SUKABUMIUPDATE.com - Guna menjaga konsistensi tradisi negeri dengan membumikan budaya santri, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Sukabumi, Jawa Barat, menggelar seminar dan gebyar Hari Santri Nasional (HSN) 2017, di Gedung Djuang, Jalan Veteran, Sabtu (14/10/2017).
Ketua PCNU Kota Sukabumi, KH Ahmad Nawawi Sadili, mengatakan pondok pesantren (Ponpes) salafiah atau masih ortodok, saat ini terbilang stagnan, kecuali bagi yang sudah memadukan program formal.
"Oleh karena itu, seluruh jajaran kepengurusan berpesan, jangan malu bawa NU. Jangan hanya menghijaukan dengan atribut atau seragam, tapi juga dengan sikap, dan budaya NU, serta disii dengan kegiatan-kegiatan ke NU an," ujar Ahmad kepada sukabumiupdate.com di sela-sela kegiatan siang tadi.
BACA JUGA:Â Ketua PCNU Kabupaten Sukabumi, Buya Basith Wafat Usai Ziarah ke Yordania
Menurut pimpinan Ponpes Assobariyyah ini empat pilar ahli sunah wal jamaah (Aswaja) NU masih bisa eksis, karenanya harus dijaga dan dilestarikan.
"Pertama mesjid. Jangan sampai ada yang menyusupi dengan faham-faham diluar kontek Islam, Ponpes yang perlu didukung Pemda (Pemerintah Daerah), madrasah, dan majelis-majelis taklim. Ponpes sejuk, belum ada pesantren dengan pesantren lain tawuran," tuturnya seraya menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Sukabumi yang telah memperhatikan keberadaan Ponpes selama ini.
Sementara Wali Kota Sukabumi, Mohammad Muraz, mengapresiasi digalakannya HSN, karena selama ini Kota Sukabumi yang dulunya dikenal sebagai kota santri, dan kota polisi, kini sudah mulai pudar.
"Kalimat Kota Santri, Kota Polisi, sekarang hampir hilang. Yang muncul Kota Mochi. Karena itu, saya ingin mengembalikan image itu," harap Muraz, dalam kesempatan sama.
BACA JUGA:Â Pesan Terakhir Ketua PCNU Kabupaten Sukabumi Alm. Buya Basith kepada Muridnya
Selain itu, kata Muraz, budaya santri yang mengacu pada Islam, dan budaya santun, santri juga berbicara tentang kebenaran, tidak seperti saat ini, banyak provokasi yang mengatasnamakan Islam.
"Sekarang marak segala sesuatu dianggap thagut, dan harus direvolusi. Revolusi apa? Kalau revolusi mental saya setuju, dan tak ada cara lain untuk merevisi mental, yakni dengan cara budaya pesantren, dan madrasah," tandasnya.
Editor : Administrator