Sukabumi Update

Mewujudkan Restorasi Ketahanan Pangan

Penulis: Ayep Zaki | Pegiat Pertanian

INVASI Rusia ke Ukraina yang diawali pada 24 Februari 2022 pelan tapi pasti sudah memberikan dampak serius. Bukan hanya Ukraina yang menderita, tapi di tingkat global sudah mulai merasakannya. Seruan berbagai negara untuk menghentikan peperangan seperti angin lalu saja.

Bisa dikatakan dampak perang antara Rusia dan Ukraina ini sangat mempengaruhi pasokan global 3F, yaitu food, fertilizer, dan fuel. Terkait dengan Indonesia, tak bisa dipungkiri dampak yang hadir di negeri ini ialah masalah yang lumayan krusial yaitu makanan dan pupuk.

Bila mengacu pada kondisi supply and demand asupan kalori dunia, sekitar 15% asupan berasal dari gandum. Ukraina dan Rusia menyumbang sepertiga dari ekspor gandum global. Rusia melarang ekspor gandum dan biji-bijian, sedangkan musim tanam adalah pada musim gugur (Maret-Juni). Dengan adanya perang Rusia-Ukraina maka satu musim tanam ini terganggu dan sudah pasti akan berdampak serius bagi supply bahan pangan. Hal itu mengingat Ukraina merupakan salah satu negara pengekspor gandum terbesar di dunia.

Kabar kurang menyenangkan juga datang dari India, karena akan menghentikan ekspor gandum. Walaupun bukan pemasok gandum terbesar ke Indonesia, tapi Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor biji gandum tanpa cangkang dari India mencapai 184,6 juta ton pada 2021 dengan nilai sebesar US$60 juta (Rp870 miliar). Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi pada Mei lalu mengatakan akan mengkaji dampak dari larangan ekspor tersebut, mengingat sepertiga kebutuhan dalam negeri berasal dari India. (bbc.com 6/6).

Kemudian bila melihat kondisi pupuk sebagai pendukung penting pertanian. Pupuk yang sering digunakan petani di dunia ini terdiri dari unsur nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Nitrogen dibuat dari gas alam, dan ternyata harga gas alam juga sudah naik dua kali lipat. Harga pupuk berbasis nitrogen telah naik dari US$200 (Rp2,8 juta) per ton menjadi US$1.000 (Rp14,4 juta) per ton. Sebanyak 10% fosfat dunia dan 25% potasium berasal dari Rusia dan telah dilarang untuk diekspor. Tidak perlu menunggu lama, harga fosfat dan kalium juga meroket.

Rebutan

Sekarang dunia sedang 'berebut' untuk makanan. Harga komoditas jagung, kedelai, dan lain-lain juga meroket. Bagaimana pun juga hal itu akan menjadi bencana kemanusiaan dalam 12 bulan ke depan bila peperangan tersebut tak berhenti. Kita akan melihat ratusan juta orang kelaparan.

Dalam konteks inilah sebagai anak bangsa kita harus bisa melihat potensi dan bergerak cepat. Haluan bidang ekonomi dan pembangunan, restorasi kebijakan pangan terutama di bidang pertanian, peternakan dan perikanan untuk mencapai kedaulatan, tak bisa ditunda lagi. Kita harus mendorong perubahan pola konsumsi masyarakat agar lebih berkualitas. Memperluas lumbung pangan dan mengembangkan komoditas pangan lokal. Mendorong pemerintah untuk membangun pertanian, peternakan dan perikanan yang efisien dan berdaya saing tinggi guna memenuhi kebutuhan industri.

Hal itu tak boleh ditunda terlebih bila mengacu pada data Inisiatif Keamanan Pangan Global (Global Food Safety Initiative/GFSI) mencatat skor indeks ketahanan pangan Indonesia pada 2020 mencapai level 61,4. Namun, pada 2021 indeksnya turun menjadi 59,2. Indeks tersebut menjadikan ketahanan pangan Indonesia di 2021 berada di peringkat ke-69 dari 113 negara. (databoks.katadata.co.id)

GFSI mengukur ketahanan pangan negara-negara dari empat indikator besar, yakni keterjangkauan harga pangan (affordability), ketersediaan pasokan (availability), kualitas nutrisi dan keamanan makanan (quality and safety), serta ketahanan sumber daya alam (natural resources and resilience). Menurut penilaian itu, harga pangan di Indonesia cukup terjangkau dan ketersediaan pasokannya cukup memadai jika dibandingkan dengan negara-negara lain. 

Kelangkaan Pangan

Namun, infrastruktur pertanian pangan Indonesia masih di bawah rata-rata global. Standar nutrisi dan keragaman makanan pokok juga masih dinilai rendah. Sumber daya alam (SDA) Indonesia juga dinilai memiliki ketahanan yang buruk karena belum dilindungi kebijakan politik yang kuat, serta rentan terpapar bencana terkait perubahan iklim, cuaca ekstrem, dan pencemaran lingkungan.

Menurunnya indeks ketahanan pangan Indonesia diiringi dengan situasi dan kondisi pangan dunia di tengah berkecamuknya perang Rusia dan Ukraina, kelangkaan pangan sudah di depan mata. Hal itu bisa terjadi bila Indonesia tak segera mengambil kebijakan pangan yang mengarah kuat kepada kedaulatan. Kerawanan pangan bisa mengancam ketahanan nasional NKRI.

Restorasi kebijakan pangan yang bertumpu kepada peningkatan produktivitas hasil budi daya tanaman pangan, khususnya padi, jagung, dan kedelai harus diwujudkan. Demonstrasi plot selama belasan tahun telah membuktikan bahwa melalui aplikasi teknologi khusus, produktivitas hasil budi daya tanaman pangan optimistis terjadi peningkatan 20% dari sebelumnya. Penerapan teknologi khusus untuk peningkatan produktivitas hasil budi daya tanaman pangan ini dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan teknologi informasi terkini.

Sebagai upaya mengantisipasi terjadinya kelangkaan pangan yang berdampak kepada kerawanan sosial dan mengancam ketahanan nasional, langkah strategis merestorasi kebijakan pangan tak bisa ditunda. Sebagai negara yang memiliki lahan pertanian luas, gerakan budi daya tanaman pangan khususnya padi, jagung, dan kedelai patut dilakukan. Hal itu untuk memenuhi kebutuhan nasional dan mampu berkontribusi secara signifikan ke tingkat global. 

Optimalisasi Lahan

Pelaksanaan gerakan budi daya tanaman pangan harus bisa dijalankan secara efektif dan efisien melalui optimalisasi lahan garapan pertanian. Sebagai gerakan perubahan, tata kelola pelaksanaan budi daya tanaman pangan ini harus didukung secara full otoritas dari segenap pemangku kebijakan. Selain itu juga harus didukung dengan kemudahan akses finansial yang terukur dan memadai.

Target yang bisa dicanangkan dalam rangka memperluas lumbung pangan dan mengembangkan komoditas pangan lokal, Indonesia harus menyumbang stok pangan dunia, paling tidak  berupa beras dan jagung minimal 20% dari kebutuhan nasional. Data Mei 2022 stok beras nasional 3 jt ton.

Sedangkan target swasembada kedelai dengan garapan seluas sejuta hektare bisa dicapai dalam kurun waktu tiga tahun. Jadi, mari kita berdoa agar perang Rusia dan Ukraina segera berakhir agar dunia tak semakin menderita.

Editor : Oksa Bachtiar Camsyah

Tags :
BERITA TERPOPULER
BERITA TERKINI