Sukabumi Update

Ancam Mogok Kerja, Serikat Buruh di Sukabumi Tuntut UMS

SUKABUMIUPDATE.com – Guna memperjuangkan Upah Minimum Sektoral (UMS) yang selama ini disuarakannya, para serikat buruh pun menggelar pertemuan di Kantor Dewan Pimpinan Cabang (DPC) SP TSK SPSI, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Kamis (9/11/2017).

Para serikat buruh bersepakat untuk menandatangani surat pernyataan bersama, berisi dua tuntutan, yaitu menuntut diberlakukannya UMS sepatu dan turunannya, serta menolak diberlakukannya upah industri padat karya.

Penolakan terhadap pemberlakuan upah padat karya ini didasari pemberlakuan di kabupaten dan kota daerah lain di Jawa Barat. Yaitu Kabupaten Purwakarta, Bekasi, Depok, dan Kabupaten Bogor yang memberlakukan upah padat karya dengan besarannya jauh dibawah upah minimum.

BACA JUGA: Sosialisasi Permenaker Nomor 01 tahun 2017, Disnakertrans Kabupaten Sukabumi Undang Pengusaha dan Serikat Buruh

Ketua DPC K-SPSI, Mamun Nawawi menyampaikan harapannya dengan terbentuknya kebersatuan, antara serikat pekerja/serikat buruh dalam memperjuangkan kesejahteraan kaum buruh di Kabupaten Sukabumi.

"Sekarang kita harus melepaskan ego kita masing-masing, sebagai serikat pekerja atau serikat buruh. Tapi bergandengan tangan, memperjuangkan kesejahteraan buruh,” sampainya kepada sukabumiupdate.com, Jumat (10/11/2017).

Sebagai upaya memperkuat kedua tuntutan itu, pada bagian akhir pernyataan juga diperkuat dengan dimunculkannya ancaman mogok kerja, apabila dalam perjalanannya, perundingan upah sektor tersebut mengalami kebuntuan.

BACA JUGA: Dari Upah Lembur Hingga Skorsing, Isu Krusial May Day di Kabupaten Sukabumi

“Apabila jalan dialog sudah kita tempuh, tapi pengusaha tidak punya itikad baik untuk berunding atau gagal dalam berunding, ya mau gimana lagi, langkah mogok kerja harus menjadi pilihan terakhir kita lakukan,” timpal Nendar Supriatna, Ketua F-HUKATAN SBSI.

Sementara Ketua SP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi, M Popon yang ikut hadir dalam penandatanganan surat pernyataan bersama itu menjelaskan, sangat berbeda antara penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) dengan Upah Minimum Sektoral (UMS).

“Kalau UMK simple, apalagi pascapemberlakuan PP 78 Tahun 2015, cukup menggunakan formula pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Sedangkan UMS benar-benar harus ada kesepakatan, antara pengusaha sektor dengan serikat buruh sektornya, dan jelas ini menuntut keterampilan berunding serta kekompakan para pengurus serikat pekerja atau serikat buruh yang ada di masing-masing perusahaan,” jelasnya, dalam kesempatan sama.

Editor : Administrator

Tags :
BERITA TERPOPULER
BERITA TERKINI