Sukabumi Update

Bank Emok Bukan Solusi di Kala Mentok

Oleh: Silmi Dhiyaulhaq

Warga di Sukabumi kini mulai ramai membicarakan Bank Emok. Apalagi setelah ada penyegelan rumah seorang warga bernama Titin di daerah Bojonggenteng Kec. Bojonggenteng Kab. Sukabumi karena tidak bisa melunasi hutangnya sebesar Rp. 400 ribu.

Istilah Bank Emok sendiri berasal dari kata emok, dimana transaksinya dilakukan di teras-teras rumah dengan duduk lesehan (baca: emok) dan sasarannya merupakan emak-emak. Sebelumnya di daerah lain ada ibu paruh baya yang stres berteriak-teriak karena selalu ditagih oleh bank emok dan utangnya jadi berkali lipat dari uang yang dipinjam.

Sungguh miris, riba kini merajalela hingga ke desa-desa terpencil. Masyarakat menengah ke bawah terpaksa meminjam uang kepada Bank Emok karena mengalami kesulitan ekonomi. Adanya himpitan ekonomi, sulitnya lapangan kerja dan keimanan yang tipis membuat masyarakat mengambil jalan sesat dengan peminjaman berbunga (riba) kepada rentenir yang sekarang dikenal sebagai bank emok.

Kesulitan yang dialami oleh masyarakat menengah ke bawah ini akibat pemerintah salah urus terhadap umat. Membuka keran investasi asing dan eksploitasi sumber daya alam habis-habisan oleh asing membuat pemerintah kesulitan ekonomi. Solusi paling mudah yang diambil adalah mencabut subsidi untuk rakyat dan meningkatkan pemasukan pajak.

Garis kemiskinan dibuat sangat rendah sehingga rakyat yang terkategori miskin tidak bisa dianggap miskin oleh pemerintah. Banyak masyarakat hidup serba pas-pasan bahkan kekurangan itu oleh pemerintah dianggap mampu.

Sehingga jalan yang mudah bagi rakyat untuk bisa menyambung hidup salah satunya dengan meminjam uang kepada bank emok walaupun tanpa disadari itu adalah solusi yang sangat buruk. Selain uang yang harus dikembalikan berlipat ganda, yang lebih berbahaya adalah riba yang dianggap boleh dan biasa. Padahal dosa riba di sisi Allah sangat besar.

Riba merupakan perbuatan dosa besar berdasarkan al Quran da as Sunnah. Dalil dari al-Quran di antaranya adalah firman Allah Azza wa Jalla:

Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. [al-Baqarah/2:275]

Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. [al-Baqarah/2:275]

Dalam salah satu hadits pula, disampaikan bahwa riba mengundang azab Allah. Untuk itu merupakan kewajiban bersama untuk saling mengingatkan tentang dosa riba. Karena apabila azab Allah telah datang maka semua akan terkena azab, bukan hanya pelaku riba. Maka solusi yang tuntas dari permasalahan ini adalah harus adanya perbaikan ekonomi di tengah masyarakat.

Pemerintah harus mengambil solusi dari Islam yaitu dengan menerapkan sistem ekonomi dan politik ekonomi Islam. Dalam Islam, pemerintah haruslah memenuhi kebutuhan rakyat melalui mekanisme ekonomi yang telah digariskan oleh Islam.

Menutup investasi asing yang merugikan negara dan juga mengelola sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kepentingan umat dan rakyat, bukan untuk kepentingan segelintir para pemilik modal (orang kaya) apalagi asing. Sehingga kebutuhan dasar rakyat dapat terpenuhi dan tidak perlu meminjam kepada bank emok.

Islam yang sempurna telah Allah SWT turunkan untuk menjadi solusi bagi kehidupan, bukan sekedar mengatur ibadah mahdhoh saja, tetapi juga untuk mengatur urusan masyarakat sehingga tercipta masyarakat yang sejahtera dan bahagia di dunia dan akhirat. Jadi, bank emok bukan solusi kala mentok. Wallahualam bishshawab

|sukabumi.belajarnulis@gmail.com|netizen

Tags :
BERITA TERPOPULER
BERITA TERKINI