Sukabumi Update

Tolak Ekspor Pasir Laut, Drh Slamet: Mengancam Eksistensi Pesisir dan Pulau Kecil

Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) drh Slamet. | Foto: Istimewa

SUKABUMIUPDATE.com - Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) drh Slamet menyayangkan keputusan pemerintah yang membuka kembali keran ekspor pasir laut setelah 20 tahun dilarang. Diketahui, kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

Pasal 9 butir 2 dalam aturan yang baru terbit pada 15 Mei 2023 lalu itu menyatakan pemanfaatan pasir laut digunakan untuk reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha, dan ekspor. Slamet menilai keputusan tersebut akan sangat mengancam ekosistem pesisir di Indonesia sehingga dia menolaknya.

"Presiden Jokowi seharusnya lebih jeli melihat dampak negatif diberlakukannya aturan ekspor pasir itu, sebelum menandatangani draft peraturan pemerintah. Apalagi di akhir-akhir masa kepemeimpinan beliau, dipastikan banyak yang mengambil kesempatan dalam situasi ini," kata Slamet di Jakarta pada Rabu (31/5/2023).

Menurut politisi senior PKS asal Dapil Sukabumi ini, keberadaan beleid tersebut akan semakin membuka pintu eksploitasi pasir laut yang secara langsung mengancam eksistensi ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia. Pengambilan pasir laut akan memperparah kekeruhan laut, mengancam habitat biota perairan, dan mampu menghilangkan pulau-pulau kecil seperti yang banyak terjadi di berbagai wilayah.

Baca Juga: Imbau Masyarakat Tak Golput, Drh Slamet Sosialisasikan Empat Pilar di Sukabumi

Slamet juga menyoroti keberadan PP yang tidak boleh meniadakan peraturan lain, apalagi sampai bertentangan dengan UU yang berlaku misalnya UU 27 Tahun 2007 juncto UU 1 Tahun 2009 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pualu-pulau kecil. Begitu juga dengan UU 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

"Konsiderans peraturan pemerintah tersebut hanya merujuk pada UU 32 Tahun 2014 tentang kelautan. Padahal ada undang-undang lain yang sangat erat kaitannya dengan peraturan pemerintah itu seperti UU pesisir dan UU lingkungan hidup, termasuk juga Perpu Nomor 2 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja," ujarnya.

Terakhir, Slamet menyoroti isi PP Nomor 26 Tahun 2023 yang menurutnya agak ganjil. Sebab, hakikatnya, PP tersebut membahas terkait pengelolaan sedimentasi laut. Namun justru Slamet menilai penyisipan pasal mengenai pemanfaatan pasir laut termasuk mengatur secara teknis mekanisme jual belinya, akan membuka prasangka publik bahwa ada orang-orang yang mendesak pemerintah untuk menerbitkan peraturan ini agar melegalkan aktivitas mereka yang selama ini dilakukan secara ilegal.

"Oleh sebab itu kami meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mengevaluasi keberadan PP tersebut sebelum melangkah lebih jauh," kata dia.

Sumber: Siaran Pers

Editor : Oksa Bachtiar Camsyah

Tags :
BERITA TERKAIT