Sukabumi Update

Pemerintah akan Hapus Kelas Dalam Rawat Inap Peserta BPJS Kesehatan

SUKABUMIUPDATE.com - Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin menyebutkan rencana penghapusan kelas rawat untuk peserta BPJS Kesehatan akan dilakukan untuk menjaga arus kas dana jaminan sosial yang dihimpun BPJS Kesehatan tetap positif. 

Dilansir dari tempo.co, Budi berharap penerapan kelas rawat inap standar atau KRIS itu akan dapat memperluas cakupan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

“Intinya kita tidak mau BPJS Kesehatan itu defisit, tapi kita harus pastikan BPJS itu tetap positif tapi mampu mengcover lebih luas lagi dengan layanan standar,” ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Selasa, (25/1/2022).

Soal arus kas tersebut, Kemenkes masih membahas sejumlah potensi pembiayaan yang dapat dioptimalkan penggunaannya. 

Sebagai contoh, beban pembiayaan kesehatan bagi BPJS Kesehatan untuk kontrol rawat jalan mencapai Rp 8,12 triliun dengan utilisasi 40,9 juta orang pada 2020. 

“Apakah memang semuanya harus dilakukan di rumah sakit karena sebagian ada yang bisa dilakukan di FKTP karena fungsi dari Puskesmas sebenarnya adalah untuk skrining dan tindakan promotif preventif,” katanya. 

Baca Juga :

photoMenteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin - (setkab.go.id)</span

Menurut Budi, dana jaminan sosial BPJS Kesehatan bisa dialokasikan lebih optimal pada peserta yang membutuhkan. Artinya, pembiayaan BPJS Kesehatan itu dapat tersalurkan pada pelayanan kesehatan primer. 

Sementara itu, Kementerian Kesehatan sedang menambah layanan promotif dan preventif pada kerangka jaminan kesehatan nasional atau JKN untuk 2022-2024. 

Layanan itu bakal berisikan 14 skrining penyakit katastropik yang dominan di tengah masyarakat. 

Total biaya dampak pelayanan promotif dan preventif itu mencapai Rp 5,36 triliun selama tahun 2022-2024. Adapun rerata biaya tahunan untuk program promotif dan preventif sekitar Rp 1,87 triliun. 

“Sudah kita bicarakan dengan Kementerian Keuangan, nanti kebijakannya lebih banyak ke promotif preventif untuk membuat rakyat kita hidup lebih sehat bukan menyembuhkan yang sakit,” kata dia. 

Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti menyatakan, lembaga yang dipimpinnya berhasil mencatatkan surplus pada akhir tahun 2021 lalu. Hal ini baru pertama kali terjadi sejak tahun 2015 silam. 

"Kami bersyukur sudah mulai positif, meski belum sehat sekali," kata Ghufron dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR, Rabu, (19/1/2022). 

"Biasanya kami defisit dan selalu ramai di DPR. Di Desember 2020, pernah cashflow positif, tapi kalau kewajibannya dijalankan, seperti utang-utang dan sebagainya, jadi defisit," tambah Ghufron.

Lebih jauh Ghufron menjelaskan, surplus berhasil diraih karena ada lonjakan signifikan aset bersih dana jaminan sosial kesehatan pada 2021. 

Hingga Desember 2021, posisi aset bersih dana jaminan sosial kesehatan mencapai Rp 39,45 triliun.

Kondisi keuangan itu membaik ketimbang tahun 2019 dan 2020 lalu yang mencatatkan defisit masing-masing sebesar Rp 51 triliun dan Rp 5,69 triliun. 

Adapun posisi aset bersih per 31 Desember 2021 senilai Rp 39,45 triliun tersebut, menurut Ghufron, dalam kategori sehat dan mampu memenuhi 4,83 bulan estimasi pembayaran klaim ke depan. 

Posisi tersebut telah melampaui ketentuan minimum yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2015.  

Sementara itu, Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien, sebelumnya menyatakan bahwa rencana penghapusan kelas rawat inap bagi peserta BPJS Kesehatan di rumah sakit akan dilakukan secara hati-hati.

Muttaqien menuturkan, program penyeragaman kelas rawat inap menjadi kelas standar di program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) tidak menimbulkan kegaduhan baru di masyarakat.

Muttaqien memaparkan, hingga kini DJSN bersama pemangku kepentingan terkait masih melakukan simulasi-simulasi terkait rencana penerapan standardisasi kelas rawat inap tersebut. 

"Ini masih berproses," ujarnya, Kamis, (30/12/2021).

Menurut Muttaqien, telah terbentuk Kelompok Kerja JKN yang diinisiasi oleh DJSN, Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, BPJS Kesehatan, serta para pakar dan akademisi. 

"Bagaimana untuk mendesain dari manfaat JKN ke depan, baik manfaat medis berupa KDK (kebutuhan dasar kesehatan) maupun manfaat nonmedis yang berupa dari kelas rawat inap standar," pungkasnya.

Sumber: tempo.co

Editor : Muhammad Gumilang Gumilang

Tags :
BERITA TERPOPULER
BERITA TERKINI