024.

Baca Juga: Oncom Makanan Fermentasi Lokal: Ini Kandungan Gizi dan Manfaatnya bagi Kesehatan

Saat ini, sejumlah karya budaya lainnya telah melalui proses sidang penetapan untuk diusulkan sebagai WBTb Provinsi Jawa Barat Tahun 2026.

Bobby menekankan bahwa penetapan Warisan Budaya Takbenda bukanlah akhir dari sebuah proses. “Pengusulan dan penetapan ini bukan akhir, melainkan awal dari tanggung jawab bersama untuk terus menjaga keberlanjutan warisan budaya agar tetap hidup dan diwariskan kepada generasi muda,” tegasnya.

Melalui kegiatan sarasehan dan diseminasi, Pemerintah Kota Sukabumi berharap terbangun pemahaman bersama, penguatan jejaring, serta sinergi lintas sektor antara pemerintah, akademisi, pelaku budaya, dan masyarakat.

Baca Juga: Ridwan Kamil Akui Kesalahan dan Minta Maaf Usai Isu Perselingkuhan Jadi Sorotan

Dalam kesempatan itu, ditegaskan juga bahwa kebudayaan akan terus dijadikan bagian integral dari pembangunan daerah, termasuk dalam sektor pendidikan, pariwisata, dan ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal, guna membangun masyarakat yang berkarakter dan berdaya saing.

Uyeg dan Anis Djatisunda

Penulis sastra di kompasiana Salwa Rulla Darmawan, menceritakan dengan menarik tentang Uyeg, kebudayaan sastra lama di Sukabumi yang nyaris hilang. Uyeg dituliskan sebagai kesenian tradisional yang berbentuk theater atau pertunjukan, dimana kata 'uyeg' berasal dari bahasa sunda 'oyag' yang berarti bergoyang.

Kesenian ini memiliki kesan yang cukup menonjol dari seni teater lainnya karena di setiap pertunjukkan pasti hadir salah satu tokoh sakral sanghyang 'raja uyeg' sebagai penguasa jagat uyeg. Bagi kebudayaan sunda, sanghyang itu memiliki tahta yang sama seperti seorang dewa dalam ajaran Hinduisme.

Baca Juga: Jalin Kolaborasi Riset dan Pengabdian Internasional dengan IWDN, UMMI Perluas Jejaring Global

“Zaman leluhur bangsawan Bogor menjadi titik awal kelahiran Uyeg. Salah satu tokoh pajajaran Bogor memberitahu jika Uyeg selalu tampil saat upacara Seren Taun Tutug Galur di Pakuan Pajajaran,” tulis Salwa.

Sebuah upacara yang dilaksanakan untuk mengagungkan Hyang Guru Bumi (Dewa kesuburan tanah) dan Sri Rumbiyang Jati (Demi kesuburan padi). Upacara ini selalu dilaksanakan pada malam purnama selama kurun waktu delapan hari berturut-turut.

Uyeg saat dipertunjukkan pada pukul 8 malam, dimulai dari pembakaran kemenyan, dilanjutkan dengan pembacaan suatu mantra lalu dimulailah pertunjukkan dengan latar 3 dunia yang akan muncul tokoh Sanghyang Raja Uyeg, ronggeng kembang, dan ronggeng panyeta, Sarda dan Ibong (tokoh antagonis yang sadar di tatar oleh siluman), Siluman, Nyi Widah, dan penari ronggeng uyeg.

Baca Juga: 6 Superfood Lokal yang Kaya Gizi: Dari Tempe hingga Pangan Fermentasi Nusantara

Diiringi gamelan laras salendro. Riasannya pun kuat dengan garis-garis wajah sehingga memperlihatkan kesan cantik dan menarik. Busana yang dipakai terdiri atas kebaya brokat, apok, sinjang dilamban, sampur serta rambut sanggul yang diberi hiasan tusuk sanggul dan bunga.

Sastra lama dari daerah pantai selatan Sukabumi, tepatnya di Citepus Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi mulai jarang tampil sejak tahun 1950-an. Hingga muncul budayawan Sukabumi Anis Djatisunda, yang berupaya agar uyeg hidup kembali dan lestari.

Budaya yang tinggal di Kota Sukabumi ini mulai menyandingkan uyeg dengan teater rakyat modern. “Beliau memasukkan dramaturgi barat namun tidak merusak konsep sakral dari uyeg itu sendiri. Hal ini beliau lakukan untuk menambah minat masyarakat luas,” tulis Salwa.

Baca Juga: Cuaca Jabar 24 Desember 2025, Siang Hari Sukabumi Potensi Diguyur Hujan

“Tokoh hebat tersebut sudah meninggalkan dunia dan sekarang giliran kita sebagai generasi penerus bangsa mulai menyebarluaskan sastra lama yang ada di Indonesia supaya tidak punah seiring berkembangnya zaman,” pungkasnya.

