Sukabumi Update

Ada Jembatan Berbayar, Kenapa Bupati Disalahkan?

Oleh : Irwan Kurniawan

Awalnya tak ada reaksi berlebih bahkan biasa-biasa saja malah tidak sedikit warga wabil khusus warganet di jagat dunia maya sumringah atas hadirnya jembatan gantung di atas Sungai Cimandiri, Desa Cibuntu Kecamatan Simpenan Kabupaten Sukabumi.

Dalam kondisi cuaca berselimut mendung dibarengi rintik gemercik hujan dipenghujung akhir tanggal 31 Desember 2018. Jembatan yang memiliki panjang kurang lebih 100 meter dan lebar dua meter ini sah dibuka pengunaannya oleh yang terhormat Bupati Sukabumi Marwan Hamami.

Adalah Hadi Cucu Wijaya pengusaha tajir asal Kota Brebes Jawa Tengah yang berinisiatif membangun jembatan warna warni yang dominan warnanya didominasi warna kuning. Sebuah warna yang diidentikan dengan majas atau perlambang keceriaan dan semangat. Dan pasti sudah tahu, warna kuning juga warna yang sudah kental dengan warna parpol partainya Bupati Sukabumi sekarang yang dua tahun berjalan akan mengakhiri masa jabatannya.

Khalayak umum di Sukabumi sepertinya belum mengenal jauh siapa sosok Hadi Cucu Wijaya, termasuk saya pribadi belum mengenal lebih mendalam akan sosok pengusaha yang tergolong nekad membangun jembatan gantung yang kabarnya dananya dikeluarkan langsung dari isi rekening dia sendiri seharga Rp 1,3 miliar.

Cukup terhitung fantastiklah untuk ukuran orang Sukabumi dengan anggaran pembelian belanja pribadi (APBP), dari seorang Hadi Cucu Wijaya yang wanian (berani) membangun jembatan yang sangat dibutuhkan warga sekitar untuk sarana alternatif aktivitas mereka sehari-hari.

Untuk prakarsa dan keberanian Hadi Cucu Wijaya membangun jembatan tersebut, sayapun tak sungkan tak akan pernah pelit memuji. Di laman akun media sosial facebook pribadi saya, beberapa hari lalu saya sempat melempar kalimat pujian dibumbui kata-kata genit beraroma politik untuk Hadi Cucu Wijaya jika dirinya laik jadi salah satu kandidat bupati selanjutnya. 

Foto ketika yang bersangkutan ikut menyaksikan peresmian jembatan pun sengaja saya pilih, saya comot serta saya posting ulang di akun facebook saya saat Hadi Cucu Wijaya nampak berdekatan mesra dengan Bupati Marwan Hamami.

Foto itu saya caplok dari akun resmi instansi yang memiliki tugas pokok jadi tukang promosi corong publikasi semua program kebaikan pimpinan daerah yakni Humas Setda Kabupaten Sukabumi.

Jujur saya sengaja menyisipkan kalimat genit berbau politik itu tadinya biar rame supaya viral. Eh, ternyata kegenitan saya kurang mendapat respon publik. Belum bisa viral bisa jadi alias mungkin waktu masa Pilkada Bupati/Wakil Bupati Sukabumi masih belum jadi fokus perhatian. Masyarakat utamanya tukang politik mau fokus ke pemilihan caleg dan pilpres dulu pastinya.

Nah, yang jadi viral di masyarakat dunia maya justru setelah jembatan yang di sekelilingnya terhampar area pesawahan nan elok digunting pita Bupati Marwan Hamami. Ekspresi masyarakat malah muncul mengekspresikan nada keluhan, suara kekecewaan, lirik sindiran dan melodi kritikan kepada Pemkab Sukabumi dalam hal ini jelas semua perhatian tertuju kepada orang nomor wahid di Kabupaten Sukabumi yang diberikan kehormatan meresmikan jembatan itu.

