Sukabumi Update

Ketua KPK: Uang Suap yang Diterima Bupati Bangkalan untuk Survei Elektabilitas

Bupati Bangkalan Ditetapkan Sebagai Tersangka Kasus Suap Lelang Jabatan | Foto: via jawapos

SUKABUMIUPDATE.com - Bupati Bangkalan R Abdul latif Amin Imron (RALAI) telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap lelang jabatan di pemerintahan kabupaten Bangkalan, Kawa Timur.

Bupati Bangkalan R Abdul latif Amin Imron sendiri sudah ditahan di Gedung Merah Putih KPK sejak tadi malam.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Abdul Latif mematok tarif Rp 50 juta hingga Rp 150 juta dalam lelang jabatan di Pemkab Bangkalan.

Baca Juga: Berguncang! Gempa Kuat M5.8 Barat Daya Kota Sukabumi, Sesar Cipamingkis?

"Untuk dugaan besaran nilai komitmen 'fee' tersebut dipatok mulai dari Rp 50 juta - Rp 150 juta yang teknis penyerahannya secara tunai melalui orang kepercayaan dari tersangka RALAI," ucap Ketua KPK Firli Bahuri saat membacakan konstruksi perkara kasus tersebut saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis dini hari (8/12/2022) seperti mengutip dari Tempo.co.

KPK juga telah menetapkan enam tersangka dalam kasus ini diantaranya adalah Bupati Abdul Latif Amin sebagai penerima, sedangkan pemberi suap adalah Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur Kabupaten Bangkalan yaitu Agus Eka Leandy (AEL), Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bangkalan Wildan Yulianto (WY).

Selanjutnya ada Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Bangkalan Achmad Mustaqim (AM), Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Bangkalan Hosin Jamili (HJ), dan Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Bangkalan Salman Hidayat (SH).

Baca Juga: Gempa Benioff, BMKG Soal Getaran M5.8 Guncang Wilayah Sukabumi

Menurut Firli, uang suap yang diterima oleh Bupati Bangkalan itu digunakan untuk kepentingan pribadi. 

"Salah satunya uang suap tersebut dipakai untuk membayar lembaga survei elektabilitas," jelasnya.

R Abdul Latif Amin Imron merupakan politikus PPP. Dia menjabat sebagai bupati sejak 2018 dan akan berakhir masa jabatannya pada 2023.

Firli Bahuri juga mengungkapkan, dalam jabatannya selaku Bupati Bangkalan periode 2018 - 2023, tersangka RALAI memiliki wewenang untuk memilih dan menentukan langsung kelulusan dari para aparatur sipil negara (ASN) di Pemkab Bangkalan yang mengikuti proses seleksi maupun lelang jabatan.

Baca Juga: Gempa Sukabumi Terjadi di Zona Benioff, Simak Penjelasannya

Dalam kurun waktu 2019 - 2022, Pemkab Bangkalan atas perintah tersangka RALAI membuka formasi seleksi pada beberapa posisi di tingkat jabatan pimpinan tinggi (JPT) termasuk promosi jabatan untuk eselon III dan IV.

"Melalui orang kepercayaannya, tersangka RALAI kemudian meminta komitmen 'fee' berupa uang pada setiap ASN yang berkeinginan untuk bisa dinyatakan terpilih dan lulus dalam seleksi jabatan tersebut," ungkap Firli.

Menurut Firli, jumlah uang yang diduga telah diterima Latif melalui orang kepercayaannya sebesar Rp 5,3 miliar.

Firli melanjutkan Latif diketahui juga menerima sejumlah uang lain. Ia menjelaskan hasil sidik KPK menemukan Latif turut serta dalam pengaturan beberapa proyek. Besaran fee yang ia terima adalah sebesar 10 persen dari setiap nilai anggaran proyek.

Baca Juga: Daftar 6 Sesar Aktif Jawa Barat, 3 Diantaranya Ada di Sukabumi

"Di samping itu, tersangka Latif juga diduga menerima pemberian lainnya diantaranya dalam bentuk gratifikasi dan hal ini akan ditelusuri dan dikembangkan lebih lanjut oleh Tim Penyidik," ujar Firli.

Latif sebagai penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Sementara itu, para tersangka lain sebagai pemberi suap dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Sumber: Tempo.co

Editor : Reza Nurfadillah

Tags :
BERITA TERKAIT