Sandi Rakyat di Bahasa Widal 

Bahasa widal hingga kini masih digunakan oleh warga Sukabumi yang paham dengan cara bertutur bahasa sandi yang identik dengan Tipar dan digunakan sejak zaman penjajahan kolonial di Indonesia.

Tulisan Mohammad Ilham Ramadhan di portal mojok.co adalah yang paling menarik, setidaknya menjadi yang pertama muncul di mesin pencari google. Sederhananya Widal adalah bahasa gaul orang Sukabumi, khususnya di kawasan Tipar, Kecamatan Citamiang Kota Sukabumi.

Baca Juga: Nilai Pasar Jay Idzes Naik Drastis Setelah Tampil Apik bersama Sassuolo

Dalam tulisan itu, Widal sendiri memiliki arti "Tipar", karena bahasa ini lahir dengan cara menukar-nukar huruf dan bunyi dari bahasa Sunda. Rumus dalam bahasa Widal utamanya Pelafalan huruf vokal tidak terjadi perubahan, kecuali kalau huruf vokal berada di depan kata maka akan ditambahkan bunyi “Ny”, contoh A = A (Nya); E = E (Nye) I = I (Nyi); U = U (Nyu); O = O (Nyo).

Sementara sejumlah pelafalan huruf konsonan juga berubah. B = H; C = J, Z (huruf yang berbunyi mirip); D = P, F, V (huruf yang berbunyi mirip); F = D; G = S; H = B; J = C; K = N; L = R; M = Y; N = K, Q, X (huruf yang berbunyi mirip); P = D; Q = N; R = L; S = G; T = W; V = D; W = T; X = N; Y = M; Z = C.

Wikipedia mengutip penelitian mahasiswi UNPAD Rahayu Puziawati tahun 2019, bahasa widal ini disebut diciptakan warga Tipar saat masa pendudukan Belanda di Indonesia. Penggunaan bahasa Widal oleh masyarakat setempat untuk mengelabui pihak Belanda, di mana mereka berusaha untuk menyembunyikan maksud percakapan serta menjaga informasi agar tidak bocor terhadap pihak lawan.

Baca Juga: Arne Slot Kritik Keras Bek Tottenham Hotspurs yang Mengakibatkan Alexander Isak Cedera

Sementara, Yani Heryandi tahun 2013 dalam makalah thesis diploma Universitas Komputer Indonesia, coba mengurai fungsi dan makna kekinian dari bahasa widal yang faktanya tetap lestari hingga saat ini.

Pertama, makna pesan bahasa Widal sebagai bentuk isyarat masyarakat Tipar Sukabumi ditunjukan sebagai bahasa sandi yang digunakan sebagai pembeda dengan masyarakat lainnya. Lalu, makna pesan sebagai bentuk refleksi diri menunjukan penggunanya memiliki ikatan emosional dengan masyarakat Tipar lainnya dan turut merepresentasikan budaya Sukabumi yang bersifat kesukuan.

Kemudian makna pesan sebagai bentuk pengaruh sosial menunjukan bahasa Widal dapat meningkatkan prestise, kepercayaan diri, dan status sosialnya dalam masyarakat Tipar. Pengguna bahasa widal akan mendapatkan pengakuan dari masyarakat Tipar lainnya, dan mewariskannya dengan mempergunakan bahasa Widal pada kehidupan sehari-hari.

Baca Juga: HIPMI: Belum Terintegrasinya OSS dan RDTR Hambat Kepastian Berusaha di Kabupaten Sukabumi

Selanjutnya makna pesan sebagai bentuk kebersamaan menunjukan bahwa bahasa Widal merupakan bentuk identitas bersama masyarakat Tipar yang harus dijaga bersama. Ada kesepakatan bahwa bahasa Widal sebagai bahasa asli penduduk tipar yang pola penerapannya tetap sama dari jaman dulu hingga sekarang.

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan pesan bahasa Widal pada masyarakat Tipar Sukabumi pada dasarnya diakui sebagai bentuk warisan budaya yang dapat menjadi identitas para pelakunya sehingga harus dilestarikan keberadaannya sebagai salah satu sarana interaksi dalam sosialisasi masyarakat Tipar dan Sukabumi.

"Sebaiknya masyarakat Tipar dapat mempergunakan bahasa Widal dalam keseharian dan dapat memberikan sarana formal bagi siapa saja yang ingin mempelajari bahasa Widal," tulis peneliti sebagai saran dalam makalah tersebut

 

Editor : Fitriansyah

Tags :
BERITA TERKAIT