"Kenapa harus bayar kalau melewati jembatan itu?, peran Pemkab Sukabumi bupati kemana?, masa ngga malu, ikut meresmikan tapi ikut membangun, masa kalah sama pihak swasta. Tolong kami warga Cibuntu agar kalau melewati jembatan itu tidak harus bayar," demikian kurang lebih nyanyian salah seorang netizen bernama Asnah Putri yang saya aransemen ulang sedikit lirik kata-katanya.

Asnah Putri sendiri sengaja memposting keluhannya di medsos dan langsung disambar oleh sejumlah aktivis pergerakan dan warganet lainnya.  Viral di media sosial dan jadi santapan sebagian media mainstreem terutama portal media online lokalpun tak bisa diberangus. Cuitan Asnah Putri seketika viral menarik untuk dikomentari.

Pertanyaan Asnah Putri yang ia tuangkan merupakan hal yang wajar. Ini karena Asnah mungkin langsung atau tidak langsung mewakili jeritan warga Cibuntu Simpenan lainnya yang tak sudi dengan diberlakukannya tarif harga yang sudah  dibandrol seharga Rp 2.000 untuk pejalan kaki atau yang mau selfie dan Rp 5.000 bagi penguna jembatan yang mengendarai mesin roda dua yang hendak melewati jembatan yang diberi nama Jembatan Pelangi oleh pemiliknya.

Saya yang awalnya juga kurang begitu tahu info jika melewati jembatan Pelangi itu sama halnya dikenakan tarif seperti ketika harus melewati jembatan gantung terpanjang dan tertinggi di Asia Tenggara di kawasan destinasi wisata Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) Situ Gunung Kecamatan Kadudampit Kabupaten Sukabumi.

Lalu di mana letak persoalan yang muncul sekarang ini?. Pertanyaan mendasarnya bisa dimulai dengan narasi, kok yang bangun swasta yang menerapkan tarif pemilik jembatan, yang diminta meresmikan bupati tapi yang disalahkan jadi bupati?.

Sekilas narasi pertanyaan itu benar, tetapi sepintas pertanyaan tersebut juga bisa disebut keliru. Benarnya ialah kenapa jembatan itu dibangun tapi harus bayar meski hanya 2.000 sampai 5.000 rupiah. Mestinya gratis dong seperti melewati jembatan-jembatan umum lainnya. Kaya lewat jembatan gantung Situ Gunung Kadudampit dan lewat jalan tol saja harus pakai bayar segala. 

Lalu pertanyaan setengah kelirunya tentu bisa langsung telak dijawab. Jawaban logisnya bisa begini. Kan yang bangun pihak swasta atau pengusaha. Yang namanya pengusaha pasti berhitung nirlaba. Bukan pengusaha judulnya kalau tidak menghadirkan keuntungan. Jangankan untung kecil, rata-rata kalau pengusaha balik modal satu persenpun, sudah geleng-geleng kepala.

Garis besarnya Hadi Cucu Wijaya saya tebak membangun jembatan itu punya dua orientasi kepentingan. Pertama, murni kepentingan investasi bisnis untuk meraup keuntungan seperti jamaknya seorang pengusaha. Hadi Cucu Wijaya sengaja membangun Jembatan Pelangi itu karena daerah tersebut memiliki cukup suguhan panorama alam. Diantara hamparan sawah, pegunungan atau bebukitan dan tentu aliran Sungai Cimandiri.

Ia ingin mendatangkan untung dari dunia bisnis pariwisata dengan membangun jembatan yang kata sebagian aktivis penggerak objek wisata, Jembatan Pelangi bisa masuk dalam konsep jembatan destinasi ekowisata. Sebuah ide cukup cerdas dari seorang pengusaha sekaliber Hadi Cucu Wijaya. Memang kalau jadi pengusaha mesti begitu, meski pandai piawai menangkap peluang keuntungan.

