Sukabumi Update

New Normal Bagi Anak Sekolah: Potong Kurikulum, Kurangi Mata Pelajaran

Oleh : Willy Purna Samadhi

 (Pengamat Sosial dan Politik)

 

Di tengah ketidakpastian situasi akibat pandemi ini, pengambil kebijakan di bidang pendidikan, terutama pendidikan tingkat dasar, perlu berani melakukan hal radikal. Out of the box.

Kemarin, di sisa tahun ajaran, Kemendikbud mengalihkan proses belajar dari sekolah ke rumah melalui media TV, internet, dan telepon. Untuk jangka pendek dan mengatasi situasi darurat, bolehlah. Tapi untuk fase berikutnya, langkah seperti itu rasanya terlalu sederhana untuk menjawab persoalan kelas berat yang dihadapi.

Solusi seperti itu juga cenderung mengabaikan munculnya persoalan-persoalan lain yang mungkin justru harus dihadapi anak-anak gara-gara penerapan solusi itu. Yang sepele saja, misalnya, berebutan 'lapak' belajar antara adik-kakak di dalam rumahnya karena keterbatasan ruang dan fasilitas yang ada di rumahnya. Bayangkan keluarga yang memiliki tiga anak kelas 2, 4 dan 5, contohnya. Belum lagi jika ibu-bapaknya ikut mengokupasi ruangan karena harus menyelesaikan pekerjaannya di rumah.

Melalui ruang di media sosial, kita mengetahui tak sedikit juga orang tua yang mengeluhkan soal tambahan biaya mengakses koneksi internet. Belum lagi soal kepemilikan perangkatnya. Sederet persoalan lain yang lebih rumit bisa ditambahkan di sini. Mendikbud sendiri sudah memaparkan berbagai persoalan itu dalam evaluasinya terhadap cara pembelajaran jarak jauh ini.

Kesulitan-kesulitan seperti itu tentu tidak bisa digolongkan kemudian sebagai "kenormalan baru". Problem semacam itu itu harus dicari jalan keluarnya, bukan dimaklumi. Jangan gara-gara pandemi ini semua keterbatasan menjadi permakluman.

Dengan ruang kelas, desain meja, dan kerapatan duduk antar-murid seperti yang saat ini ada, sangat riskan membiarkan anak-anak, khususnya SD, kembali belajar di sekolah. Anak-anak itu tidak sepenuhnya mengerti bahaya yang mengancam mereka.

Bisa saja, misalnya, diatur masuk sekolah secara bergiliran, seperti yang diusulkan Menko Perekonomian dalam rancangan skenario "menuju normal baru"-nya. Akan tetapi cara itu hanya masuk akal bagi logika orang dewasa. Sangat berisiko menerapkan cara itu ke anak-anak. Sedangkan orang dewasa saja masih banyak yang mengabaikan perintah "tetap di rumah".

Saya sendiri berpikir tak mungkin mencari apapun cara, sepanjang kegiatan belajar-mengajar tidak diimajinasikan keluar dari kerangka yang lama. Pengambil kebijakan seharusnya berani memikirkan konsep yang sama sekali keluar dari perangkap itu. Mendesain ulang kurikulum dan mengurangi matapelajaran adalah salah satunya. Langkah ini akan mengurangi beban yang harus dipikul, bukan saja oleh anak-anak, tetapi juga guru dan orang tua.

Di luar konteks pandemi, persoalan beban kurikulum yang kelewat berat beberapa kali telah disuarakan sejumlah pihak. Maka anggaplah situasi saat ini menjadi momentum untuk mendiskusikannya lagi, tentu saja dengan langkah yang cepat. Persoalannya bukan semata-mata soal beban, tetapi juga mempertimbangkan aspek praktisnya. Tidak semua matapelajaran yang sekarang ada dapat ditransformasikan cara pengajarannya dari cara belajar tatap-muka menjadi jarak jauh.

Sebaliknya, karakter metode belajar jarak-jauh juga berbeda dengan cara belajar tatap-muka. Karena itu, pembobotan aspek-aspek matapelajaran perlu mempertimbangkan perbedaan itu.

Semua itu, tidak mungkin dapat dijawab hanya dengan memikirkan metode yang paling efektif untuk mengalihkan proses belajar-mengajar dari sekolah ke rumah, atau juga dengan hanya memikirkan peningkatan aspek-aspek kebersihan dan keamanan di sekolah apabila yang ditempuh adalah keputusan untuk mengaktifkan lagi kegiatan di sekolah.

Jadi, "normal baru", khususnya bagi kehidupan anak-anak sekolah, bukan sekadar mencari akal-akalan untuk menyiasati ancaman penularan virus. Lebih dari itu, "normal baru" adalah kebijakan yang harus keluar dari perangkap cara berpikir pengelolaan sistem pendidikan yang lama.

Berpikir out of the box adalah keharusan.

Editor : Budiono

Tags :
BERITA TERPOPULER
BERITA TERKINI