Sukabumi Update

LGN Minta Kementan Tetapkan Kembali Ganja sebagai Tanaman Obat Binaan

SUKABUMIUPDATE.com - Ketua Lingkar Ganja Nusantara (LGN) Dhira Narayana menyesalkan penarikan Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 104 Tahun 2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian. Lewat beleid ini, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo meneruskan kebijakan menteri terdahulu, yaitu menetapkan ganja (cannabis sativa) sebagai komoditas tanaman obat binaan.

"Kami sangat berharap agar Bapak Syahrul Yasin Limpo kembali menetapkan Kepmentan 104 Tahun 2020 yang memposisikan ganja sebagai komoditas tanaman obat," kata Dhira dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin, 31 Agustus 2020, dikutip dari Tempo.co.

Kepmentan 104 Tahun 2020 ini diteken Syahrul pada 3 Februari 2020. Kementan menjelaskan bahwa masuknya ganja bukan hal baru, karena sudah ditetapkan sejak 2006. Penetapan sudah diatur dalam Kepmentan Nomor 511 Tahun 2006 oleh Menteri Pertanian periode 2004-2009 Anton Apriantono pada 12 September 2006.

Meski sudah berlaku lama, aturan akhirnya dicabut. "Sementara akan dicabut untuk dikaji kembali," kata Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Kementan Tommy Nugraha dalam keterangan resmi di Jakarta, Sabtu, 29 Agustus 2020.

Setelah dicabut, Kementan mengkaji aturan dan berkoordinasi dengan Badan Narkotika Nasional (BNN), Kementerian Kesehatan, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Setelah keterangan resmi disampaikan Kementan, isu soal penetalan ganja pun mencuat dan sempat trending di Twitter.

Dhira mengaku teleponnya juga tidak berhenti berdering sejak adanya kabar tersebut. Selama ini, LGN adalah salah satu kelompok yang mendorong legalisasi ganja karena memiliki berbagai manfaat. Salah satunya dalam bidang medis, yaitu untuk kemoterapi bagi penderita kanker.

Sehingga saat Kepmentan ini terbit, LGN menyampaikan apresiasi sebesar-besarnya kepada Syahrul. Dalam situasi seperti ini, mereka berharapkan pihak-pihak yang terkait untuk dapat saling bahu-membahu dan melihat situasi ini sebagai sebuah terobosan yang baik untuk kemajuan kita sebagai sebuah bangsa.

Dhira kemudian mencontohkan negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand yang telah lebih dahulu meneliti dan memanfaatkan ganja untuk tujuan pengobatan. "Banyak sekali warga masyarakatnya yang dapat tertolong," kata dia.

Tak hanya LGN, kelompok masyarakat sipil pun ikut menyesalkan keputusan Syahrul yang mencabut Kepmentan. "Kami berharap Kementeran Pertanian tetap pada posisi awalnya dan mempertahankan Kepmentan tersebut," kata Koordinator Advokasi dan Kampanye Aksi Keadilan Indonesia (AKSI), Yohan Misero, dalam keterangan tertulisnya.

AKSI merupakan salah satu anggota kelompok masyarakat sipil bersama dengan Drug Policy Reform Banten (DPR), Forum Akar Rumput Indonesia (FARI), Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), Menteng Matraman Community (MMC), Persaudaraan Korban Napza Kepularan Riau (PKN Kepri), Persaudaran Korban Napza Makassar (PKNM), dan Womxn Voice.

Yohan menilai Kepmentan ini merupakan angin segar bagi perubahan kebijakan narkotika di Indonesia. Peristiwa ini memberikan perspektif otoritatif dari sisi Kementerian Pertanian bahwa ganja memang memiliki potensi pemanfaatan secara medis, dan dapat menjadi komoditas agrikultur yang patut diperhitungkan. "Cara pandang ini yang menjadi dasar berpikir Thailand dalam mengubah kebijakan ganjanya pada 2018," kata dia.

Menurut Yohan, sikap Kementerian Pertanian terhadap ganja sama sekali bukan langkah mundur dalam upaya meregulasi narkotika di negeri ini. Kepmen tersebut harusnya dipandang sebagai upaya untuk mengarahkan kebijakan narkotika, khususnya ganja, ke arah yang lebih mengakomodir kebutuhan masyarakat.

Sumber: Tempo.co

Editor : Herlan Heryadie

Tags :
BERITA TERPOPULER
BERITA TERKINI