Coba hitung saja sendiri, jika Rp 2.000 + 5.000 = 7.000 x 200 saja orang yang lewat jembatan x 30 hari x 1 tahun, sudah berapa keuntungannya. Silahkan hitung sendiri pakai kalkulator.

Tetapi belum terdengar kalimat demi mencari keuntungan dengan diberlakukannya tarif lewat jembatan tersebut. Yang empunya jembatan melalui perangkat aparat Desa Cibuntu hanya berdalil kalau tarif yang diberlakukan biayanya untuk dana perawatan jembatan. Cukup logis masuk diakal sih, karena jembatan ini tak mengunakan APBD termasuk untuk biaya perawatannya.

Kedua, bisa jadi Hadi Cucu Wijaya titik awal investasi sosial dan politik kedepan. Nah, untuk investasi kedua ini saya dan tentu kita masih teramat dini menebak-nebak, bermanuverkah guna mewujudkan niat kepentingan investasi politik untuk Pemilihan Bupati Wakil Bupati 2020 dari Hadi Cucu Wijaya.

Kalau orientasinya investasi politik, Hadi Cucu Wijaya jelas akan tidak akan meraup simpati dari masyarakat terutama warga Cibuntu yang sebagian besar protes lantaran kebijakan menerapkan tarif lewat masuk jembatan itu dinilai tidak merakyat.

Fokus kita tentu disematkan ke Bupati Marwan Hamami yang lagi-lagi jadi target kritikan bahkan sindiran sejumlah pihak atas dibangunnya jembatan tersebut. 

Kritikan sindirannya tidak jauh dari pertanyaan kenapa mengapa Pemkab Sukabumi dari awal tidak segera membangun jembatan yang sama seperti jembatan yang dibangun Hadi Cucu Wijaya, atau kenapa mengapa Bupati Sukabumi tidak segera mengeksekusi kebijakan untuk segera memperbaiki insfrastruktur jalan kabupaten sepanjang 19,7 kilo meter yang menghubungkan Kampung Mariuk Desa Cidadap dan Desa Cibuntu Kecamatan Simpenan yang sudah puluhan tahun kabarnya terabaikan.

Saking kesal dengan kondisi rusaknya poros jalan Cibuntu Cidadap yang tak kunjung mendapat tindakan nyata oleh Pemkab Sukabumi. Sekitar bulan September 2018 lalu, ratusan warga sekitar yang dimotori ormas Indonesia Bergerak (IBR) besutan mantan Wakil Bupati Sukabumi Ucok Haris Maulana Yusuf akhirnya bergerak mendemo Bupati Marwan Hamami ke kantor Setda Pemkab Sukabumi, meskipun dalam unjuk rasa saat itu ada materi isu-isu tak kalah sensitif lain yang disampaikan warga dan otak penggerak unjuk rasa.

Nah, bicara kondisi infrastruktur di Kabupaten Sukabumi, siapapun bupatinya siapapun kepala dinas pekerjaan umumnya, rasa-rasanya akan tetap babak belur jika dihadapkan persoalan tuntutan perbaikan insfrastruktur sebagaimana yang diharapkan dominan warga yang kondisi jalan di daerahnya rusak belum tersentuh perbaikan.

Hal ini berdasar pada ketersediaan nilai porsi anggaran perbaikan infrastruktur dengan jumlah infrastruktur jalan rusak di Kabupaten Sukabumi yang belum menemui kesesuaian, ditambah persoalan lain yakni ulah asal-asalan sejumlah oknum pengusaha yang asal-asalan mengerjakan proyek pengerjaan jalan. 

