Sukabumi Update

Waspadai Krisis Ekonomi, Pelajaran dari Venezuela

Oleh: Ummu Ilmira

Krisis ekonomi parah terjadi di Venezuela. Inflasi di negara itu mencapai 13.000 persen. Menurut Dana Moneter Internasional (IMF), Venezuela terancam hiperinflasi hingga 1 juta persen tahun ini. Mata uang Bolivar menjadi tidak berharga hingga warga membuangnya di jalan. Ada juga yang menyulapnya menjadi barang kerajinan, agar lebih bernilai ketika dijual. 

Penyebab Krisis

Krisis Venezuela terjadi karena 5 faktor yaitu:

1. Anjloknya harga minyak dunia. Sejak 2013 harga minyak dunia terus turun. Bahkan tahun ini mencapai titik terendah. Sementara Venezuela menggantungkan 90% pendapatannya dari minyak. Terjadi juga salah kelola industri minyak sehingga negara kaya minyak ini justru dilanda kebangkrutan.Â

2. Salah kelola ekonomi. Besar pasak daripada tiang. Negara mudah mencetak uang ketika pendapatan tidak cukup untuk menutup pengeluaran. Akibatnya jumlah uang beredar sangat berlebih, terjadilah inflasi gila-gilaan. 

3. Mata uang Bolivar lemah. Nilai US$1 kini bisa setara lebih dari 6,3 juta Bolivar. Akibatnya harga barang sangat mahal. Ketidakpercayaan rakyat pada mata uangnya menjadikan Bolivar makin terpuruk. 

4. Utang luar negeri. Jumlah utang Venezuela saat ini adalah US$ 150 miliar, atau sekitar Rp 2.025 triliun. Banyak utang itu pada China dan Rusia yang dibayar dengan minyak. Lembaga pemeringkat dunia, Standard & Poor (S&P), menyatakan Venezuela gagal membayar kupon dan bunga utang.

5. Krisis politik. Sejak kematian mantan Presiden Hugo Chavez dan naiknya Manduro terjadi krisis politik. Manduro bersikap represif pada demonstran.

Pelajaran untuk Indonesia 

Venezuela adalah negara kaya minyak, namun justru bangkrut. Buruknya pengelolaan ekonomi, nilai uang kertas yang mudah "digoyang" negara besar dan jeratan utang luar negeri menjadikan negara ini mengalami krisis. Bahkan terancam menjadi "pasien" IMF menyusul Argentina. 

Indonesia harus waspada terhadap krisis ini. Bukan sekadar pengaruh krisis Venezuela pada harga minyak dunia atau ancaman merembetnya krisis. Tapi Indonesia harus berkaca pada penyebab krisis Venezuela dan mengevaluasi kondisi ekonomi Indonesia. Jangan sampai Indonesia mengalami krisis yang sama. 

Indonesia sudah pernah mengalami kejatuhan nilai tukar Rupiah pada tahun 1998. Saat ini nilai tukar Rupiah juga melemah, menembus angka 15.000. Begitulah sifat mata uang kertas (fiat money) yang mudah jatuh karena sentimen pasar. Penyebabnya adalah tiadanya jaminan cadangan emas untuk tiap lembar fiat money. Esensinya Bolivar, Rupiah dan mata uang lain hanyalah kertas berlogo Bank Sentral. Nilai ini tergantung kepercayaan masyarakat/pasar. Saat ada masalah politik atau ekonomi, kepercayaan ini mudah dilunturkan sehingga nilai tukar mata uang akan jatuh. 

Hal ini berbeda dengan mata uang logam yaitu Dinar dan Dirham. Mata uang ini stabil karena di-backup emas dan perak yang senilai. Meski pasar valas digoyang oleh isu negatif, nilai mata uang tetap karena melekat pada zatnya. Selama Indonesia masih menggunakan fiat money maka akan selalu terancam stabilitas nilai tukar mata uangnya. 

Selain faktor mata uang, potensi krisis ekonomi yang lain adalah utang luar negeri Indonesia yang menggunung. Bank Indonesia (BI) mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada kuartal pertama tahun ini mencapai US$387,5 Miliar atau sekitar Rp5.425 triliun (kurs Rp14 Ribu per dolar AS). 

Pemerintah selalu berdalih bahwa rasio utang pemerintah terhadap PDB masih aman. Sehingga terus menambah utang. Namun jangan lupa, Venezuela melakukan utang luar negeri ke China dan Rusia di tahun 2013 saat ekonominya masih sangat baik. Namun selanjutnya devisa Venezuela terus tergerus untuk membayar utang.

Nah, Indonesia tak boleh meremehkan jumlah utang luar negerinya karena akan terus menggerus devisa. Itulah sebabnya utang luar negeri diharamkan dalam Islam. Selain mengandung riba, utang luar negeri hakikinya adalah penjajahan negara besar terhadap negara miskin. 

Indonesia harus belajar dari krisis Venezuela. Jangan sampai terjadi di Indonesia. Sudah saatnya menerapkan sistem ekonomi Islam yang tahan krisis. Namun penerapan sistem ekonomi Islam membutuhkan dukungan sistem politik dan sistem lainnya. Dibutuhkan sistem Islam secara formal dalam kehidupan bernegara karena Negara seperti inilah yang tangguh menghadapi krisis. 

|sukabumi.belajarnulis@gmail.com|

 

Editor : Ardi Yakub

Tags :
BERITA TERPOPULER
BERITA TERKINI