Sukabumi Update

Tantangan Literasi Media Sosial

Oleh: Dr. H. Mulyawan SN, M.Ag., M.Pd

Direktur Research and Literacy Institute (RLI)

Membaca fenomena jelang Pilpres dan pileg, jagad dunia perpolitikan bangsa Indonesia begitu meriah. Sampai-sampai cenderung kebablasan. Kita bingung dengan berseliwerannya informasi yang begitu sangat massive hadir di tangan pengguna Smartphone. Silih berganti. Saling Klaim, saling menyalahkan, saling beradu argumentasi. 

Sangat disayangkan, jika riuhnya jagad perpolitikan bangsa Indonesia justu menghasilkan suasana yang tidak kondusif untuk persatuan bangsa ini. Ketika semua informasi hadir dan datang ke tangan pengguna Smartphone, di saat yang sama kita berhadapan dengan tantangan. Apakah informasinya akan ditelan bulat-bulat? Apakah akan dibaca dan dipelajari terlebih dahulu? Atau direspon dengan emosional? Semuanya sudah masuk pada putusan pribadi dan sifatnya privat.

Namun ketika jempol ini mengirimkan pesan kepada Teman atau Group di media Sosial, maka akan masuk ruang publik. Dan di sinilah batu ujian sesuangguhnya. Apakah pesan atau kiriman kita berefek baik atau tidak, berdampak positif atau tidak, membuat kegaduhan atau tidak, informatif atau sekedar candaan. 

Memiliki kemampuan literasi dalam hal media sosial, saat ini sudah menjadi urgen. Bahkan mungkin urgen sekali. Jika masyarakat memiliki kemampuan literasi media sosial yang rendah, maka hal ini akan menjadi salah satu pendorong utama maraknya dampak dan efek negatif penggunaan internet dan juga smartphone. Ramainya berita hoaks, pelanggaran hak pribadi, perundungan (bullying), konten kekerasan, materi pornografi dan kecanduan media digital secara berlebihan.

Yang harus dilakukan adalah membunyikan peringatan dini tentang urgensi berliterasi media sosial bagi keluarga dan masyarakat pada umumnya. Betapa mirisnya, saat saya melihat sebuah video yang viral tentang seorang ibu yang harus susah payah menyuapi makan anaknya, sedangkan sang anak begitu “khusyu” bermain game online. Salah satu fakta bagaimana efek dari internet, smartphone dan media sosial.

Sebagai bahan perenungan, penulis ambil hasil survey Research and Literacy Institute (RLI) pada tanggal 20-30 Januari 2019 tentang perilaku Pelajar Kota Sukabumi dalam mengakses media sosial. Dengan jumlah 400 Responden dengan tingkat kepercayaan 95% (Margin Error ± 5,17 %) dengan responrate 90,25%. Sampel penelitiannya adalah Siswa SMA Negeri di Kota Sukabumi. Adapun Metode Sampling menggunakan Multi Stage Random Sampling.     

Di antara pertanyaan survey tersebut, adalah Lebih banyak mengakses internet lewat mana handphone atau komputer? Jawaban siswa adalah bahwa 96.61% menggunakan Smartphone, sedangkan sebanyak 3,39% menggunakan Komputer. Apakah anda merasa terbantu, dalam proses pembelajaran, dengan adanya internet? Sebanyak 98,87% menjawab ya, dan 1,13 % mengatakan tidak

Yang lebih mengejutkan adalah tentang durasi menggunakan media sosial. Berapa lama anda menggunakan media sosial sehari hari pada 1 bulan ke belakang? Sebanyak 37,57 % menjawab lebih dari 6 jam; 27,4% durasi penggunaan medsos selama 1-3 Jam/hari; 27,12% menyatakan penggunaannya sebanyak 3-5 jam/hari; sebanyak 7,63% menyatakan durasi waktu penggunaan medsos selama 0-1 jam; dan 0,28% menyatakan tidak pernah.

Berkaitan dengan kepemilikan akun media sosial, 99,44% memiliki WhatsApp, 93,50% memiliki akun Facebook, 90,90 memiliki akun Instagram, 54,24% ,memiliki akun Youtube, dan 25,71% memiliki akun Twitter. 

Terkait penggunaan media sosial, dua bulan ke belakang, medsos apa yang sering digunakan? 67,51% WhatsApp; 16,38 Instagram, 8,47 Facebook, 4,80 Youtube, Lainnya 2,26 dan 0,56 menggunakan Twitter.

Yang menari adalah tentang pertanyaan survey yang berhubungan Porngrafi di kalangan pelajar. Pernyatannya adalah Apakah anda pernah mengakses website pornografi? Dari seluruh jumlah responden, bahwa sebanyak 76,27% menyatakan tidak, sedangkan yang menyatakan Ya adalah sebanyak 23,73%.

Namun, saat pertanyaan survey dilanjut dengan isi pertanyaan “Seberapa sering anda mengakses situs pornografi?” Jawaban  dari responden adalah sebanyak 94,05% menyatakan bahwa durasinya 0-1 Jam/hari, sebanyak 4,76% durasinya selama 1-3 Jam.hari, dan sebanyak 1,19% durasinya selama 3-5 jam.

Hasil survey ini ibarat seseorang cek kesehatan ke laboratorium. Hasilnya mungkin ada yang bikin hati tenang, namun juga ada yang bikin hati deg-degan. Hasil lab tersebut, sebagai early warning atau peringatan dini. Bukan sebagai data akhir. Sehingga kita perlu waspada dan sangat berhati-hati. 

Demikian tantangan dalam dunia pendidikan (sekolah) dan juga sosial (masyarakat) dalam media sosial. Berliterasi media sosial berarti mamaksa kita memahami benar etika dan aturan dalam bermedsos. Media sosial sebagai anak kandung teknologi harus berdampak baik bagi kemanusiaan manusia. Bukan manusia mati kemanusiaannya karena media sosial. Di sinilah urgensinya berliterasi media sosial.

Pesan moralnya adalah bahwa literasi media sosial perlu diperkuat dengan logika, etika, estetika yang nyata. Bermedia sosial yang cerdas dan bernaslah ! Kita semua punya tanggung jawab bersama yang saling menguatkan peran masing-masing. Tantangan literasi Media sosial sudah di depan mata. 

Jangan sampai lengah.

Editor : Mulvi

Tags :
BERITA TERPOPULER
BERITA TERKINI