Dalam kata lain, baru dua atau tiga bulan diperbaiki sudah rusak lagi jalannya. Ini kan jelas merugikan warga merugikan negara, sementara hanya si oknum kontraktor untung. Persoalan asal-asalannya pemborong tak usah dibahas terlalu dalam. Sebab sebagian sudah tahu sama tahu kalau masih ada sistem terlarang dalam penunjukan atau ketika pihak swasta ingin mendapat pekerjaan dari dana APBD, harus jujur masih ada permainan sebagian di birokrasi kita yang main mata untuk mencari rezeki tambahan.

Sampai saat ini belum diketahui jelas berapa miliar Pemkab Sukabumi menganggarkan pertahunnya untuk perbaikan infrastruktur jalan rusak. Hanya menurut sumber dari Humas Setda Kabupaten Sukabumi menyebutkan ruas panjang jalan di Kabupaten Sukabumi ada 1.800 kilo meter yang memerlukan perbaikan. 700 kilo meter sisa jalannya sudah diperbaiki. 

"Pertahunnya anggaran yang dimiliki Pemkab Sukabumi untuk perbaikan jalan rusak hanya sanggup memperbaiki sepanjang 100 kilo meter, sisanya 1000 kilo meter digodok melalui musrenbang,"kata mantan Kasubag Humas Setda Kabupaten Sukabumi Herdy Soemantri seperti yang saya kutip di salah satu media online waktu itu.

Jadi di sini jelas, untuk urusan perbaikan infrastruktur Pemkab Sukabumi siapapun bupatinya akan lempar handuk alias setengah menyerah menghadapi tuntutan perbaikan jalan rusak seperti contoh tuntutan yang diharapkan warga Desa Cibuntu.

Lalu soal masalah tarif Jembatan Pelangi yang dibandrol harga bak mau melintas jalan tol saja. Bupati Marwan Hamami ya so pasti awalnya senang gembira sumringah suka hati apalagi Hadi Cucu Wijaya konon kabarnya lama ngarep ke bupati untuk bersedia meluangkan waktu membuka peresmian jembatan yang dibangunnya itu. 

Bupati mana atau pejabat di daerah mana yang akan menolak undangan, apalagi undangan peresmian sesuatu yang cukup fenomenal yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat. Pasti sesibuk apapun akan berusaha mengagendakan untuk datang. 

Selain datang, sudah pasti 100 persen senang karena sebagian kecil dari setumpuk beban persoalan penyakit akut yakni masalah infrastruktur dipikiran dan pundaknya sudah bisa sedikit dibantu oleh Hadi Cucu Wijaya. 

"Peran serta masyarakat seperti Pak Hadi dalam pembangunan sangat kami butuhkan karena keterbatasan anggaran yang kami miliki,"demikian kutipan singkat Bupati Marwan Hamami saat peresmian.

Hanya saja kenapa sekarang yang muncul masalah, yang bangun Hadi Cucu Wijaya yang dikritik Bupati Marwan Hamami. Apa karena lewat jembatan itu harus bayar? apa lantaran Bupati Marwan Hamami belum memenuhi tuntutan perbaikan poros jalan Cibuntu yang rusak?.

Sekali lagi, Hadi Cucu Wijaya memberlakukan tarif masuk jembatan ya wajar karena dia pengusaha yang cari untung, apalagi dana dari tarif lewat jembatan itu untuk perbaikan pemeliharaan jembatan.

Sedangkan Bupati Marwan Hamami seperti yang disampaikan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sukabumi, Lukman Sudrajat berkomitmen tahun ini jalan Cibuntu sudah jadi prioritas utama untuk dilakukan perbaikan. Sumber pendanannya bisa dari bantuan Pemprov Jabar atau APBN pusat. Sabar dan kawal saja terus bila perlu demo lagi kalau bohong.

Sambil menunggu realiasi perbaikan Jalan Cibuntu. Yu ah nikmati saja dulu Jembatan Pelanginya. Kalau keberatan harus bayar, minta diskon minta gratis atau protes saja pemilik jembatannya. Hehehe

Editor : Andri Somantri

Tags :
BERITA TERPOPULER
BERITA TERKINI