Sukabumi Update

Begini Perbedaan Resesi dan Depresi, Indonesia Masuk Kategori Apa?

SUKABUMIUPDATE.com - Istilah resesi menjadi populer setelah Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2020 mengalami kontraksi hingga  minus 5,32 persen. Masyarakat pun menyangka, dengan pertumbuhan ekonomi negatif itu, Indonesia telah mengalami resesi. 

Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani langsung membantah dugaan tersebut. "Sebetulnya kalau dilihat secara year on year [yoy], belum [resesi secara teknikal] karena ini pertama kali Indonesia mengalami kontraksi," kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu dalam konferensi pers daring bersama KSSK, Rabu 5 Agustus 2020.

Kontraksi ekonomi pada kuartal II/2020 itu sendiri merupakan kontraksi ekonomi terbesar pertama yang dialami Indonesia sejak 1999. Adapun kontraksi ekonomi adalah kondisi penurunan siklus ekonomi yang cukup dalam, sehingga angka Produk Domestik Bruto (PDB) minus. "Yang disebutkan tadi pertumbuhan quarter-to-quarter. Biasanya yang dilihat resesi adalah secara yoy dua kuartal berturut-turut," kata Sri Mulyani.

Dikutip dari Bisnis, berikut rangkuman berbagai sumber tentang pengertian resesi ekonomi:

Dikutip dari Merriam Webster, resesi ekonomi adalah penurunan tren di siklus bisnis, salah satunya ditandai dengan adanya penurunan produksi dan tenaga kerja. Tren ini menekan pendapatan dan belanja rumah tangga yang memicu penundaan investasi atau pembelian barang di sisi bisnis dan rumah tangga. Resesi pun dapat terbatas secara geografis, misalnya hanya terjadi di satu negara saja.

Jika dilihat secara teknikal, resesi ditandai dengan penurunan PDB sampai minus selama dua kuartal berturut-turut. Contoh kasus resesi di dunia adalah krisis sub-prime mortgage 2008 dan krisis Yunani.

Lalu, apa perbedaan resesi dengan depresi?

Menurut Merriam Webster, depresi adalah penurunan signifikan di dalam siklus bisnis. Penurunan ini lebih parah dan dalam dibandingkan siklus di dalam resesi.

Depresi dapat dikatakan sebagai resesi dalam siklus yang panjang. Depresi ekonomi ditandai dengan merebaknya jumlah pengangguran, penurunan serius di sektor konstruksi dan penurunan tajam di perdagangan internasional dan pergerakan aliran modal.

Depresi menjangkau wilayah yang lebih luas dalam tatanan global. Tanda-tanda depresi adalah ketika angka PDB terkontraksi hingga 10 persen lebih. Contoh kondisi depresi, yaitu Great Depression pada tahun 1930-an dan Long Depression pada 1870-1890-an.

Jadi, apakah Indonesia akan mengalami resesi?

Sri Mulyani mengajak seluruh pihak, masyarakat dan stakeholders, untuk bersama-sama memulihkan ekonomi Indonesia. "Insyaallah kita tidak secara teknikal mengalami resesi," ujarnya.

Sejauh ini, peluang kontraksi ekonomi lanjutan pada kuartal III/2020 masih terbuka. Sebab, kontraksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2020 yang mencapai 5,32 persen terhitung cukup dalam. Artinya, Indonesia bisa mengalami resesi seperti negara-negara lain, Hong Kong, Jepang dan Filipina.

Namun, Kepala Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro memperkirakan kontraksi kuartal III/2020 akan lebih rendah dari kuartal II/2020, yakni sebesar -1 persen sampai dengan -2,9 persen saja. "Sektor pertanian yang telah melewati puncak musim panen hampir tidak mungkin menopang ekonomi pada kuartal ketiga dan keempat, [tetapi] sektor komoditas bisa," ujar Satria dalam laporannya, Kamis 6 Agustus 2020.

Dia optimistis, kombinasi dari potensi kenaikan di harga komoditas dan stimulus pemerintah akan mampu mendongkrak daya beli. Kombinasi tersebut, lanjut Satria, dapat menutupi pertumbuhan investasi yang tertekan.

Seperti diketahui, konsumsi rumah tangga lesu di -5,51 persen pada kuartal II/2020. Namun, angka ini masih jauh lebih baik daripada kontraksi investasi yang mengalami kontraksi -8,61 persen.

sumber: tempo.co

Editor : Andri Somantri

Tags :
BERITA TERPOPULER
BERITA TERKINI