Oleh: Imas Sunengsih, S.E
Omnibus Law sedang hangat di perbincangkan di Tanah Air. Omnibus Law semacam UU 'sapujagat'. pasalnya, Omnibus Law menggabungkan beberapa peraturan yang subtansi pengaturannya berbeda menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum (UU).
Pemerintahan Presiden Jokowi mengidentifikasi sedikitnya ada 74 UU yang terdampak dari Omnibus Law. salah satunya, yang banyak memicu protes kaum buruh,adalah sektor Ketenagakerjaan, yakni RUU Cipta Lapangan Kerja (Cilaka). Di sektor ketenagakerjaan, Pemerintah berencana menghapus,mengubah dan menambah pasal terkait dengan UU Ketenagakerjaan.
Yang menjadi persoalan,banyak pengamat mensinyalir Omnibus Law tak lebih merupakan UU pesenan dari para pengusaha atau para pemilik modal. Faktanya,Omnibus Law ini oleh bnyak pengamat,banyak memberikan kemudahan kepada para pengusaha dan pemilik modal untuk lebih leluasa menguasai sumber-sumber kekayaan Alam negeri ini.
Sebaliknya, Omnibus Law ini tidak banyak berpihak kepada kesejahteraan rakyat,termasuk para buruh. misalnya,dengan dalih demi kemudahan investasi,ditengarai ada pasal-pasal dalam Omnibus Law yang menghapus sertifikasi halal dan perda syariah,penghapusan upah minimum,penghapusan aneka cuti(seperti cuti nikah,haid,melahirkan,ibadah, dan cuti keluarga wafat),penghapusan izin lingkungan dan amdal,dll.
Lebih dari itu Omnibus Law ini di tuding memberikan kewenangan yang terlalu luas kepada Presiden.di antaranya,Presiden berwenang mengubah UU hanya melalui PP (peraturan Pemerintah). Setelah ketahuan oleh publik,pasal tentang kewenangan Presiden tersebut diklaim hanya 'salah ketik'.
Namun demikian,hal itu tidak menutup kecurigaan bahwa melalui Omnibus Law ini kedepan Presiden akan makin otoriter. Apalagi Pembahasan Omnibus Law yang menentukan nasib ratusan juta rakyat negeri ini,yang terkesan diam-diam dan di rahasiakan oleh Pemerintah. Tidak melibatkan publik sama sekali.
Dalam Islam kepemimimpinan merupakan Amanah dan tangungjawab yang kelak akan di minta pertangungjawaban di hadapan Allah Swt. Hanya Allah saja yang berhak membuat hukum. Bukan manusia. Jika manusia mengambil alih hak Allah, maka tunggulah kehancurannya.
Semoga kita menjadi warga negara yang senantiasa cerdas, religi dan juga kritis dalam menyikapi dinamika politik saat ini. Dan tentunya hanya Allah dan aturan-Nya lah yang menjadi panutan kita.
|sukabumi.belajarnulis@gmail.com|netizen