Sukabumi Update

Anak Gembala Domba Berhenti Sekolah untuk Jadi Gembala, Kisah Warga Gempol Kabupaten Sukabumi

SUKABUMIUPDATE.com - Satu keluarga di Kampung Gempol RT 04/01, Desa Cikangkung, Kecamatan Ciracap, Kabupate Sukabumi, terpaksa tinggal di rumah bilik beratapkan terpal berukuran 3x6 meter di atas lahan milik Perkebunan Citespong.

Sudah setahun ini keluarga pasangan suami istri, Sutisna (54) dan Hadti (35) beserta tiga anaknya yakni Aldi (15), Ardiansyah (12) dan Citrawati (7) tinggal dalam kondisi memprihatinkan akibat keterbatasan ekonomi.

Saat sukabumiupdate.com, Kamis (27/4), mengunjungi rumah bilik yang ditempati Sutisna, mereka mampu bertahan hidup sehari-hari dengan mengandalkan upah hasil menggembala domba milik orang lain.

Bahkan anak pertamanya, Aldi (15) terpaksa berhenti dari sekolah dan lebih memilih menggembala domba milik tetangga yang merupakan seorang guru bernama Saepudin.

“Saya mau jadi petani dan menggembala domba, cari duit untuk membantu ekonomi orang tua dan membiayai sekolah adik-adik,” ujar Aldi yang terpaksa berhenti sekolah di bangku kelas V Madrasah Ibtidaiyah (MI) Cikopeng, Desa Cikangkung.

Setiap hari, ungkap Aldi, dirinya mendapat upah sebesar Rp1.000 untuk menggembala satu ekor domba jantan yang berjumlah sembilan ekor dengan penghasilan mencapai Rp270 ribu per bulan. Belum lagi, dirinya harus menggembala lima ekor domba ternak dengan sistem nengah atau maparo.

“Domba betina yang beranak dua ekor, saya dapat jatah seekor. Sekarang saya gembala sebanyak 16 ekor domba milik tetangga,” tandasnya.

Aldi sangat berharap, ada bantuan domba agar bisa membeli tanah dan membangun rumah. 

BACA JUGA:

Janda Tiga Anak Huni Gubuk Bambu Nyaris Ambruk di Cibadak Kabupaten Sukabumi

Ingin Rasakan Tidur Nyaman Sekali Saja, Janda 85 Tahun di Ciseupan Kabupaten Sukabumi

Miris, Ini Cara Rohayati Asal Cikangkung Kabupaten Sukabumi Tetap Sehat

Sedangkan adiknya, Ardiansyah (12) yang saat ini mengenyam pendidikan Kelas V MI Cileles yang terletak di Kampung Cihaur, Desa Purwasedar, Kecamatan Ciracap, memiliki cita-cita menjadi pemain sepak bola nasional.

“Saya sama adik yang perempuan kebetulan satu sekolah, berangkat jalan kaki sejauh dua kilometer berbekal uang jajan dua ribu rupiah itupun kalau ada. Selepas pulang sekolah ,saya membantu kakak ngambil (ngarit-red) rumput untuk makan domba,” pungkasnya.

Sementara adiknya yang paling kecil, Citrawati (7) dengan malu-malu dan tersenyum sipu mengatakan ingin menjadi dokter.

Sutisna (54) ayah dari ketiga anak, setiap hari bekerja serabutan dengan penghasilan tidak menentu. Dirinya bahkan sama sekali tidak mengerti, kenapa anak pertamanya Aldi tidak mau sekolah.

“Padahal dulu sering dimarahi, bahkan diantar ke sekolah. Tapi kemudian, tidak masuk sekolah lagi. Saya sudah berusaha walau kondisi perekonomian pas-pas an hanya buat makan,” ucapnya.

Dikatakannya, jangankan memiliki sawah, lahan untuk rumah pun harus menumpang hampir satu tahun di lahan Perkebunan Citespong. “Dulu pernah menempati rumah orang, tapi dijual sama yang punyanya,” katanya yang mengaku juga memiliki saudara dengan kondisi ekonomi yang sama.

Kondisi serupa dialami sang istri, Hadti (35) yang pernah membuka warung kopi selama lima bulan, namun bangkrut karena kehabisan modal dan sekarang menjadi kuli gembala domba.

“Sekarang hanya mengandalkan kuli  gembala domba, dan bantu-bantu tetangga. Tapi mau gimana lagi, yang penting dua anak saya bisa sekolah, jangan seperti kakaknya, keluar sekolah walau tidak jelas alasannya. Hanya berkeinginan untuk membantu adik-adiknya,” pungkas Hadti.

Editor : Administrator

Tags :
BERITA TERPOPULER
BERITA TERKINI