SUKABUMIUPDATE.com - Keluarga, kerabat, dan tetangga mengenal buruh migran Muhammad Zaini Misrin yang dieksekusi mati di Saudi Arabia, Ahad, 18 Maret 2018, sebagai pekerja keras. Ia buruh migran sejak 1992. Sejak bekerja di Arab Saudi, ia pulang ke kampungnya, Dusun Lembenah, Desa Kebun, Kecamatan Kamal, Bangkalan untuk menikah.
Setelah menikah, ia kembali lagi ke Arab Saudi setelah istrinya hamil. "Kata Ibu, saat saya masih dalam kandungan sudah ditinggal Bapak ke Saudi," kata anak sulung Zaini, Syaiful Toriq di rumah duka di Kamal, Bangkalan, Senin, 19 Maret 2018.
Zaini pernah cukup lama pulang kampung. Tapi pada 2002, Zaini kembali bekerja lagi ke Saudi. Ia menjadi sopir keluarga Abdullah. Kepada keluarganya, Zaini kerap bercerita majikannya sangat baik.
Dua tahun kemudian, Abdullah ditemukan tewas. Keluarga Abdullah mencurigai Zaini dan melaporkannya kepada polisi. Selama persidangan, Zaini kukuh menolak dakwaan, hingga vonis pengadilan. Sampai ajalnya datang melalui tangan eksekutor pemancung, Ahad, 18 Maret 2018. pukul 11.30 waktu Saudi, Zaini masih tetap pada pendiriannya bahwa dia bukan pembunuh Abdullah.
Zaini meninggalkan dua putra. Sulungnya Syaiful Toriq, 25 tahun, adiknya Mustofa Kurniawan, 17 tahun. Toriq kini bekerja sebagai pemasar telur ayam di Bangkalan. Sedangkan Mustofa masih menganggur karena baru lulus SMA satu tahun lalu.
Nur Intan, 39 tahun, mengatakan kakak iparnya pernah mengirim surat berisi pesan dan curahan hati untuk keluarga dan anak-anak Zaini. Pesan yang paling lekat dalam ingatan Nur Intan adalah Zaini tidak ingin anaknya menjadi buruh migran.
Zaini tidak ingin anaknya bekerja di luar negeri. "Bahkan, dia tidak mau anaknya merantau, kalau bisa bekerja di Madura saja," kata Nur, Senin, 19 Maret 2018.
Surat Zaini itu kini dijadikan semacam surat wasiat. Sebab tak lama setelah mengirim surat, buruh migran itu dieksekusi mati.
Sumber: Tempo
Editor : Andri Somantri