Sukabumi Update

Korban TPPO WNI di Myanmar 25 Orang, Kerja 18 Jam Sehari Jadi Penipu Online

(Foto Ilustrasi) Polri telah menetapkan dua orang menjadi tersangka kasus TPPO WNI ke Myanmar. | Foto: Pixabay

SUKABUMIUPDATE.com - Badan Reserse Kriminal Polri telah menetapkan dua orang menjadi tersangka kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) warga negara Indonesia (WNI) ke Myanmar. Dua tersangka itu yakni Anita Setia Dewi dan Andri Satria Nugraha.

Mengutip tempo.co, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Brigadir Jenderal Djuhandhana Rahardjo Puro mengatakan penyelidikan kasus ini tidak akan terhenti pada dua tersangka.

Djuhandhana mengatakan masih ada pelaku lainnya yang diduga terlibat dalam kasus pengiriman 25 WNI ke negara konflik tersebut. “Sedang kami upayakan pembuktikan untuk segera dilakukan penegakan hukum,” kata Djuhandhana di kantornya, Selasa, 16 Mei 2023.

Dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim kemarin, kepolisian memaparkan sederet fakta baru mengenai kasus pengiriman orang Indonesia ke Myanmar untuk dipekerjakan sebagai penipu online. Dugaan adanya pelaku baru hanya satu fakta baru tersebut, berikut ini merupakan lima hal yang disampaikan Bareskrim terkait pengembangan kasus tersebut.

Pelaku Lain

Djuhandhana mengatakan Bareskrim menduga terdapat pelaku lain dalam kasus ini yakni seseorang berinisial ER. ER diduga berperan sebagai perekrut dan pengirim para WNI, sama dengan peran yang dilakukan Anita dan Andri. Menurut Djuhandhana, ER diduga mengirim sembilan WNI ke Myanmar. Menurut dia, saat ini penyidik masih mengumpulkan bukti terkait keterlibatan ER tersebut.

Baca Juga: Bupati Soal Kabar Warga Sukabumi Korban TPPO Myanmar: Belum Jelas

25 Korban

Bareskrim menyatakan korban TPPO Myanmar bertambah dari 20 orang menjadi 25 orang. Menurut Djuhandhana, 5 korban tambahan tersebut adalah para WNI yang berhasil lepas dari Myanmar dengan usahanya sendiri. Sementara 20 korban lainnya berhasil dibebaskan dari wilayah Myanmar atas bantuan pemerintah. “Jadi jumlah korban ada sekitar 25 orang,” kata Djuhandhana.

Menurut dia, 16 orang korban tersebut adalah WNI yang direkrut oleh Anita dan Andri. Sementara, sembilan WNI lainnya diduga direkrut oleh ER.

Modus

Djuhandhana mengatakan para pelaku awalnya mengenal korban melalui media sosial atau dikenalkan kepada para korban. Pelaku menjanjikan korban akan dipekerjakan sebagai marketing online di Thailand dengan gaji Rp 12 juta hingga Rp 15 juta per bulan. Kontrak kerja akan berlaku enam bulan dan para korban dijanjikan bonus apabila mau memperpanjang kontrak tersebut.

Djuhandhana mengatakan untuk mengelabui petugas imigrasi, pelaku meminjam bendera perusahaan pengiriman tenaga kerja migran. Para korban, kata dia, diberangkatkan dari Indonesia menuju Bangkok, Thailand lalu menempuh jalur darat untuk menyeberang ke perbatasan Myanmar. “Diseberangkan ke Myanmar secara ilegal melalui perbatasan Mae Sot,” kata Djuhandhani.

Kondisi Kerja

Di Myanmar, para WNI dipekerjakan sebagai pelaku penipuan online. Mereka menggunakan media sosial Facebook atau Instagram untuk mendekati calon korban yang kebanyakan berasal dari Kanada dan Amerika Utara untuk melakukan investasi bodong. Setelah korban mengirimkan uang, pihak perusahaan akan langsung menghapus akun tersebut.

Djuhandhana mengatakan atas pekerjaan tersebut WNI dibayar Rp 3 juta. Menurut dia ada pula WNI yang sama sekali tidak mendapatkan bayaran. Mereka bekerja selama 16 hingga 18 jam setiap hari dan mengalami penyiksaan apabila tidak memenuhi target. “Ada beberapa korban yang menerima kekerasan berupa pemukulan dan dikurung,” kata dia.

Hati-hati ke Luar Negeri

Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha mengatakan kementeriannya mencatat terdapat 2.103 kasus WNI yang dipekerjakan oleh perusahaan penipuan online di sejumlah negara Asia Tenggara, seperti Thailand, Myanmar, Vietnam, Laos, Kamboja dan Filipina.

Dengan banyaknya kasus itu, dia mengimbau kepada masyarakat untuk berhati-hati ketika menerima tawaran kerja di luar negeri. Dia mengatakan modus penipuan lowongan kerja itu memiliki beberapa ciri. Di antaranya, gaji tinggi, tidak memerlukan kualifikasi khusus, dan berangkat tanpa visa kerja. “Kesadaran masyarakat harus ditingkatkan agar berhati-hati terhadap modus penipuan lowongan kerja ke luar negeri,” kata dia.

Sumber: Tempo.co

Editor : Oksa Bachtiar Camsyah

Tags :
BERITA TERKAIT